Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh (atau Abubakar Aceh atau Abu Bakar Aceh atau Hadji Aboebakar) ( 18 April 1909 – 17 Desember 1979) adalah cendekiawan terkenal dari Aceh sekaligus penulis buku-buku keagamaan, filsafat dan kebudayaan.[1]

Prof. Dr. KH.
Aboebakar Atjeh
LahirAboebakar
(1909-04-28)28 April 1909
Aceh Darussalam
Meninggal17 Desember 1979
Jakarta, Indonesia
MakamTPU Karet Bivak, Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
PekerjaanPenulis, Politikus, Ulama
Partai politik Partai Masyumi
Golkar
Suami/istriSoewami
Soekarti
AnakUmarah Sri Angsani

Inayah Sri Soewami
Muhammad Furqan
Maisarah
Rahmah Sri Wardani

Farhan
Orang tua
  • Sjah Abdurrahman (bapak)
  • Hajjah Na'in (ibu)
PenghormatanDoktor Honoris Causa dari Universitas Islam Jakarta

Sebagian versi mengungkapkan ia lahir di Kutaradja, sedangkan versi lain mengungkapkan di Peureumeu, Kabupaten Aceh Barat. Orangtuanya merupakan pasangan ulama. Ayahnya bernama Sjah Abdurahman, imam Masjid Raya Kutaradja (sekarang lebih sering disebut sebagai Masjid Raya Baiturrahman). Sedangkan ibunya bernama Hajjah Na'in.

Tambahan “Atjeh” di belakang namanya merupakan pemberian Presiden Soekarno yang kagum akan keluasan ilmu putra Aceh ini. “Ensiklopedia Berjalan” adalah sebutan teman-temannya tentang hakikat ilmu pengetahuannya.

Nama Aboebakar Atjeh masuk dalam buku Seratus Tokoh Islam yang Paling Berpengaruh di Indonesia yang ditulis oleh Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza.[2]

Riwayat Hidup

Pendidikan

Sejak kecil belajar di beberapa dayah terkenal di Aceh, diantaranya dayah Teungku Haji Abdussalam Meuraxa dan dayah Manyang Tuanku Raja Keumala Peulanggahan di Kutaraja (Banda Aceh). Juga belajar di Volkschool Meulaboh dan Kweekschool Islamijah Sumatra Barat. Kemudian pindah ke Yogyakarta dan Jakarta di sini ia mempelajari beberapa bahasa asing melalui kursus-kursus. Ia menguasai bahasa Arab, Belanda, Inggris dan memahami bahasa Jepang, Perancis dan Jerman. Ia juga mengerti beberapa bahasa daerah seperti bahasa Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda dan Gayo. Pernah menuntut ilmu di Mekkah meskipun smentara.[3]

Pengalaman

Pada masa-masa mudanya aktif di sejumlah ormas dan partai. Pada 1923 aktif di Sarekat Islam di Aceh Barat. Lalu pada 1924 di Muhammadiyah dan di Partai Masyumi sejak 1946. Setelah Pemilu 1955, ia yang dikenal tawadhu dan tidak suka menonjolkan diri itu masuk menjadi anggota Konstituante mewakili Partai Masyumi.

Pada masa sebelum kemerdekaan, zaman pendudukan Jepang, dan zaman setelah proklamasi, ia banyak melakukan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Kegiatan itu antara lain, mendirikan Muhammadiyyah di Kutaraja (1924), bekerja sebagai pegawai rendahan, kemudian menjadi pegawai senior. Pada zaman Belanda sebagai pustakawan dan editor pada Kantor Urusan Dalam Negeri (1930 – 1941). Di masa pendudukan Jepang, ia menjadi pemimpin asrama dan pegawai perpustakaan pada Shomubu Nito Syoki (1944), di samping menjadi guru pada Latihan Kursus Kiai.[4]

Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia menjadi pegawai pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1945). Kemudian ia menjabat Kepala Perpustakaan Islam Kementerian Agama di Yogyakarta (1946), anggota pemimpin Partai Masyumi di Yogyakarta (1946), dan menjadi Pegawai Tinggi pada Departemen (Kementerian) Agama Republik Indonesia (1947 – 1955). Pada tahun 1950, ia menjadi pimpinan editor majalah mimbar agama, majalah resmi Departemen Agama. Pada tahun 1948 bersama menteri agama waktu itu KH Masjkur, ia memelopori gagasan penulisan Al-Qur’an Pusaka. Al-Qur’an tersebut berukauran 65 x 120 cm dan kini disimpan di Masjid Baitur Rahim, Istana Negara, Jakarta.

Abu Bakar Atjeh juga tercatat sebagai anggota pengurus penulisan sejarah untuk Monumen Nasional; menjadi salah seorang anggota panitia pembangunan Masjid *Istiqlal Jakarta; seorang pencetus berdirinya Masjid Agung al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; turut mendirikan Perpustakaan Kutub Khannah Iskandar Muda di Banda Aceh (1949-950); dan mendirikan serta menjadi pengurus Perpustakaan Islam di Jakarta yang kemudian dipindahkan di Yogyakarta.[5][6]

Kedekatan dengan KH. Wahid Hasyim dan Kalangan Pesantren

Pada masa kepemimpinan Menteri Agama KH. Wahid Hasyim, Aboebakar Atjeh bekerja di Departemen Agama untuk membantu menteri dalam urusan penataan pelayanan haji. Selanjutnya, dipercaya oleh KH. Wahid Hasyim memimpin jamaah haji ke Mekah pada 1953. Karena keluasan ilmu dan kacakapannya dalam tulis-menulis ia juga dipercaya mengomandani bidang publikasi Departemen Agama, sebelum kemudian menjadi staf ahli Menteri Agama.

Setelah KH. Wahid Hasyim wafat pada 18 April 1953, Aboebakar Atjeh langsung mengambil inisiatif untuk menulis biografi dan pemikiran KH. Wahid Hasyim sebagai wujud penghormatan kepada tokoh NU tersebut. Empat tahun kemudian, buku itu terbit di Jakarta (kini sudah dicetak ulang pada 2011 oleh Panitia 1 Abad KH Wahid Hasyim).[7]

Pengalamannya dalam menulis buku tentang KH. Wahid Hasyim tersebut dimulai pada waktu Menteri Agama KH Masjkur, pengganti Kiai Wahid, menggelar acara peringatan setahun wafatnya KH. Wahid Hasyim dengan menyerahkan lukisan tentang KH. Wahid Hasyim kepada Nyonya Solehah, sang istri KH. Wahid Hasyim yang juga ibunda dari Abdurrahman Wahid. Kemudian dibentuklah panitia peringatan yang salah satunya berbentuk penerbitan biografi KH. Wahid Hasyim. Dan Aboebakar Atjeh selaku Kepala Bagian Penerbitan Kementerian Agama ditunjuk sebagai penulis.[8]

Aboebakar Atjeh dikenal tekun menggarap penulisan biografi tersebut. Ia bekerja siang dan malam menghubungi para keluarga KH. Wahid Hasyim hingga mengumpulkan foto-foto serta tulisan-tulisan yang pernah dimuat media. Salah seorang yang dihubungi untuk memperkaya bahan-bahan tersebut adalah KH. Abdul Karim Hasyim (dikenal Akarhanaf), adik KH. Wahid Hasyim.

Setelah setahun mengumpulkan semuanya, ia mulai menulis, hingga menjadi buku seperti sekarang. Buku ini menunjukkan keluasan dan kedalaman pengetahuan Aboebakar tentang pesantren dan dunia ulama. Kedekatan dan keakrabannya dengan kalangan reformis-modernis selama di Yogyakarta, tidak menghalanginya juga untuk membangun suasana harmonis dengan komunitas pesantren. Dalam sejumlah tulisannya, Aboebakar menunjukkan kekagumannya dan bahkan menimba banyak dari tradisi keilmuan pesantren.[9]

Dalam satu tulisannya, “Kebangkitan Dunia Baru Islam di Indonesia”, untuk satu bab buku terjemahan Stoddard, Dunia Baru Islam (1966), ia menunjukkan kontribusi masing-masing, yang reformis-modernis-tradisi maupun Kaum Tua-Kaum Muda, bagi kemerdekaan Indonesia. Semua tulisan diarahkan pada pendekatan rekonsiliasi, titik temu dan pencarian sintesis-sintesis baru bagi kemajuan dan pengumpulan kekuatan bangsa ini. Isi tulisan macam ini tidak kita temukan pada sejumlah sarjana Indonesia didikan Amerika, Eropa maupun Australia, yang selalu mencari titik lemah pada komunitas pesantren, pengumpulan titik kelemahan bangsa ini, serta penonjolan titik-titik tengkar di antara berbagai komponen bangsa ini.[10][11]

Kehidupan Pribadi

Keluarga

Aboebakar Atjeh memiliki dua orang istri, yaitu Soewami dan Soekarti. Pernikahannya dengan Soewami tidak dikaruniai anak, sedangkan pernikahannya dengan Soekarti dikaruniai 6 (enam) orang anak. Keenam anak tersebut adalah:

  1. Hj. Umarah Sri Angsani (menikah dengan H. Teuku Iskandar bin Teuku Akbar)
  2. Hj. Inayah Sri Soewami
  3. Muhammad Furqan (meninggal 2006)
  4. Maisarah Sri Widari
  5. Rahmah Sri Wardani (meninggal)
  6. Farhan A. (meninggal 2004)[12]

Hasil karya

Beberapa karya Aboebakar Atjeh:

  • Aceh dalam sejarah kebudayaan, sastra & kesenian[13]
  • Beberapa tjatatan mengenai da'wah Islam untuk Perguruan Tinggi Islam[14]
  • Sejarah Al-Qur'an[15]
  • Aliran Syiah di Nusantara[16]
  • Tekhnik Khutbah
  • Sejarah Ka’bah dan Manasik Haji [17][18]
  • Perjuangan Wanita Islam
  • Islam dan Kemerdekaan Beragama
  • Sejarah Masjid
  • Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf[19]
  • Pengantar Ilmu Tarekat
  • Ibn Arabi Tokoh Tasauw dan Filsafat Agama
  • Ilmu Fiqih Islam dalam Lima Mahzab[20]
  • Ahlussunnah Waljamaah
  • Ilmu Ketuhanan
  • Islam Sumber Djihad dan Idjtihad
  • Pendidikan Sufi
  • Sejarah Hidup Nabi Muhammad [21]
  • Sedjarah hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan karangan tersiar[22]
  • Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia
  • Syariah
  • Syiah Rasionalisme dalam Islam[23]
  • Tarikat dalam Tasawuf
  • Toleransi Nabi Muhammad dan Para Sahabatnya
  • Toleransi Nabi Muhammad dan para Sahabatnya, cet. II, 1984
  • Wasiat Ibn Arabi [24]
  • Mutiara Achlak [25]
  • Lee Sabooh Nang, buku bacaan anak-anak dalam bahasa Aceh
  • dan lain-lain.[26]

Selain itu juga menerjemahkan beberapa karya para penulis Eropa dan orientalis tentang sejarah Aceh ke dalam bahasa Indonesia. Menulis dalam bahasa Aceh buku pelajaran untuk sekolah-sekolah Aceh masa kolonial, seperti Meutia dan Lhee Saboh Nang. Ia juga turut membantu penyusunan kamus Aceh, Groot Atjehsch Woordenboek, yang dibuat oleh Husein Djajadiningrat.

Referensi

  1. ^ "Keringkasan filsafat achlak dalam Islam / Aboebakar Atjeh | OPAC Perpustakaan Nasional RI". opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  2. ^ "Haji Abu Bakar Aceh". www.nu.or.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-15. 
  3. ^ "Aboe Bakar Atjeh: Sang Ensiklopedia Berjalan". Diakses tanggal 2020-06-15. 
  4. ^ Ago, Cucorajain #aceh • 2 Years (2018-02-21). "Aboebakar Atjeh Sang Apotik Hidup". Steemit (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-15. 
  5. ^ Tempomedia (1979-12-29). "Meninggal dunia". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-15. 
  6. ^ "Menelisik Wahabi di Masjid Baiturrahman Aceh (2-Habis)". Republika Online. 2015-07-01. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  7. ^ "H. Aboebakar - Masjumi - Member Profiles". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  8. ^ Fealy, Greg (2012-01-01). Ijtihad Politik Ulama ; Sejarah NU 1952-1967. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-3381-00-8. 
  9. ^ Federspiel, Howard M. (2009). Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing. ISBN 978-602-8397-47-6. 
  10. ^ Abubakar Aceh; Santosa, Kholid O. (2017). Sejarah Syiah di Nusantara (edisi ke-Cetakan pertama). Cisaranten Kulon, Bandung: Sega Arsy. 
  11. ^ juniawandahlan (2016-10-04). "MENGENAL LEBIH DEKAT KH HASYIM ASY'ARI". Museum Kebangkitan Nasional (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-15. 
  12. ^ Haji Abu Bakar Aceh. 10. 
  13. ^ Aceh, Abubakar (1970). Aceh dalam sejarah kebudayaan, sastra & kesenian H. Aboebakar Atjeh. Alma'arif. 
  14. ^ Atjeh (Hadji.), Aboebakar; Aceh, Abubakar (1971). Beberapa tjatatan mengenai da'wah Islam untuk perguruan tinggi Islam. Ramadhani. 
  15. ^ Aceh, Abubakar (1952). Sedjarah Al-Qurän. Sinar Pudjangga. 
  16. ^ Aceh, Abubakar (1977). Aliran Syiʼah di Nusantara. Islamic Research Institute. 
  17. ^ Aceh, Abubakar; Abubakar, H. (1963). Sedjarah ka'bah dan manasik hadji (dalam bahasa Melayu). Bulan Bintang. 
  18. ^ "Sejarah ka'bah dan manasik haji / H. Abubakar Aceh | OPAC Perpustakaan Nasional RI". opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  19. ^ Aceh, Abubakar (1992). Pengantar sejarah Sufi & tasawwuf. ISBN 978-979-516-002-1. 
  20. ^ Aceh, Abubakar (1986). Ilmu fikah Islam dalam lima mazhab (dalam bahasa Melayu). Pustaka Antara. 
  21. ^ Aceh, Abubakar (1960). Sedjarah Hidup nabi Muhammad s. a. w: bersadjak (dalam bahasa Melayu). Toko Messir. 
  22. ^ Aceh, Abubakar (1957). Sedjarah hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan karangan tersiar. Panitya Buku Peringatan Alm. K.H.A. Wahid Hasjim. 
  23. ^ Aceh, Abubakar (1984). Syi'ah rasionalisme dalam Islam. Ramadhani, Sala. 
  24. ^ Aceh, Abubakar (2016). Wasiat Ibn Arabi. Sega Arsy. 
  25. ^ Aceh, Abubakar (1963). Mutiara achlak: filsafat dan pendidikan budi pekerti menurut adjaran al-Qurän. Bulan Bintang. 
  26. ^ Kaifahmi, Luthfi (2018-03-14). "PEMIKIRAN TASAWUF DAN TAREKAT PERSPEKTIF ABOEBAKAR ATJEH TAHUN 1948-1977" (dalam bahasa Inggris). IAIN SALATIGA. 

Baca pula