Imunodefisiensi adalah keadaan di mana komponen sistem imun tidak dapat berfungsi secara normal. Akibatnya, penderita imundefisiensi lebih rentan terhadap infeksi virus, jamur atau bakteri, kanker, dan juga infeksi berulang (reaktivasi infeksi laten)[1] Gangguan imundefisiensi dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu imunodefisiensi primer (kongenital) dan sekunder (imunodefisiensi didapat). Imunodefisiensi disebabkan oleh kelainan genetik pada satu atau lebih komponen sistem imun.[2] Sedangkan, imunodefisiensi sekunder merupakan kerusakan sistem imun yang disebabkan infeksi, kekurangan nutrisi, ataupun efek dari pengobatan.[1]

Imunodefisiensi
Informasi umum
SpesialisasiImunologi Sunting ini di Wikidata

Jenis imunodefisiensi

Imunodefisiensi primer

Hingga tahun 2010, sebanyak lebih dari 130 jenis kelainan imunodefisiensi primer telah ditemukan. Berbagai kelainan tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dan/atau fungsi sistem imun serta dapat diwariskan kepada keturunannya. Umumnya gejala imunodefisiensi primer dapat terdeteksi sejak kecil. Namun, gejala muncul dapat berbeda-beda antara satu pasien dengan pasien lainnya sebagai dampat dari pengaruh genetik dan lingkungan.[3] Beberapa contoh penyakit yang tergolong ke dalam imunodefisiensi primer adalah:[1]

Penyakit Kelainan / Kerusakan yang disebabkan Dampak klinis
Defisiensi imunitas kombinasi (Severe Combined Immunodeficiency/SCID) Penurunan jumlah sel T, sel B, sel NK, dan/atau antibodi Rentan terhadap infeksi virus, fungi, dan bakteri karena kecacatan pada sistem kekebalan seluler dan humoral.
Agammaglobulinemia terkait kromosom-X Kegagalan maturasi sel B di sumsum tulang belakang Penurunan atau sama sekali tidak ada produksi sel B dan antibodi
Sindrom DiGeorge Ketidaksempurnaan perkembangan organ timus dan kegagalan maturasi sel T Rentan terhadap infeksi virus dan fungi karena kegagalan sistem imunitas humoral
Sindrom Wiskott-Aldrich Mutasi pada gen WAS menyebabkan kerja protein WASP kurang fungsional yang mengganggu fungsi sitoskeleton aktin dalam perkembangan sel darah dan pembentukan sinapsis imunologi Rentan terhadap ekzema atopik dan infeksi yang mudah kambuh
Sindrom Hiper-IgM Cacat pada sel B sehingga tidak dapat melakukan pergantian kelas antibodi (imunoglobulin) Kadar IgM di dalam tubuh menjadi berlebihan dan kekurangan IgA, IgG, dan IgE. Hal ini menyebabkan sering terjadinya infeksi berulang.

Imunodefisiensi sekunder

Imunodefisiensi sekunder umumnya didapatkan pada usia lanjut dan merupakan dampak dari penyakit lain yang diderita atau efek obat-obatan. Contohnya adalah penderita kegananasan (kanker) yang mendapatkan radioterapi atau kemoterapi dapat menderita imunodefisiensi karena sel-sel imun ikut dirusak oleh perlakuan tersebut. Selain itu, cacat pada sistem kekebalan seluler juga dapat disebabkan oleh malagizi (kekurangan protein). Beberapa kondisi lain yang dapat menimbulkan imunodefisiensi sekunder adalah keganasan (leukemia, limfoma), gagal ginjal akut, infeksi HIV, sarkodosis, splenektomi, dan infeksi virus Epstein-Barr.[4]

Referensi

  1. ^ a b c (Inggris) Abul K. Abbas, Andrew H. H. Lichtman. 2014. Basic Immunology: Functions and Disorders of the Immune System. Saunders Elsevier.
  2. ^ (Indonesia) Jan Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 58-60
  3. ^ Notarangelo, Luigi D. (2010-2). "Primary immunodeficiencies". The Journal of Allergy and Clinical Immunology. 125 (2 Suppl 2): S182–194. doi:10.1016/j.jaci.2009.07.053. ISSN 1097-6825. PMID 20042228. 
  4. ^ (Indonesia) JCE Underwood. 1999. Patologi: Umum dan Sistemik. Penerbit buku kedokteran EGC. Editor: Sarjadi. Edisi 2. Hal 225-227.