Lokomotif CC50

salah satu lokomotif uap di Indonesia
Revisi sejak 12 Maret 2023 22.18 oleh Ripi As (bicara | kontrib) (Penghapusan (nomor asli CC5017 (?)) Karena, lokomotif CC50 yang dipajang di Museum Transportasi TMII, adalah CC5001 yang asli. Buktinya, bisa dilihat dari detail kecil seperti bentuk cerobong, penyokan lantai kabin, dan yang pasti, tender yang diambil dari lokomotif CC5019 untuk menggantikan tender lama milik CC5001 yang telah rusak.)

Lokomotif CC50 adalah lokomotif uap jenis Mallet Artikulasi yang sebelumnya dimiliki oleh Staatsspoorwegen. Lokomotif ini diproduksi oleh pabrik Werkspoor, Belanda dan SLM, Swiss. Lokomotif ini memiliki susunan gandar (1C')C' (2-6-6-0).

Lokomotif CC50
Lokomotif CC5001 di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Jenis dan asal
Sumber tenagaUap
ProdusenWerkspoor, Amsterdam, Belanda dan SLM (Swiss Locomotive and Machineworks) Swiss
Nomor seriSS 1600/CC50
ModelMallet Articulated
Tanggal produksi1927-1928
Jumlah diproduksi30 unit
Data teknis
Konfigurasi:
 • Whyte2-6-6-0
 • AAR1-C-C
 • UIC(1C')C'
Lebar sepur1.067 mm
Diameter roda1.106 mm
Panjang19.902 mm
Lebar2.450 mm
Tinggi3.680 mm
Berat tender39,5 ton
Jenis bahan bakarBatubara, Kayu Jati, dan Minyak Residu
Kapasitas air25 m²
Jumlah silinder420/650mm X 610mm
Rem rangkaianRem Vakum, Rem Manual, Rem Riggenbach
Performansi
Daya mesin1200 hp
Karier
Pemilik sekarangPT Kereta Api Indonesia Persero

Sejarah

 
Lokomotif CC5022 yang baru tiba di Pelabuhan Rotterdam, Belanda, 1981.

Pada tahun 1927, Staatsspoorwegen (SS) mulai mendatangkan lokomotif uap berjenis mallet yang memiliki susunan roda 2-6-6-0. Sebanyak 30 unit lokomotif langsung dipesan dari beberapa pabrik di Eropa seperti Werkspoor, Belanda dan Schweizerische Lokomotiv-und Maschinenfabrik, Swiss mulai dari tahun 1927 sampai 1928. Lokomotif ini diberi nomor seri SS 1600. Jalur menanjak dan berbukit-bukit seperti Cibatu-Cikajang-Garut dan Purwakarta-Padalarang dengan mudahnya dilalui oleh lokomotif SS 1600. Lokomotif CC50 telah teruji bisa melewati kesulitan yang tidak dimiliki oleh lokomotif lain, seperti mampu menarik rangkaian seberat 1.300 ton dengan kecepatan 55 km/jam, juga mampu membelok di tikungan tajam. Pada zaman penjajahan Jepang, lokomotif ini mendapatkan nomor seri baru yaitu CC50, dan terus digunakan dari era DKARI hingga era PJKA.[1]

Dengan semua kelebihan yang dimiliki oleh CC50, maka lokomotif ini pun dipergunakan untuk jalur Purwakarta, Cibatu, Purwokerto, Ambarawa, dan Madiun. Bahkan, Cibatu adalah salah satu pangkalan utama semua lokomotif tipe Mallet.

Pada tahun 1981, lokomotif CC5022 milik Depo Lokomotif Purwokerto disumbangkan oleh PJKA ke Museum Kereta Api Utrecht, sebagai simbol persahabatan antara Indonesia dengan Belanda. Unit lokomotif ini kemudian dikembalikan ke penomoran asalnya, yaitu seri SS 1622. Selain itu, CC5019 milik Depo Lokomotif Purwakarta menjadi bintang utama pada film bertema Perang Kemerdekaan yang berjudul Kereta Api Terakhir di tahun yang sama.

Dampak dari kebijakan rasionalisasi lokomotif uap ke lokomotif diesel, membuat CC50 harus purna tugas pada tahun 1984 setelah akhir masa kedinasannya dihabiskan di jalur Cibatu-Garut yang mulai ditutup pada tahun itu juga. Keberadaannya tergusur dan tergantikan oleh berbagai lokomotif diesel, ditambah lagi saat itu lokomotif CC 201 baru saja didatangkan.

Alokasi

Berdasarkan buku PNKA Power Parade, AE. Durrant, alokasi lokomotif CC50 pada tahun 1969-1971 terdapat di:

Preservasi

 
Lokomotif CC5029 di Museum Kereta Api Ambarawa, 2008.

Saat ini, hanya ada 3 unit CC50 yang tersisa, yaitu CC5001, CC5022, dan CC5029. CC5001 berada di Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Diperkirakan, unit lokomotif ini memiliki nomor asli CC5017, namun diganti plat nomornya saat akan dibawa ke museum. CC5022 berada di Museum Kereta Api Utrecht, Belanda, serta CC5029 yang berada di Museum KA Ambarawa. Terdapat pula sebuah monumen potongan lokomotif CC50 di Subdepo Cibatu, yang bernomor seri CC5030. Menurut kabar, monumen ini bukanlah murni potongan dari lokomotif seri CC50, melainkan seri lokomotif CC10 yang hanya menyisakan ujung boiler dan komponen-komponen CC50 lain. Namun, hal ini masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Galeri

Lihat pula

== Daftar Referensi

==

  1. ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 115. ISBN 978-602-0818-55-9.