Sejarah Indramayu
Artikel ini memiliki beberapa masalah. Tolong bantu memperbaikinya atau diskusikan masalah-masalah ini di halaman pembicaraannya. (Pelajari bagaimana dan kapan saat yang tepat untuk menghapus templat pesan ini)
|
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 yang telah disahkah pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu.
Penetapan itu ditetapkan pada Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 yang jatuh pada hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H. Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Latar belakang
Berawal dari Kerajaan Sriwijaya yang memperluas wilayah kekuasaannya di nusantara, yang mana Kerajaan Sriwijaya ini berhasil menduduki seluruh pulau Jawa di abad ke-9 Masehi hingga abad ke-13 Masehi.
Pada abad ke-13 Masehi Kerajaan Singhasari mulai melakukan perluasan wilayah dengan Pamalayu di selatan pulau Jawa dan di pesisir utara pulau Jawa dari Surabaya, Gresik, Tuban, Jepara, Demak, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, Cirebon, Kuningan, dan Indramayu.
Kerajaan Singhasari mulai digantikan oleh Kerajaan Majapahit, yang mana wilayah kekuasaan Singhasari di nusantara menjadi kekuasaan Majapahit abad ke-14 Masehi. Pada tahun 1351 Masehi Prabu Hayam Wuruk membagi wilayah kekuasaannya menjadi 14 administratif kerajaan bawahan atau vasal.[1][2]
Catatan sejarah
Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1 sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527.[3][4]
Babad Dermayu
Menurut Babad Dermayu penghuni pertama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen di Jawa Tengah, putra Tumenggung Gagak Singalodra yang dikenal gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat, dan bertapa.
Suatu saat Raden Wiralodra sedang tapa brata dan semedi di perbukitan Melaya di kaki gunung Sumbing, setelah melewati masa tiga tahun ia mendapat wangsit;
"Hai Wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah sungai Cimanuk. Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana."
Dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana, berangkatlah mereka ke arah barat untuk mencari sungai Cimanuk. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai (kemungkinan sungai Citarum), Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka, tetapi orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan Cimanuk karna Cimanuk telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah berkata demikian orang tersebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 1474 – 1513.
Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk, tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara "Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah Sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah sungai Cimanuk yang tuan cari". Ki Sidum adalah seorang ulama besar dari Ligung, Majalengka yang pulang berkelana dari Banten untuk pulang ke Ligung kemudian bertemu dengan Raden Arya Wiralodra. Makom dan petilasannya ada di Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka.
Saat mereka melanjutkan perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk dipersunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengeluarkan Cakranya kearah Larawana, gadis itupun lenyap bersamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralodra tertidur dan bermimpi bertemu Ki Sidum, dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang kelak akan menjadi tempat bermukim.
Setelah ada kepastian lewat mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka menetap di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. Pedukuhan Cimanuk makin hari makin banyak penghuninya. Diantaranya seorang wanita cantik bernama Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan Makam Selawe.
Untuk menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra maka dia meloncat terjun ke dalam sungai Cimanuk dan mengakui kekalahannya. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan, "Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini".
Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan "Darma Ayu" yang di kemudian hari menjadi "Indramayu".[3]
Sumber lain
Cerita pedukuhan Darma Ayu adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara lain:
- Berita yang bersumber pada Babad Cirebon bahwa seorang saudagar China beragama Islam bernama Ki Dampu Awang datang ke Cirebon pada tahun 1415. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini dapat disimpulkan bahwa Desa Junti sudah ada sejak tahun 1415.[5]
- Catatan dalam buku Purwaka Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan, dimana pada tahun 1417 M Sunan Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan.[6]
- Di tengah kota Indramayu ada sebuah desa yang bernama Desa Lemahabang, nama itu ada kaitannya dengan nama salah seorang Wali Songo Syekh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syekh Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya (1450 – 1406) Syekh Lemah Abang pernah tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk mengajarkan agama Islam.
Setelah bangsa Portugis pada tahun 1511 menguasai Malaka antara 1513-1515 pemerintah Portugis mengirimkan Tom Pires ke Jawa. Dalam catatan harian Tom Pires terdapat data- data bahwa:[7]
- Tahun 1513–1515 pedukuhan Cimanuk sudah ada bahkan sudah mempunyai pelabuhan
- Pedukuhan Cimanuk ada dalam wilayah kerajaan Sunda (Pajajaran)
Melihat bukti-bukti atau sumber di atas diperkirakan pada akhir abad XVI M daerah Indramayu sekarang atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia.[4]
Referensi
- ^ "Kerajaan vasal Majapahit.net". Diakses tanggal 2020-2-12.
- ^ "Kerajaan-kerajaan vasal Majapahit". Diakses tanggal 2022-23-8.
- ^ a b "Endang Darma Ayu Dan Ki Tinggil Pendiri Indramayu". asumsirakyat.id. Sabtu, 26 Maret 2022. Diakses tanggal 2 Januari 2023.
- ^ a b "Sejarah Kabupaten Indramayu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-20. Diakses tanggal 2020-07-20.
- ^ Babad Cirebon (Lihat #Daftar pustaka)
- ^ "Cerita Purwaka Caruban Nagari". Cirebon Me. 2011-12-07. Diakses tanggal 2015-01-16.
- ^ "Teori Penyebaran Islam Menurut Tome Pires". Kompas. 10 Juni 2020. Diakses tanggal 2 Januari 2022.
Daftar pustaka
- Buku Sejarah Indramayu (cetakan ke 2) terbitan pemerintah Kabupaten DT II Indramayu
- Tidak diketahui. Babad Dermayu. 170 halaman.
- Tidak diketahui. Babad Cirebon. No. barcode: 00001940623. No. Panggil: BR 107. 161 hlm. [s.n] : [s.l], [s.a].