A kara

Revisi sejak 13 Juni 2009 15.21 oleh M. Adiputra (bicara | kontrib) (new)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

A atau A kara adalah salah satu aksara swara (huruf vokal) dalam sistem penulisan aksara Bali. Aksara ini melambangkan bunyi /a/, sama halnya seperti aksara (A) dalam aksara Dewanagari, huruf A dalam alfabet Latin, atau huruf alfa (α) dalam alfabet Yunani. Aksara ini termasuk ke dalam warga Kanthya (Gutturals),[1] yaitu kelompok aksara yang melambangkan bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke langit-langit mulut dekat kerongkongan.[1] Bentuk huruf A dalam aksara Bali mirip dengan huruf (A) dalam aksara Dewanagari. Jika dialihaksarakan dari aksara Bali ke huruf Latin, maka A kara ditulis "A".

A kara
Huruf LatinA
Fonem[a] atau [ə]
Warga aksaraKanthya
(konsonan velar)
GantunganBerkas:— (memakai gantungan Ha)

Penggunaan

A kara hanya digunakan apabila menulis bahasa non-Bali[2] (contohnya bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno) dengan menggunakan aksara Bali, atau untuk menulis kata serapan dari bahasa non-Bali dengan menggunakan aksara Bali. Contoh kata dalam bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali, yaitu: Arjuna (dari bahasa Sanskerta: Arjuna), aksara (dari bahasa Sanskerta: ākshara), agama (dari bahasa Sanskerta: āgama), arta (dari bahasa Sanskerta: artha), dan lain-lain. Kata-kata tersebut layak ditulis memakai A kara. Selain itu, A kara hanya digunakan sebagai huruf awal suatu kata, jadi hanya boleh ditulis pada awal kata.

A kara tidak digunakan apabila menulis kata-kata yang memang berasal dari bahasa Bali, atau bukan bahasa Bali yang diserap dari bahasa non-Bali. Contohnya antara lain: amah, aba, apang, ajum, dll. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai aksara "ha" yang dapat melambangkan dua bunyi, yaitu /h/ dan /ə/, tergantung kata apa yang ditulis.

A kara tidak memiliki gantungan huruf. Sebagai penggantinya, dianjurkan memakai gantungan aksara Ha.

A kara yang dibubuhi oleh tanda ulu candra dianggap aksara suci bagi Dewa Brahma oleh penganut agama Hindu di Bali. A kara yang dibubuhi ulu candra tersebut dibaca "Ang". Kombinasi antara A kara (Ang) dengan U (Ung) dan M (Mang) menghasilkan simbol Aum atau Om, simbol yang dikeramatkan oleh umat Hindu.

A kara dirgha

A kara yang melambangkan bunyi /a/ panjang (/ɑː/) disebut A kara dirgha (secara harfiah, dirgha berarti panjang). Bentuknya merupakan gabungan antara tedung dengan A kara biasa (A kara hrasua atau A kara berbunyi pendek). Bila A kara dirgha dialihaksarakan ke dalam huruf Latin, maka ditulis "ā" atau "aa". Namun, seiring perkembangan zaman, pengucapan suara /ɑː/ ("a" panjang) dengan /a/ ("a" pendek) dalam bahasa Bali sudah jarang dibedakan lagi. Dengan kata lain, pengucapannya disamakan, seolah-olah suara panjang dan pendek tidak ada bedanya.[3] Misalnya kata "aagama" diucapkan "agama", kata "aaksara" diucapkan "aksara", dll. Namun apabila menulis lontar, kidung, dan mantra-mantra, aturan mengenai suara panjang dan pendek masih tetap diperhatikan, dan pada saat itulah A kara dirgha digunakan.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b Surada, hal. 6.
  2. ^ Tinggen, hal. 11.
  3. ^ Tinggen, hal. 7.

Referensi

  • Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
  • Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.
  • Simpen, I Wayan. Pasang Aksara Bali. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.