Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. Mohon tulis paragraf pembuka yang informatif sehingga pembaca dapat memahami maksud dari "Abdul Rahman Ma'mun". Contoh paragraf pembuka "Abdul Rahman Ma'mun adalah ...".(Januari 2023) (Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini)
Artikel ini perlu diperbaiki agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk merapikan dan memperbaiki artikel ini. Jika tidak dirapikan, artikel ini akan dihapus sesuai kebijakan WP:KPC#A10 pada 17 Januari 2023.
Kepada pengurus, mohon untuk melihat riwayat suntingan dan menilai kondisi artikel terlebih dahulu sebelum melakukan penghapusan
Artikel bermasalah
Ini adalah artikel yang memenuhi kriteria penghapusan cepat karena tidak diperbaiki atau duplikasi.Untuk kriteria penghapusan, lihat KPC. Jika tidak dirapikan, artikel ini akan dihapus. Lihat KPC A10.%5B%5BWP%3ACSD%23A10%7CA10%5D%5D%3A+Artikel+yang+sudah+jatuh+tempo+perbaikan+atau+terjadi+duplikasi+-.A10
Jika artikel ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa artikel ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
Ir. Drs. Abdul Rahman Ma'mun, MIP atau biasa dipanggil Aman merupakan dosen[1][2], akademisi[3], penulis[4], dan wartawan. Aman terpilih menjadi komisioner termuda dan menjadi Ketua Komisi Informasi Pusat untuk periode 2011-2013[5]. Bersama KIP, Aman aktif menerapkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU ini menjamin hak publik atas informasi, transparansi dan tata kelola pemerintahan yang baik[6].
Pada 2011 dan 2012 Aman menginisiasi monitoring dan evaluasi terhadap kementerian dan lembaga negara dalam implementasi keterbukaan informasi. Caranya dengan melakukan penilaian dan pemeringkatan badan publik terbaik dalam keterbukaan informasi publik[7].
Keterbukaan Informasi Publik
Guna mendorong transparansi pemerintahan Aman[8] juga terlibat sebagai Tim Inti Open Government Indonesia (OGI)[9][10] dan program IMAGES (Improving Ministries and Agencies Website for Budget Transparency), bagian dari gerakan Open Government Indonesia insiatif Universitas Paramadina, media dan organisasi masyarakat sipil. Inisiatif ini didukung UKP4 (Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Ombudsman-RI, dan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres).[11] Program ini memberikan penghargaan e-Transparency Award pada 2013 dan 2014 kepada kementerian dan lembaga negara yang menerapkan transparansi melalui website resminya.[12]
Meski menggalakkan transparansi di pemerintahan namun ia mengingatkan untuk melindungi informasi dikecualikan atau rahasia. Ketika muncul kasus kebocoran surat perintah penyidikan (spindik) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aman mengingatkan bahwa pelaku pembocor informasi rahasia dapat diancam pidana.[13] Hal ini didukung oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, bahwa meski maksudnya baik, bila pembocornya adalah internal KPK maka bisa kena sanksi kode etik dan pidana.[14] Dugaan bocornya dokumen sprindik yang memuat status tersangka Anas Urbaningrum membuat KPK membentuk Tim Investigasi yang akan menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik bila ada internal KPK yang membocorkannya.
Sebaliknya bila ada informasi publik yang ditutup-tutupi, seperti kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyebabkan puluhan pegawai KPK diberhentikan, Aman juga angkat suara dengan menyatakan bahwa bila ada kepentingan publik yang lebih besar, maka akses informasi bisa diberikan sebagian sesuai kepentingan publik tersebut.[15] Meskipun akhirnya putusan sidang sengketa informasi di KIP menolak permintaan informasi soal TWK yang diminta oleh para pegawai KPK tersebut, dengan alasan informasi TWK tergolong dikecualikan(rahasia) tidak dikuasai oleh KPK.[16]
Sebagai akademikus Aman mengajar Komunikasi Politik sebagai Dosen[17] di Universitas Paramadina, melakukan penelitian, menulis dan menerbitkan publikasi ilmiah dalam bentuk jurnal dan buku[18] dan artikel atau kolom di media massa. Karya jurnalisme, artikel kolom dan esai karyanya sebagai penulis[19]dimuat di berbagai media, seperti TEMPO[20], GATRA [21], Jawa Pos [22], Kumparan.com[23], Kedaulatan Rakyat, Panji Masyarakat[24]