Wisarga
Bisah adalah salah satu pangangge tengenan dalam aksara Bali yang melambangkan bunyi /ɦ/ atau /h/. Bisah merupakan pengganti huruf Ha yang dilekati oleh adeg-adeg. Bisah selalu ditulis di akhir kata. Bisah boleh ditulis di tengah kata, asalkan memenuhi aturan yang sudah ditetapkan. Fungsi bisah sama seperti tanda wisarga dalam aksara Dewanagari.
Bisah | |
Letak penulisan | di belakang aksara yang dilekatinya |
---|
Asal penggunaan
Mulanya, huruf Ha dalam aksara Bali dibaca "ha". Untuk mematikan bunyi /a/ agar yang dibaca cuma /h/, maka huruf Ha dilekati oleh adeg-adeg. Setelah dilekati oleh adeg-adeg, maka bunyi vokal /a/ pada huruf Ha menghilang, cuma menyisakan bunyi konsonan /h/. Untuk mewakili huruf Ha yang dilekati oleh adeg-adeg, maka dipakailah tanda bisah. Tradisi pemakaian tanda bisah dalam aksara Bali sama seperti pemakaian tanda wisarga (titik dua) pada aksara Dewanagari, sebab aksara Bali dan Dewanagari merupakan aksara serumpun.[1]
Fungsi
Bisah memberi efek agar suatu aksara wianjana mendapat desahan dari pengucapan huruf "H". Contohnya, kata "mara" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "marah"; kata "basa" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "basah"; kata "pisa" bila dilekati oleh bisah maka menjadi "pisah"; dll. Aturan ini dianjurkan agar tidak perlu memberi adeg-adeg pada aksara Ha.
Penggunaan
Di akhir kata
Bisah digunakan pada kata-kata yang mengandung bunyi /h/ pada akhir kata. Maka dari itu, ia ditulis pada akhir kata, tepatnya pada suku kata terakhir. Contoh kata yang mengandung bunyi /h/ pada suku kata terakhir, yaitu: "basah", "pisah", "asah", "desah", dll. Meskipun huruf Ha yang dilekati oleh adeg-adeg dapat dipakai untuk melambangkan bunyi /h/, penggunaan tanda bisah sangat dianjurkan, karena aturan penulisannya memang demikian.
Aksara Bali | Ejaan dengan huruf Latin | Keterangan |
---|---|---|
de - sa - h | Penulisan kata "desah" yang benar dalam aksara Bali. Suku kata terakhir mendapat tanda bisah agar dibaca dengan desahan /h/. | |
de - sa - h | Penulisan kata "desah" yang salah dalam aksara Bali. Huruf Ha tidak perlu dibubuhi dengan tanda adeg-adeg agar kata tersebut dibaca dengan desahan /h/. Dianjurkan menggunakan tanda bisah. |
Bisah tidak boleh digunakan apabila hembusan /h/ terletak di tengah kata dan tidak diikuti oleh huruf konsonan. Contohnya (dalam bahasa Bali) kata: "cihna", "jihwa", "Brahma", dan sebagainya. Namun ada pengecualian untuk kata duhka (bahasa Bali), yang berasal dari kata dur dan kha.
Suku kata yang sama
Bisah patut digunakan apabila ada suatu kata yang terdiri dari suku kata yang sama, dan suku kata tersebut mengandung bunyi /h/ yang tidak diikuti vokal /a/. Apabila kata tersebut diluluhkan menjadi kata kerja (bahasa Bali: kapolahang), tetap memakai bisah, meski suku katanya berubah karena peluluhan tersebut. Contoh (dalam bahasa Bali) kata: "cahcah" (jika diluluhkan menjadi "nyahcah"), "kohkoh" (jika diluluhkan menjadi "ngohkoh"), dan sebagainya. Huruf H (yang digarisbawahi) pada kata tersebut wajib diganti dengan bisah apabila disalin ke dalam aksara Bali.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Surada, hal. 4.
Referensi
- Tinggen, I Nengah. 1993. Pedoman Perubahan Ejaan Bahasa Bali dengan Huruf Latin dan Huruf Bali. Singaraja: UD. Rikha.
- Surada, I Made. 2007. Kamus Sanskerta-Indonesia. Surabaya: Penerbit Paramitha.