Sabdapalon atau Sabdo Palon adalah sosok Raja Jin Gunung Tidar yang ditaklukan oleh utusan mehmed I yang bernama Syekh Subakir ulama Persia keturunan Salman al-Farisi Ra, lalu ia dimuslimkan oleh Syekh Siti Jenar juga sebagai jin khodam penasehat spritual Brawijaya V, penguasa terakhir dari kerajaan Majapahit di Jawa yang pada akhirnya menjadi muallaf dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Sunan Kalijaga.

Patung penggambaran Sabdapalon di Candi Ceto.

Namanya disebut-sebut dalam Serat Darmagandhul, ditulis oleh Ki Kalamwadi, dengan waktu penulisan hari Sabtu Legi, 23 Ruwah 1830 Jawa (atau sangkala Wuk Guneng Ngesthi Nata, sama dengan 16 Desember 1900). Serat Darmagandhul adalah suatu tembang macapat kesusastraan Jawa Baru berbahasa Jawa ngoko. Disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu Brawijaya digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan dari Walisongo (walaupun pada umumnya dalam sumber-sumber sejarah dinyatakan bahwa Brawijaya digulingkan oleh Girindrawardhana). Ia lalu bersumpah akan kembali setelah 500 tahun, saat korupsi merajalela dan bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa dan mengembalikan kejayaan agama dan kebudayaan Jawa (dalam Darmagandhul, agama orang Jawa disebut agama Agama Budhi, yang dahulu ajaran Buddha berdampingan dengan ajaran Hindu). Serat Damarwulan dan Serat Blambangan juga mengisahkan tokoh ini.

Pada tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas ramalan Sabdapalon tersebut. Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan umat Hindu di Jawa serta di kalangan aliran tertentu penghayat kejawen.

Sabdapalon sering kali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong, sesama penasehat Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh ini orang yang sama atau berbeda. Ada yang berpendapat bahwa keduanya merupakan penggambaran dua pribadi yang berbeda pada satu tokoh. Saat ini, petuah/ajaran Sabdapalon dijadikan sebuah kitab, yang menceritakan sejarah asal-mula Kabupaten Pati dalam bentuk sastra babad yang berisi tentang kebaikan, yang berasal dari leluhur tanah Jawa.[1][2]

Asal Usul

Menurut Guru Ahli Spritual, keberadaan Sabdo Palon tak lain adalah sosok Raja Jin Gunung Tidar. Kesaktiannya tanpa tanding, memiliki banyak balatentara pasukan yang mendiami tanah Jawa ini terutama di bukit & pegunungan, konon ia senang melahap gunung sehingga rata di makan olehnya, mungkin mau bikin jalan tol. Masyarakat sering menyebut Semar bisa jadi karena senjata pamungkas kentutnya berasal dari limbah Gunung.

Maka Raja Turki Mehmed I mengutus Syekh Subakir dari Persia & Pamannya Maulana Malik Ibrahim syiar ke Nusantara. Singkat cerita Syekh Subakir sebagai ulama Persia dapat menaklukan Raja Jin Sabdo Palon & akhirnya diijinkan untuk melakukan penyebaran agama Islam dengan berbagai macam syarat. Maka Syekh tersebut mengikuti syaratnya untuk sementara waktu. Setelah itu Syekh Subakir & Maulana Malik Ibrahim mengutus Syekh Siti Jenar untuk mengislamkannya & berhasil, pada akhirnya Sabdopalon menjadi jin muslim yang lucu & baik hati tapi tetap sakti mandraguna.

Sejarah

Sabdo Palon identik dengan Semar dalam lakon Mahabharata versi Jawa. Dalam dunia pewayangan, dia muncul bersama anak-anaknya, yakni Gareng, Petruk, dan Bagong.[3]

Menurut Antropolog Paul Stange dalam penelitiannya pada 1988, Sabdo Palon merupakan inkarnasi sebagai Semar, yang dikenal sebagai mahaguru di Tanah Jawa. Mereka adalah titisan dewa dari kayangan yang sengaja turun ke bumi menjadi panakawan (kawan yang paham).

Tugasnya menjadi pemomong raja dan pengayom kawula. Nama ini kerap disandingkan dengan sosok Naya Genggong. Keduanya senantiasa hadir mengiringi pemerintahan raja-raja Jawa di masa Hindu-Buddha.

Untuk diketahui, Sabdo Palon dan Naya Genggong bukanlah nama asli, tetapi gelar yang diberikan sesuai dengan karakter tugas yang diemban. Dalam Serat Darmo Gandul, Sabda Palon diartikan sebagai kata-kata dari namanya.

Sabdo Palon memiliki dua makna, “sabdo” berarti seseorang yang memberikan masukan atau ajaran, dan “palon” yang berarti pengancing atau pengunci kebenaran yang bergema dalam ruang semesta.

Sementara Naya Genggong memiliki makna “naya” berarti nayaka atau abdi raja dan “genggong” yang bermakna mengulang-ulang suara. Naya Genggong adalah seorang abdi yang berani mengingatkan raja secara berulang-ulang tentang kebenaran dan berani menanggung akibatnya.

Referensi

  1. ^ "Legenda dari era Majapahit"". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-26. Diakses tanggal 2018-09-26. 
  2. ^ MARDIYONO, PERI (2020). SEJARAH KELAM MAJAPAHIT Jejak-jejak Konflik Kekuasaan dan Tumbal Asmara Di Majapahit. Araska Publisher. ISBN 978-623-7537-65-6. 
  3. ^ Suprapto, Hadi (2020-06-15). "Sabdo Palon nagih janji kembali kuasai tanah Jawa". Hops.id - Trending & Viral. Hops Media Digital. Diakses tanggal 2020-06-15. 

Pranala luar