Konflik Sampit

kerusuhan antar etnis di Indonesia

Konflik Sampit atau Perang Sampit atau Tragedi Sampit[6] adalah sebuah peristiwa Kerusuhan antar-etnis yang terjadi di pulau Kalimantan pada tahun 2001.[7] bermula sejak 18 Februari 2001, Konflik ini berlangsung sepanjang tahun tersebut. Konflik ini pecah di kota Sampit, Kalimantan Tengah sebelum pada akhirnya meluas ke seluruh provinsi di Kalimantan, termasuk ibu kota Palangka Raya.[2][3]

Konflik Sampit
Bagian dari Indonesia dalam tahun 2001

Ngayau (pemotongan kepala) yang terjadi di Sampit pada Februari 2001.
LokasiKalimantan,[a]
Pihak terlibat
Suku Dayak[1][2] Suku Madura[3]
Kekuatan

32,000 di kota Sampit

1,500.000 di seluruh Kalimantan Tengah
90,000 di kota Sampit.[b]
Korban
150 terbunuh

1000 terbunuh

& 100,000 mengungsi[5]

Konflik ini melibatkan dua buah etnis antara suku Dayak asli dan warga Imigran Madura dari pulau Madura.[8] Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak.[9] Konflik ini mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal di Kalimantan.[10] Dari laporan data, tidak sedikit warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh masyarakat Dayak dalam konflik ini.[11]

Latar belakang

Angel mauly lonthe

Pemenggalan kepala

Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak selama konflik ini. Suku Dayak memiliki sejarah praktik ritual pemburuan kepala (Ngayau), meski praktik ini dianggap musnah pada awal abad ke-20.[12][13]

Dampak

Skala pembantaian membuat militer dan polisi sulit mengontrol situasi di Kalimantan Tengah. Pasukan bantuan dikirim untuk membantu pasukan yang sudah ditempatkan di provinsi ini. Pada 18 Februari, suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu otak pelaku di belakang serangan ini.[5] Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Polisi juga menahan sejumlah perusuh setelah pembantaian pertama. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya sambil meminta pelepasan para tahanan. Polisi memenuhi permintaan ini dan pada 28 Februari, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan,[4] namun kerusuhan sporadis terus berlanjut sepanjang tahun.[14]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Horrors of Borneo massacre emerge". BBC. February 27, 2001. Diakses tanggal August 13, 2008. 
  2. ^ a b c Sampit Berdarah, Dayak
  3. ^ a b Konflik Sampit, Madura
  4. ^ a b "Chronology of violence in Central Kalimantan". Indahnesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  5. ^ a b Rochman, Achwan; Hari, Nugroho; Dody, Prayogo; Suprayoga, Hadi (2005). Overcoming Violent Conflict: Peace and Development Analysis in West Kalimantan, Central Kalimantan and Madura (PDF). Jakarta, Indonesia: United Nations Development Programme. hlm. 11–12. ISBN 979-99878-2-2. Diakses tanggal April 29, 2019. 
  6. ^ "Sampit jadi lautan api (Kalimantan)". e-borneo.com. 2001-2-22. Diakses tanggal 2019-4-15. 
  7. ^ Rinaldo (18 Februari 2019). Ayuningtyas, Rita, ed. "Kerusuhan Sampit, Kegagalan Merawat Perbedaan 18 Tahun Silam". Liputan6.com. Diakses tanggal 2 Agustus 2020. 
  8. ^ Rinakit, Sukardi (2005). The Indonesian Military After the New Order. Nordic Institute of Asian Studies. ISBN 8791114063. 
  9. ^ Singh, Daljit (2003). Southeast Asian Affairs 2002. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9812301623. 
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama flashpoint
  11. ^ "Horrors of Borneo massacre emerge". BBC. February 27, 2001. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  12. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama cnn
  13. ^ "Beheading: A Dayak ritual". BBC. February 23, 2001. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  14. ^ Liputan6.com (2002-04-05). "Puluhan Dalang Kerusuhan Sampit Diadili di Banjarmasin". liputan6.com. Diakses tanggal 2022-08-06. 

Catatan Kaki

  1. ^ Pertempuran meluas dengan cepat selama bulan Februari hingga Mei dan terus berlangsung sepanjang tahun tersebut.[2] Hampir seluruh wilayah di Pulau Kalimantan terlibat dalam kerusuhan ini, kecuali Pangkalan Bun. Hal itu dikarenakan hampir tidak ada orang Madura disana.[4]
  2. ^ tidak ada data pasti untuk daerah lain

Bacaan lanjutan