XL Axiata

perusahaan asal Malaysia

PT XL Axiata Tbk (IDX: EXCL, sebelumnya bernama PT Excelcomindo Pratama Tbk) atau disingkat XL adalah sebuah perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia.[5] XL Axiata mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Oktober 1996, dan merupakan perusahaan swasta ketiga yang menyediakan layanan telepon seluler GSM di Indonesia.

PT XL Axiata Tbk
Publik
Kode emitenIDX: EXCL
IndustriOperator telekomunikasi seluler
PendahuluAxis Telekom Indonesia
Didirikan6 Oktober 1989
(sebagai Grahametropolitan Lestari)
8 Oktober 1996
(sebagai Excelcomindo Pratama)
23 Desember 2009
(sebagai XL Axiata)
PendiriRajawali Wira Bhakti Utama
Kantor pusatXL Axiata Tower
Jl. H.R. Rasuna Said X5/11-12
Sebelumnya:
Grha XL
Jl. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung 1
Jakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Dian Siswarini (CEO)[1]
ProdukTelepon Seluler, Aplikasi, Content, live.on (kerjasama XL dan circles.life Singapore) dan Datacom
MerekXL
AXIS
Live.On
PendapatanKenaikan Rp. 26,75 Triliun (2021)[2]
Kenaikan Rp. 1,29 Triliun (2021)
Total asetKenaikan Rp. 72,75 Triliun (2021)
Total ekuitasKenaikan Rp. 20,19 Triliun (2021)
PemilikRajawali Corporation (1989–2007)
Verizon (d.h. Bell Atlantic, NYNEX) (1995–2005)
Telekom Malaysia (2005–2009)
Etisalat (2007–2013)
Axiata Group (2009–sekarang)
Karyawan
2.021 (2013)
Anak usaha
Situs webwww.xlaxiata.co.id
Kartu XL (dahulu GSM-XL, proXL, jempol, bebas, Xplor)
Kartu AXIS oleh PT XL Axiata Tbk (dahulu Lippo Telecom, NTS)
Kartu Live.On (Jaringan 4G XL Axiata)

XL Axiata mempunyai berbagai produk utama yaitu XL Prabayar, XL Prioritas, XL Home, XL Business Solutions, Paket Data XL, AXIS, dan Live.On. Saat ini, saham XL Axiata dimiliki oleh Axiata Investments (Indonesia) (66,4%) yang tergabung dalam Axiata Group Berhad, Malaysia dan publik (33,6%). XL Axiata terus berinovasi dan menjadi operator telekomunikasi pertama di Indonesia yang meluncurkan konvergensi.

Sejarah

Pendirian

PT XL Axiata Tbk pertama kali didirikan dengan nama PT Grahametropolitan Lestari pada 6 Oktober 1989.[6] 100% saham perusahaan ini dimiliki oleh PT Rajawali Wira Bhakti Utama (milik Peter Sondakh).[7][8] Pada Juni 1995, kemudian kepemilikan PT Rajawali Wira Bhakti Utama dialihkan kepada anak usahanya, PT Telekomindo Primabhakti sebesar 100% dan PT Grahametropolitan mengubah namanya menjadi PT Excelcomindo Pratama.[9] Pada 6 September 1995, Excelcomindo berhasil mendapat lisensi untuk membangun jaringan GSM ketiga di Indonesia, setelah Satelindo dan Telkomsel. Izin ini awalnya didapatkan oleh induk Excelcomindo, yaitu Telekomindo pada 28 April 1995, tetapi kemudian dialihkan ke Excelcomindo.[6][10]

Setelah didapatnya izin ini, pada Oktober 1995 Excelcomindo berhasil menjalin kerjasama dengan sejumlah investor asing. Investor asing itu dari NYNEX AS (lewat anak usahanya, NYNEX (Asia) Indonesia Ltd.) dengan kepemilikan 23,1%, Mitsui Jepang dengan saham 4,2% dan Asia Infrastructure Fund Taiwan dengan saham sebesar 12,7%. Dalam perubahan pemegang saham ini, para investor asing tersebut membayar US$ 250 juta untuk investasi mereka. Direncanakan NYNEX akan memberikan bantuan berupa dana sebesar US$ 800 juta dan bantuan dalam pembangunan jaringan, teknologi dan infrastruktur Excelcomindo.[11][12] Selain pemegang saham asing, kemudian juga bergabung pemegang saham lokal seperti PT Santana Telekomindo (milik perusahaan Ibnu Sutowo, Nugra Santana) sebesar 10%, Yayasan Tridaya sebesar 2,5% dan Yayasan Kartika Eka Paksi sebesar 7,5%. Namun, PT Telekomindo tetap menjadi pemegang saham mayoritas dengan kepemilikan 42,5%.[6][13]

Perkembangan awal

Setelah persiapan selama beberapa bulan, Excelcomindo resmi meluncurkan sistem jaringan GSM-nya yang pada saat itu diresmikan oleh Menparpostel Joop Ave pada 8 Oktober 1996.[14][15] Awalnya, Excelcomindo menjual produknya dengan nama GSM-XL yang hanya beroperasi di Jakarta dan sekitarnya saja, tetapi direncanakan untuk beroperasi secara nasional ke depan. Pada 1997, Excelcomindo memperluas operasinya ke beberapa kota besar seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Malang dan Denpasar, dan selanjutnya akan diperluas ke berbagai kota lainnya di Jawa dan seluruh Indonesia dalam beberapa fase.[14] Di akhir tahun itu, pelanggan Excelcomindo ditargetkan sebesar 180.000 pelanggan, dan pada Agustus 1997 sudah mencapai 107.000 pelanggan. Untuk membantu jaringannya, Excelcomindo menggandeng Ericsson untuk membangun jaringan mikrosel di Segitiga Emas Jakarta. Menurut salah satu manajemen Excelcomindo saat itu, Rudiantara, proyeknya ini merupakan yang terbesar di Indonesia.[16] Sebelumnya, keduanya sudah menjalin kesepakatan untuk membangun infrastruktur awal Excelcomindo pada 8 Mei 1996 senilai Rp 1 triliun.[17] Selanjutnya, untuk membangun infrastruktur di kota-kota lain seperti Solo, Excelcomindo meminjam dengan skema kredit sindikasi sebesar US$ 400 juta dari 22 bank asing di pertengahan 1997.[18] Beberapa layanan juga terus dihadirkan untuk pelanggan, seperti call center, toko XL Store dan jaringan serat optik.[19] Pada tahun ini juga, pemegang saham Excelcomindo mengalami perubahan dengan menghilangnya kepemilikan PT Santana, Yayasan Kartika Eka Paksi dan Yayasan Tridaya, sehingga komposisi kepemilikannya menjadi PT Telekomindo 60% dan sisanya masih dipegang investor asing dengan komposisi saham tidak berubah.[6]

Namun, di tengah kondisi perusahaan yang masih baru beberapa saat beroperasi, krisis ekonomi 1997-1998 menerjang Indonesia. Excelcomindo mengalami masalah yang tidak mudah, mengingat pelanggannya turun dari 133.000 menjadi 65.000 saja.[18] Untuk membantu perusahaan agar tetap stabil, pada tahun ini XL meluncurkan layanan prabayar pertamanya yang diberi nama proXL, pada 29 April 1998. Layanan ini bersaing dengan kartu sejenis yang diluncurkan di tahun yang sama seperti Mentari Satelindo, dan berhasil menggaet 113.000 pelanggan pada Oktober 1998.[20][21] Lalu, manajemen juga menunda pembangunan BTS Excelcomindo dan justru malah memindahkan sejumlah infrastrukturnya yang sudah dibangun ke tempat lain yang lebih potensial.[22][23] Dalam krisis itu, Excelcomindo dan induknya, PT Telekomindo terjerat hutang yang cukup banyak. Sempat ada kabar pada 1999 yang menyatakan bahwa Indosat akan mengakuisisi Excelcomindo dan salah satu pemegang saham utama Excelcomindo, Bell Atlantic (pengganti NYNEX) akan mengambil saham tambahan, tetapi kemudian nyatanya tidak terwujud.[24][25] Namun, pada 1999 Excelcomindo bisa memperbaiki kinerjanya dengan meraup 383.000 pelanggan (17,2% pasar GSM).[18] Perbaikan jumlah pelanggan ini dibantu oleh manajemen Excelcomindo yang tetap fokus bermain di kartu prabayarnya yang kebetulan memiliki kelebihan karena dapat digunakan di Jawa dan Bali.[26]

Pihak Excelcomindo terus meluncurkan layanan lain, seperti WAP pada 2000,[23] dan layanan SMS grafis pada Mei 2001.[27] Ekspansi juga dilakukan misalnya dengan menambah mobile switching center di Jakarta dan Surabaya, dengan investasi US$ 10 juta. Dengan penambahan ini, kapasitas Excelcomindo bisa menjadi 320.000 dari sebelumnya sebesar 170.000.[28] Kerjasama dengan sejumlah bank juga diwujudkan demi kemudahan konsumen.[29] Hasilnya cukup baik karena pada 2000 pelanggan Excelcomindo menjadi 767.250, dan pertumbuhannya kedua setelah Satelindo. Pada 2002, pelanggannya justru menjadi 1,3 juta orang, walaupun tetap di posisi ketiga setelah Telkomsel dan Satelindo. Ditargetkan pada akhir 2003 pelanggannya sudah menjadi 3 juta.[30] Manajemen sendiri menyediakan juga dana US$ 175 juta untuk memperluas jaringannya di Sulawesi, Sumatra dan Kalimantan.[18][31][32] Sebelumnya, pada 2002 pemerintah juga memberikan izin GSM 1800 MHz (istilah lainnya DCS, Digital Cellular System) kepada Excelcomindo.[33] Pada 2005, XL tercatat memiliki 2,977 BTS, dan 4,25 juta pelanggan. Sejak 2004 juga, dilakukan perubahan pada merek-merek XL. Di 2 Agustus 2004 diluncurkan produk bernama Jempol untuk kelas layanan ke bawah dan juga melakukan perubahan nama pada ProXL prabayar menjadi Bebas (untuk kelas layanan ke atas) di 18 Agustus 2004. Juga pada 1 Oktober 2004 layanan pascabayarnya diubah namanya menjadi Xplor.[6]

Penjualan XL ke Telekom Malaysia

Bagaimanapun, tampak kemudian bahwa Grup Rajawali, lewat PT Telekomindo Primabhakti tidak ingin berada lebih lama di bisnis operator jaringan seluler. Hal ini didukung misalnya posisi Excelcomindo yang terus berada di posisi ketiga dan pada 2003 keuntungannya menurun 46% dari tahun sebelumnya. Di 2004 dan 2005, bahkan kondisi keuangan Excelcomindo justru merugi masing-masing Rp 45 miliar dan Rp 224 miliar.[34] Pada 2004, terdengar rumor bahwa China Mobile hendak mengakuisisi saham Excelcomindo.[35] Sementara itu, selain China Mobile, ada dua calon pembeli lain terhadap saham Telekomindo di Excelcomindo, yaitu Telstra dan Telekom Malaysia.[36] Telstra sendiri menawar kepemilikan senilai AU$ 3 miliar di Excelcomindo, sementara Telekom Malaysia sudah membeli saham Verizon (dahulu bernama NYNEX dan Bell Atlantic, atas nama NYNEX Indocel) sebesar 23,1% pada Februari 2005.[37] Dalam perkembangannya, pada 14 April 2005 Mitsui juga melepas seluruh sahamnya ke Roger Partners Inc, Inggris yang kemudian diketahui juga dimiliki oleh Telekom Malaysia (TM). Jadilah dengan kepemilikan 27,3% saham di Excelcomindo, kemudian tampak bahwa dibanding dua calon investor asing lain, Telekom Malaysia-lah yang paling berniat untuk mengakuisisi perusahaan ini.[38] Dalam titik akhir kepemilikan mayoritas lokal ini, PT Telekomindo menguasai 60%, Asia Investment Fund (AIF) 12,7% dan Telekom Malaysia 27,3%.[39]

Seiring waktu, kemudian Excelcomindo melakukan penawaran umum perdana-nya (IPO) di Bursa Efek Jakarta, pada 29 September 2005 dengan harga Rp 100.[40] Beberapa waktu setelah pencatatan saham itu, pada 21 dan 27 Oktober 2005 Rajawali lewat PT Telekomindo kemudian menjual sebagian besar sahamnya (31,9%) kepada Telekom Malaysia (lewat anak usahanya Indocel) dengan harga US$ 460 juta. Saham Telekom Malaysia menjadi 56,9%, menjadikannya pemegang saham mayoritas dan pengendali.[41] Lalu, dari 20% saham IPO Excelcomindo, juga dibeli oleh pengendali Telekom Malaysia, Khazanah Nasional sebesar 16,81%, akibatnya sekitar 73% kepemilikan Excelcomindo kini berada di tangan Malaysia. Kepemilikan publik menjadi hanya 1% sehingga pada saat itu perusahaan ini tidak dimasukkan dalam IHSG.[42] Saham 16,81% (dari IPO) yang dibeli Khazanah itu kemungkinan besar berasal dari saham Telekomindo, sedangkan 4% sisanya yang tidak dibeli adalah saham dari pemegang saham lain yaitu AIF. Kepemilikan saham setelah transaksi ini adalah 73% TM dan induknya Khazanah, 10,14% AIF, 1% publik dan 15,97% PT Telekomindo.[43] Seiring dengan akuisisi ini, Excelcomindo merencanakan pembangunan 2.000 BTS dan telah memulai ujicoba jaringan 3G pada Oktober 2005.[44]

Perkembangan pasca akuisisi

Pada tahun 2007 PT Excelcomindo mengalami perubahan kepemilikan kembali, karena pada 29 Mei 2007 Telekom Malaysia kembali membeli saham sisa AIF yang pada saat itu telah berkurang menjadi 7,38% seharga US$ 114 juta. Sebelumnya saham TM sudah menjadi 59,6%.[45] Kepemilikan praktis menjadi Telekomindo 15,97% (kemudian dialihkan ke perusahaan Rajawali lain bernama Bella Sapphire Ventures Ltd pada 31 Mei 2007), Khazanah Nasional 16,81% dan Telekom Malaysia 67,02%. Pada 12 Desember 2007, perusahaan telekomunikasi Uni Emirat Arab, Etisalat mengakuisisi seluruh sisa saham Rajawali (lewat Bella Sapphire Ventures Ltd) sebesar 15,97% di Excelcomindo seharga US$ 438 juta. Awalnya, saham tersebut direncanakan akan dilepas ke perusahaan telekomunikasi Rusia, Altimo,[46] namun yang akhirnya membeli adalah Etisalat.[47][48][49] Dengan transaksi itu maka kini kepemilikan Excelcomindo dimiliki seluruhnya oleh pemodal asing. Di tahun 2007 itu, Excelcomindo menargetkan 3.500 BTS di seluruh Indonesia dan mengeluarkan belanja modal senilai US$ 700 juta.[50]

Pada 23 Desember 2009, nama perusahaan PT Excelcomindo Pratama Tbk akhirnya diubah menjadi PT XL Axiata Tbk, yang menurut Presiden Direkturnya, Hasnul Suhaimi merupakan bentuk sinergitas sebagai anak perusahaan Axiata. Namun, dalam perubahan nama ini hanya nama perusahaan saja yang diubah, sementara merek dagangnya tetap.[51] 86,5% sahamnya kini dikuasai oleh anak perusahaan TM yang baru dibentuk, Axiata Bhd (lewat Indocel). Seluruh saham TM dan Khazanah, bisa dikatakan dialihkan ke Axiata. Sementara itu, pemegang saham lain adalah Etisalat sebesar 13,3% dan publik.[52] Lalu, pada 13 September 2012, mayoritas saham (9,3%) Etisalat dijual pada harga Rp 4,8 T (US$ 502 juta).[53] Alasan penjualan ini adalah kenaikan harga saham XL yang cukup tinggi, dan ketidaknyamanan Etisalat yang tidak memegang kendali atas XL.[54] Transaksi ini tuntas dilakukan pada 18 September 2012.[55] Kemudian, Etisalat juga melepas sisa sahamnya yang masih tersisa sebesar 4,29% ke publik beberapa waktu kemudian. Ditambah dengan pelepasan 20% saham Axiata ke publik pada Maret 2010[56] maka sampai saat ini kepemilikan XL adalah 66% Axiata dan sisanya publik, dimana saham publik telah meningkat dari 1% pada 2010 menjadi 33%.

Akuisisi dan merger Axis Telekom

Pada tanggal 26 September 2013, XL Axiata menyepakati perjanjian jual beli bersyarat atau conditional sales purchase agreement dengan Saudi Telecom Company (STC) dan Maxis Communications, pemilik PT Axis Telekom Indonesia yang mengelola kartu bermerek AXIS. Dalam perjanjian jual-beli ini, STC dan Maxis lewat anak usahanya, Teleglobal Investment BV dan Althem BV akan menjual seluruh kepemilikan sahamnya (95%) di Axis Telekom kepada XL Axiata.[57][58] Sebenarnya, rumor akan terjadinya akuisisi ini sudah terdengar sejak Mei 2013 dari sebuah sumber anonim, tetapi belum terbukti sampai perjanjian tersebut.[59] XL Axiata akan mengeluarkan kocek senilai US$ 865 juta, yang digunakan untuk membayar saham dan hutang AXIS. Kondisi AXIS dalam akuisisi ini adalah akan bersih dari utang dan posisi kas nol (cash free and debt free).[60] Menurut Hasnul Suhaimi, akuisisi ini dilakukan dalam rangka konsolidasi industri telekomunikasi, mampu memperkuat kinerja XL dan mengatasi masalah yang dihadapi XL. Pada saat itu, XL sedang menghadapi masalah di tengah transisi pasar yang berpindah dari telepon/SMS ke layanan internet data yang memakan kapasitas besar, sehingga diharapkan XL dengan akuisisi ini bisa menambah frekuensinya.[58][61][62] Selain itu, akuisisi ini juga dilatarbelakangi beberapa hal seperti permasalahan hutang AXIS.[63]

Dalam transaksi dimana Merril Lynch (Singapore) Pte. Ltd. (Bank of America Merrill Lynch) bertindak sebagai penasihat keuangan dari XL ini,[64][65][66] XL sendiri mendapatkan dananya dari pinjaman beberapa pihak, yaitu dari induknya, Axiata senilai US$ 500 juta ditambah sisanya dari pinjaman lain dari bank asing yaitu UOB, Bank of Tokyo-Mitsubishi, dan DBS.[67] Sebelumnya, pihak XL juga sempat merencanakan menerbitkan obligasi, melakukan rights issue dan berbagai tindakan lainnya untuk mendapatkan pendanaan dalam proses akuisisi.[68] Transaksi ini rupanya mendapatkan "lampu hijau" dan persetujuan dari berbagai pihak, seperti Kemenkominfo, KPPU, RUPSLB pada Februari 2014 dan juga dari pasar saham sehingga berjalan dengan cukup baik.[69] Syaratnya, awalnya XL harus mengembalikan sejumlah frekuensi pada negara, dan masalah frekuensi ini sempat menimbulkan polemik di Kemenko Perekonomian dan Komisi I DPR.[70][71] Namun akhirnya pemerintah sepakat hanya frekuensi 2.100 MHz yang dikembalikan ke pemerintah untuk nantinya dilelang.[72] Seiring waktu, kemudian pada tanggal 20 Maret 2014, XL telah menyelesaikan kesepakatan akuisisi dengan penandatangan dokumen penyelesaian transaksi pada tanggal 19 Maret 2014 antara XL dan STC. Dengan selesainya transaksi ini, maka XL telah secara resmi menjadi pemegang saham mayoritas (95%) di AXIS.[73] Dari US$ 865 juta yang digunakan dalam akuisisi, US$ 100 dibayar pada Teleglobal BV dan sisanya untuk membayar hutang dan kewajiban AXIS.

Proses akuisisi ini rupanya tidak berakhir dengan kepemilikan saham mayoritas XL atas PT Axis Telekom, melainkan juga merger antara keduanya. Dalam proses merger ini, yang sudah disepakati sejak awal dan disetujui dalam RUPSLB XL Februari 2014, penggabungan usaha awalnya direncanakan terjadi pada 28 Februari 2014.[67][74] Dalam merger ini, XL akan memiliki 65 juta pelanggan dan 21% pangsa pasar, sedangkan merek AXIS tetap dipertahankan sebagai brand XL Axiata.[75] Setelah sempat tertunda, akhirnya pada 8 April 2014 keduanya resmi merger setelah mentandatangani perjanjian penggabungan.[76] Pemegang saham yang tersisa (5%) di AXIS, yaitu PT Pesona Nuansa Abadi, kemudian menjual sahamnya ke XL dalam proses merger ini sehingga dalam "detik-detik merger" ini kepemilikan XL atas PT Axis Telekom sudah mencapai 100%.[77][78] Merger ini menghasilkan XL Axiata sebagai surviving company, sedangkan PT Axis Telekom adalah perusahaan yang melebur. Setelah penggabungan usaha ini, kedua perusahaan tersebut melakukan integrasi di segala bidang, termasuk integrasi jaringan, pelanggan, sistem tarif, hingga sumber daya karyawan.

Perkembangan pasca-merger

Menurut pihak XL Axiata, pasca konsolidasi, merek AXIS akan dipertahankan dan diposisikan sebagai produk bagi kelas bawah, anak muda, pengguna data dan bertarif terjangkau dengan lawannya adalah Indosat dan Tri, sedangkan XL akan diposisikan melawan Telkomsel. Kedua merek akan fokus ke segmennya masing-masing dan tidak saling "kanibalisasi", melainkan saling melengkapi.[79][80][81] Hasnul Suhaimi menyatakan bahwa keuntungan akan diperoleh baik oleh pengguna XL dan AXIS: pengguna XL mendapat tambahan frekuensi sedangkan pemakai AXIS mendapat jaringan yang lebih luas.[82]

Operator telekomunikasi ini dalam belakangan waktu ini juga dipenuhi rumor-rumor mengenai penggabungan usaha dengan operator lain. Pada Mei 2019, disebutkan bahwa induk XL, Axiata akan melakukan penggabungan dengan operasional Telenor Norwegia di negara-negara Asia, sehingga saham XL sempat melesat.[83] Namun, kemudian pada September 2019 rencana merger itu batal karena keduanya tidak mendapat kesepakatan mengenai hal kompleks.[84] Di awal 2019, rumor lain mengatakan bahwa XL akan merger dengan Smartfren,[85] dan pada September 2019 sempat juga ada isu bahwa XL akan merger dengan Tri.[42] Memang saham XL cukup meningkat akibat rumor-rumor ini, tetapi sampai saat ini tidak ada rumor tersebut yang benar-benar terealisasi.

Manajemen

Dewan Komisaris
1 Presiden Komisaris Muhammad Chatib Basri
2 Komisaris Independen/Ketua Komite Nominasi dan Remunerasi/Anggota Komite Audit Muliadi Rahardja
3 Komisaris/Anggota Komite Risiko dan Kepatuhan Vivek Sood
4 Komisaris/Anggota Komite Nominasi dan Remunerasi Dato’ Mohd Izzaddin Idris
5 Komisaris Hans Wijayasuriya
6 Komisaris David R. Dean
7 Komisaris Independen/ Ketua Komite Audit/ Anggota Komite Risiko dan Kepatuhan Julianto Sidarto
8 Komisaris Independen/Anggota Komite Nominasi dan Remunerasi/Ketua Komite Risiko dan Kepatuhan Yasmin Stamboel Wirjawan
9 Anggota Komite Audit Benny Redjo Setyono
10 Anggota Komite Audit Nita Skolastika Ruslim
Dewan Direksi
1 Presiden Direktur Dian Siswarini[86][87]
2 Direktur Budi Pramantika
3 Direktur David Arcelus Oses
4 Direktur Abhijit Navalekar
5 Direktur Yessie D. Yosetya
6 Direktur I Gede Darmayusa

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Dian Siswarini Pimpin PT XL Axiata[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ LapTahunan EXCL 2021
  3. ^ Haryanto, Agus Tri. "Sah! XL Axiata Akuisisi Link Net Senilai Rp 8,72 Triliun". detikcom. 
  4. ^ EXCL Akuisisi 51% Saham Hypernet Senilai Rp 321,3 M
  5. ^ Resmi Ganti Nama, XL Ingin Terdepan
  6. ^ a b c d e Prospektus Excelcomindo 2005
  7. ^ Globe Asia, Volume 2,Masalah 5-8
  8. ^ Informasi, Masalah 203-208
  9. ^ Informasi, Masalah 203-208
  10. ^ Indonesian Capital Market Directory
  11. ^ Far Eastern Economic Review
  12. ^ NYNEX joins Indonesian cellular venture; largest U.S. investment in Indonesian telecommunications market
  13. ^ NYNEX ENTERS CELLULAR VENTURE FOR GSM NETWORK IN INDONESIA
  14. ^ a b Panji masyarakat
  15. ^ Yearbook of asia-pacific telecommunications
  16. ^ JP/Excelcomido installs 17-km microcell network
  17. ^ Indonesia News Service, Masalah 1033-1129
  18. ^ a b c d Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
  19. ^ Full Circle
  20. ^ AsiaCom: Asia-Pacific TV, Cable, Satellite, and Telecommunications, Volume 6
  21. ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 9,Masalah 46-52
  22. ^ Indonesia News Service, Masalah 1602-1703
  23. ^ a b Gamma, Volume 3,Masalah 33-40
  24. ^ Gamma, Volume 1,Masalah 10-14
  25. ^ Eksekutif, Masalah 240-245
  26. ^ Launching for Marketer + Box
  27. ^ JP/Excelcomindo's new service
  28. ^ Towards a Knowledge-based Economy: East Asia's Changing Industrial Geography
  29. ^ Panji masyarakat, Bagian 4
  30. ^ Eksekutif, Masalah 287-292
  31. ^ Tempo: Indonesia's Weekly News Magazine, Volume 2,Masalah 37-42
  32. ^ Tele.com, Volume 4,Masalah 1-8
  33. ^ AsiaCom Yearbook
  34. ^ Tahun 2005 Kerugian XL Melonjak 395%
  35. ^ Latin America and the Caribbean in the World Economy
  36. ^ JP/Excelcomindo's profit falls by 46 percent
  37. ^ Telekom Malaysia remains committed for Excelcomindo
  38. ^ Mitsui Jual Sahamnya di Exelcomindo
  39. ^ Malaysia Telecom Rencana Tambah Saham Excelcomindo
  40. ^ Pendaftaran Saham PT Excelcomindo Pratama Tbk
  41. ^ Telekom Malaysia Tambah Saham XL Sampai 56,9%
  42. ^ a b Rumor XL Axiata Merger dengan Tri, Ini Jejak Historisnya
  43. ^ Presdir Excelcomindo Mundur
  44. ^ JP/Excelcomindo to issue bond for expansion, 3G
  45. ^ Telekom Malaysia Akan Tambah Saham Jadi 66,98 Persen di Excelcomindo
  46. ^ Rajawali dan Alfa Group Masih Malu-malu
  47. ^ Prospektus Limited Public Offering 2009
  48. ^ Etisalat Masuk, Tidak Ada Lagi Pemegang Saham Lokal di XL
  49. ^ Etisalat Masuk, Pemegang Saham Lokal di XL Ludes
  50. ^ 65% Anggaran Belanja XL Sudah Ludes
  51. ^ Excelcomindo Berubah Nama Jadi XL Axiata
  52. ^ Excelcomindo Bersalin Rupa Jadi XL Axiata[pranala nonaktif permanen]
  53. ^ Jual Saham XL, Etisalat Incar Rp 4,8 T
  54. ^ UPDATE 1-UAE's Etisalat launches $502 mln stake sale in XL Axiata
  55. ^ Etisalat Tuntaskan Penjualan Saham XL
  56. ^ Axiata akan Jual 20% Saham XL Senilai Rp 6,1 Triliun
  57. ^ Panji, Aditya (13 Desember 2013). Wahyudi, Reza, ed. "XL dan Axis Umbar Kemesraan di "Bersahabat"". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 22 Desember 2016. 
  58. ^ a b Axis Ditaksir US$ 865 juta, XL dan STC Tandatangani CSPA
  59. ^ STC sets out stall to sell Axis Indonesia
  60. ^ Axis Diakuisisi XL, Negara tak jadi rugi
  61. ^ PPM Ungkap Cerita di Balik Merger XL-AXIS
  62. ^ XL dan STC Tandatangani Perjanjian Akuisisi AXIS Senilai USD 865 Juta
  63. ^ Axis Diakuisisi XL, Negara Tak Jadi Rugi
  64. ^ Panji, Aditya (26 September 2013). Hidayat, Wicak, ed. "XL Axiata Akuisisi Axis". Kompas.com. Kompas.com. Diakses tanggal 26 September 2013. 
  65. ^ Librianty, Andina (Maret 21, 2014). "Dipinang XL, Brand Axis Tetap Eksis". Okezone.com. 
  66. ^ Panji, Aditya (April 04, 2014). Hidayat, Wicak, ed. "Jaringan XL dan Axis Segera "Disatukan"". Kompas.com. 
  67. ^ a b XL Axiata Merger dengan Axis Efektif Februari 2014
  68. ^ STC Putuskan Jual Axis
  69. ^ Akuisisi Axis, Harga Saham XL Naik 1,14% ke Rp4.425
  70. ^ Merger XL-Axis: Ini Alasan Kemenko Perekonomian Minta Ditinjau Ulang
  71. ^ Merger XL-Axis terganjal DPR?
  72. ^ Semua Regulator Setujui Akuisisi dan Merger XL-Axis
  73. ^ Panji, Aditya. Wahyudi, Reza, ed. "XL Resmi Akuisisi Axis". Kompas.com. 
  74. ^ Februari 2014, EXCL dan AXIS melebur
  75. ^ XL-Axis Resmi Jadi Satu Badan Usaha
  76. ^ Panji, Aditya. Hidayat, Wicak, ed. "XL dan Axis Resmi Jadi Satu Perusahaan". Kompas.com. 
  77. ^ Merger XL-AXIS: Tidak Terbitkan Saham Baru
  78. ^ XL-Axis Resmi Merger
  79. ^ Pertahankan Merek Axis, XL Bidik Pelanggan Telkomsel
  80. ^ masyarakat/ Pertahankan AXIS Untuk Lengkapi Kebutuhan Masyarakat
  81. ^ XL: Merek Axis akan Tetap Ada
  82. ^ Akhirnya XL Sukses Caplok Axis
  83. ^ Saleh, Tahir. "Axiata Dilebur ke Telenor Norwegia? Saham XL Axiata Melesat". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 7 May 2019. 
  84. ^ Merger Axiata dan Telenor Resmi Batal
  85. ^ Saham FREN Lepas dari Geng Gocap, Ini Kisahnya
  86. ^ Laporan Keuangan XL Axiata 2015
  87. ^ Pimpinan Kami

Pranala luar