Waduk Gajah Mungkur

salah satu danau di dunia
Revisi sejak 15 Januari 2023 12.07 oleh Ardfeb (bicara | kontrib) (Penambahan info)

Waduk Gajah Mungkur (bahasa Jawa: ꦮꦝꦸꦏ꧀ꦒꦗꦃ​ꦩꦸꦁꦏꦸꦂ, translit. Wadhuk Gajah Mungkur) adalah sebuah waduk yang terletak 6 kilometer di selatan pusat perkotaan Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Waduk ini dibuat dengan cara membendung sungai terpanjang di Pulau Jawa, yakni Bengawan Solo. Waduk ini adalah waduk terakhir di Indonesia yang dibangun sendiri oleh Kementerian Pekerjaan Umum.[1]

Waduk Gajah Mungkur
NamaWaduk Wonogiri
LokasiWuryorejo, Wonogiri, Wonogiri, Jawa Tengah
KegunaanSerbaguna
StatusBeroperasi
Mulai dibangun1976
Mulai dioperasikan17 November 1981
Biaya konstruksiUS$ 111.056.000
PemilikKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
KontraktorProyek Bengawan Solo
PerancangNippon Koei
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan
Tinggi30 m
Panjang830 m
Volume bendungan1.220.000 m3
Ketinggian di puncak142 mdpl
MembendungBengawan Solo
Jumlah pelimpah1
Tipe pelimpahOgee
Waduk
Kapasitas normal560.000.000 m3
Kapasitas aktif440.000.000 m3
Kapasitas nonaktif120.000.000 m3
Luas tangkapan1.350 km2
Luas genangan7.360 hektar[1]
PLTA Wonogiri
PengelolaPLN Indonesia Power
JenisKonvensional
Jumlah turbin2
Kapasitas terpasang12,4 MW
Produksi tahunan32.600 MWh

Waduk ini dinamakan Gajah Mungkur, karena terletak tidak jauh dari Pegunungan Gajah Mungkur di sisi barat waduk. Luas daerah tangkapan air (DTA) dari waduk ini mencapai 1.350 km2, dengan airnya dipasok oleh Bengawan Solo dan sejumlah anak sungainya, seperti Sungai Kaduang, Sungai Tirtomoyo, Sungai Parangjoho, Sungai Temon, dan Sungai Posong. Luas genangan maksimum dari waduk ini mencapai 9.100 hektar[1] yang mencakup tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Wonogiri, Ngadirojo, Nguntoronadi, Baturetno, Giriwoyo, Eromoko, dan Wuryantoro. Bendungan dari waduk ini dibangun di Desa Pokohkidul, Kecamatan Wonogiri.

Sejarah

Hingga pertengahan dekade 1970-an, Bengawan Solo selalu meluap di musim hujan, sehingga menyebabkan banjir seluas sekitar 93.600 hektar. Tetapi, di musim kemarau, debit air Bengawan Solo tidak terlalu besar, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan air dari masyarakat sekitar. Pada tahun 1975, JICA pun mulai mengadakan studi kelayakan mengenai pembangunan waduk ini, dan JICA kemudian menunjuk Nippon Koei untuk merancang waduk ini. Waduk ini lalu dibangun sendiri oleh Kementerian Pekerjaan Umum mulai tahun 1976 melalui "Badan Pelaksana Proyek Serbaguna Bengawan Solo" atau biasa disingkat menjadi "Proyek Bengawan Solo" (PBS). Selain pembangunan waduk, juga dilakukan pembangunan saluran listrik udara dari Wonogiri hingga Wuryantoro, serta pemindahan kabel telepon sepanjang 44 kilometer dan jalan raya sepanjang 43,4 kilometer dari Wonogiri hingga Talunombo.[1]

Untuk memungkinkan pembangunan waduk ini, sekitar 41.369 orang warga yang tinggal di 45 desa di 6 kecamatan di Wonogiri pun harus dipindah. Sebagian besar kemudian mengikuti program transmigrasi ke Sumatera. Selain itu, untuk memungkinkan pemindahan jalan raya, tanah seluas 10.156 hektar juga harus dibebaskan. Ganti rugi atas tanah-tanah tersebut diberikan secara bertahap untuk menghindari terjadinya fenomena "kaya mendadak". Bendungan dari waduk ini kemudian dibangun di dekat pertemuan antara Bengawan Solo dengan Sungai Kedawung. Waduk ini lalu mulai diisi pada bulan Juli 1981, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 17 November 1981. Pembangunan waduk ini menghabiskan biaya sebesar US$ 111,056 juta atau sekitar Rp 69,5 milyar.[1]

Pada tahun 1987, terjadi musim kemarau panjang, sehingga pola operasi PLTA dari waduk ini harus disesuaikan atas izin dari Gubernur Jawa Tengah, agar kebutuhan air irigasi tetap dapat terpenuhi. Musim kemarau panjang juga kembali terjadi sepuluh tahun kemudian.

Sedimentasi

Waduk ini direncanakan berumur 100 tahun. Namun, terjadinya sedimentasi menyebabkan umur waduk ini diperkirakan tidak akan selama itu. Jasa Tirta I sebagai pengelola waduk inipun berupaya semaksimal mungkin untuk merawat waduk ini. Kerusakan daerah aliran sungai (DAS) yang parah menyebabkan sedimentasi waduk sangat tinggi.[2]

Pada tahun 2003, untuk mencegah terjadinya penyumbatan terhadap lubang pengambilan air (intake) dari waduk ini, dengan menggunakan hibah dari pemerintah Jepang, antara lain dilakukan pembersihan terhadap sampah dan sedimen yang menumpuk di depan lubang intake, serta perbaikan terhadap pintu dan katup pengambilan air.[1]

Pemanfaatan

Waduk Gajah Mungkur dibangun sebagai pengendalian banjir (flood control) sungai Bengawan Solo, dari 4000 m3/detik menjadi 400 m3/detik, sesuai kapasitas maksimum alur sungai di hilir bendungan. Selain itu Waduk Gajah Mungkur bisa mengairi sawah seluas 23.600 ha di daerah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen. Selain untuk memasok air minum Kota Wonogiri dan sekitarnya juga menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt. Pada saat ini pembangkit listrik PLTA ini dikelola oleh anak perusahaan PLN, yaitu PT. Indonesia Power Unit Mrica. Waduk Gajah Mungkur juga merupakan tempat rekreasi yang sangat indah. Di sini tersedia kapal boat untuk mengelilingi perairan, juga sebagai tempat memancing. Selain itu dapat pula menikmati olahraga layang gantung (Gantole). Terdapat juga taman rekreasi "Sendang" yang terletak 6 km arah selatan Kota Wonogiri. Pada musim kemarau, debit air waduk akan kecil dan sebagian dari dasar waduk kelihatan. Dasar waduk yang di pinggiran dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk menanami tanaman semusim, seperti jagung.

Referensi

  1. ^ a b c d e f Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1. 
  2. ^ "Jasa Tirta Kewalahan Atasi Sedimentasi Waduk Gajah Mungkur" Diarsipkan 2016-03-06 di Wayback Machine., tempo.co.id, diakses oktober 2011