Alim Markus

alimmarkus

Alim Markus lahir di Surabaya, 24 September 1951 adalah pengusaha Indonesia sekaligus sebagai pemilik bisnis Maspion Group. Ia mengambil kursus manajemen di Pan Pacific Professional Management, Taiwan. Sejak Tahun 1971 sampai saat ini ia menjabat sebagai Presiden Direktur Maspion Group.

Ia pernah menjadi anggota Dewan Ekonomi Presiden.


Alim Markus


“Saya Satu-Satunya Konglomerat yang Kembali Saat Kerusuhan Mei 1998”

Masih ingat slogan "Cintailah Produk-Produk Indonesia" yang dilontarkan Alim Markus? Bagi pria kelahiran Surabaya, 24 September 1951, ini slogan tersebut cermin semangat nasionalisme, yang harus terus dibangkitkan. Untuk memelihara semangat itu, di perusahaannya, setiap peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus, ia masih rutin menjadi inspektur upacara.


Mengapa ini penting bagi Alim Markus? Apa relevansinya dengan bisnis Grup Maspion, yang dulu kerap didemo karyawan? Ke mana ia berekspansi? Kepada Fadjar Adrianto dan Yudit Marendra dari Warta Ekonomi, Rabu (25/7) pagi di Hotel Mulia, Jakarta, sambil sarapan, Alim Markus bertutur panjang tentang semua itu. Petikannya:

Apa makna kemerdekaan bagi Anda?

Saya selalu memperingati 17 Agustus di kompleks Maspion, mulai pukul 07.00–08.00. Saya jadi inspektur upacara untuk 1.500-an orang, terdiri dari pimpinan, staf, dan karyawan—total karyawan Maspion hampir 27.000. Mengapa? Sebab, saya ingin mereka ada nasionalisme. Bekerja di Maspion bukan untuk Maspion, tetapi untuk Indonesia. Melalui Maspion kita membangun negara. Kalau barang-barang kita tidak bisa bersaing dengan produk impor, kita belum merdeka. Kita masih dijajah. Dari sanalah saya ingin membangkitkan nasionalisme. Kadang saya ikut upacara di kantor gubernur atau istana. Saya harus tampil untuk menunjukkan negara kita negara besar, walau saat ini sedang terpuruk. Harus tetap ada harapan dan keyakinan.

Mengapa Anda begitu yakin atau punya harapan?

Sebab, keajaiban ekonomi akan terjadi di Asia. Revolusi pertama di Eropa, kedua di Amerika, dan ketiga bakal di Asia. Sederhana saja, Eropa sudah kaya pada abad ke-18, Amerika abad ke-19. Jadi, seperti keluarga orang kaya, anak-anaknya cenderung malas, enggan bekerja, dan lebih ingin menikmati. Nah, abad ke-20 atau ke-21 saatnya Asia. Mengapa Asia, bukan Afrika? Jumlah penduduk Afrika lebih sedikit dibanding Asia. Di Afrika, kekayaannya, terutama minyak, lebih dinikmati kalangan atas yang begitu kaya, sehingga pemikirannya lain.

Apa kiat Anda mengelola karyawan yang begitu banyak?

Mereka harus diperlakukan manusiawi. Anda lihat gambar tiga daun di logo Maspion. Itulah tiga prinsip dasar kami. Daun pertama, perkembangan SDM adalah nomor satu. Daun kedua, kami berkembang bersama mitra, yaitu pemasok, distributor, dan pemerintahan. Jadi, bukan hanya shareholder, tetapi stakeholder. Daun ketiga, kami berusaha menciptakan hari depan yang lebih baik.

Untuk internal, kami ada corporate culture berdasarkan tiga prinsip. Pertama, harus paham dan taat kepada hukum. Kalau Anda orasi, oke-oke saja. Namun, kalau Anda demo sampai perusahaan berhenti berproduksi, dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, Anda bisa dituntut secara perdata. Kalau Anda anarki, itu pidana. Perusahaan harus berani menuntut. Namun, sebelum menuntut, perusahaan harus berani mengoreksi diri sendiri, seperti apakah sudah memenuhi peraturan, khususnya UMR. Kini, penghasilan karyawan Maspion jauh di atas UMR. Kedua, jangan merusak lingkungan hidup. Ketiga, harus manusiawi.

Apa arti “Maspion”?

Maspion awalnya bernama Maspioneer. Namun, 41 tahun lalu, Panji Witjaksana dari Pioneer komplain ke saya. Kata dia, “Pak Alim, nama perusahaan saya Pioneer, sementara perusahaan Anda adalah Maspioneer. Ini tidak baik.” Oke, akhirnya saya potong buntutnya, tinggal Maspion. Ternyata, ini lebih baik dan mudah diucapkan. Dalam bahasa Indonesia, Maspion artinya Mengajak Anda Selalu Percaya Industri Olahan Nasional. Dalam bahasa Inggris, “Mr. Alim, what is Maspion?” Saya jawab, “Maspion is Master Champion,” ... hahaha. Sekarang nama Maspion malah jadi hoki. Oleh karena buntutnya dipotong, malah jadi manusia sempurna... hahaha.

Dulu, ribuan buruh Anda kerap berdemonstrasi. Anda stres?

Kalau tidak stres, berarti saya bukan manusia. Namun, saya percaya diri karena punya hubungan pribadi yang baik dengan karyawan. (Alim Markus lalu berdiri....) Pernah, ketika pertama kali demo dibolehkan, saya dikerubungi 15.000-an karyawan. Ramai sekali. Biasalah orang Indonesia, biasanya tidak boleh demo, begitu dibolehkan, kebablasan. Antara “demokrasi” dan “demonstrasi” hanya berbe