Jurnalisme hiburan

Revisi sejak 12 April 2023 15.17 oleh SOFYAN SAIMIMA (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 1 pranala ditambahkan.)

Jurnalisme hiburan adalah bentuk dari jurnalisme yang berfokus pada perkara hiburan. Seperti layaknya jurnalisme fashion, jurnalisme hiburan mencakup berita-berita yang spesifik pada industri tertentu meskipun menargetkan masyarakat umum di luar industri itu sendiri. Bentuk umum jurnalisme hiburan antara lain kritik acara televisi atau film, jurnalisme permainan video, dan liputan selebriti.[1][2][3][4] Kemunculan Internet memungkinkan banyak jurnalis amatir dan semi-profesional untuk memulai blog-blog mereka yang berhubungan dengan jurnalisme hiburan.[5]

Sejarah

Sebelum membahas mengenai sejarah hiburan, jurnalisme secara umum muncul lebih dahulu. Kata jurnalisme sendiri berasal dari bahasa Latin diurnal atau diary yang kemudian diserap ke bahasa Prancis, journal. Kemunculan kata jurnalisme diyakini terjadi pada zaman pemerintahan Julius Caesar (100-22 SM) di Romawi kuno.[6] Pada saat itu, Acta Diurna merupakan buletin yang ditulis tangan dan berisi kejadian sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat. Terbitnya Acta Diurna kemudian menjadi cikal bakal surat kabar. Acta Diurna sendiri muncul akibat keresahan Caesar yang menginginkan seluruh rakyatnya segera mengetahui segala jenis pengumuman yang dibuatnya dalam waktu singkat. Selain membentuk Acta Diurna yang berisi peristiwa sehari-hari atau keputusan rapat rakyat, Caesar juga membentuk Acta Senatus yang berisi keputusan-keputusan senat.

Acta Diurna dan Acta Senatus kemudian menjadi tonggak awal munculnya masa prajurnalis. Masa ini ditandai dengan proses penyampaian pernyataan secara lisan yang kala itu menjadi teknik utama penyampaian berita. Pada masa ini belum terdapat usaha pencatatan sehari-hari yang dilakukan secara teratur. Selain secara lisan, teknik utama juga menggunakan alat bantu sederhana seperti api unggun, pos-pos teriak, genderang, terompet, dan lain-lain.

Pada tahun 476 M, masa prajurnalis runtuh. Setelah itu digantikan masa jurnalis yang didukung adanya alat-alat komunikasi yang memudahkan proses pengumuman. Sebelum ditemukannya mesin cetak oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1440-an, penguasaan informasi hanya terbatas pada beberapa golongan seperti penguasa yang berpusat di Konstantinopel. Akibatnya, rakyat jelata berada pada masa kegelapan dan kehidupan sarat dengan pembunuhan, perbudakan, dan perkosaan. Baru pada tahun 1942 rakyat terbebas dari belenggu kegelapan dan dapat merasakan masa jurnalis.

Semakin tahun berganti, semakin banyak bermunculan teknologi komunikasi. Setelah kemunculan mesin cetak, surat kabar menjadi animo masyarakat. Hingga pada tahun 1920-an, radio komersial muncul.[7] Tak lama setelahnya, seusai Perang Dunia I, televisi menarik perhatian masyarakat dengan inovasinya yang menggabungkan visual dan audio secara bersama-sama. Inovasi selanjutnya ialah internet yang kemudian melahirkan ruang lingkup jurnalisme baru.

Salah satu ruang lingkup jurnalisme baru ialah jurnalisme hiburan. Kata hiburan (infotainment) pada awalnya berasal dari Johns Hopkins University (JHU) di Baltimore, Amerika Serikat. Universitas tersebut mencoba berinovasi menciptakan metode penyampaian pesan-pesan kesehatan yang efektif untuk mengubah perilaku masyarakat secara positif. Guna melaksanakan rencana tersebut, JHU bidang kesehatan membentuk unit Center of Communication Program (CPP) yang akhirnya mencapai konsep pesan berupa hiburan. Konsepnya bertitik tolak pada asumsi bahwa informasi yang disampaikan begitu saja belum tentu menarik perhatian khalayak, apalagi hingga sejauh mengubah sikap yang positif.[8]

Untuk itu, JHU/CPP menyusun program penyampaian pesan yang dikemas menggunakan alat bantu seperti, drama radio, iklan layanan masyarakat yang atraktif, acara peluncuran, pelibatan tokoh masyarakat sebagai pemberi pesan, hingga konser bagi kaum muda guna mempromosikan pesan kesehatan tertentu. Konsep hiburan ini kemudian diadopsi oleh media massa untuk menghindari tekanan setelah seharian bekerja.

Di Indonesia, kemunculan jurnalisme hiburan dimulai sekitar tahun 1994, setelah kemunculan berbagai stasiun radio dan televisi swasta. Bentuk hiburannya sendiri bermacam-macam, seperti sinetron (drama serial televisi), narasi radio, atau penyajian berita hiburan seputar kehidupan artis, majalah fesyen dan anak muda.

Perbandingan dengan jurnalisme berita

Jurnalisme berita berurusan dengan informasi dari peristiwa-peristiwa yang berlangsung atau laporan dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Tujuan utama jurnalisme berita adalah memberitahu, melaporkan. Dan tujuan utama jurnalisme hiburan adalah menghibur.

Para jurnalis dapat membelokkan atau mencondongkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga menyebabkan cerita-cerita mereka tampak menghibur. Aksi ini dapat menyebabkan efek besar pada sang pelanggan, dan membuat kebenaran dan keasliannya layak dipertanyakan. Kasus-kasus demikian dapat terjadi di artikel-artikel berita, majalah-majalah, maupun dokumenter-dokumenter.

Kritik film

Sebuah ulasan atau analisis dari sebuah gambar hidup yang dirilis kepada publik. Ulasan atau analisis para kritikus bernilai subjektif dan informatif, dengan tujuan memberitahu dan menghibur para hadirin. Informasi yang dihadirkan yaitu seputar segala sesuatu yang ada di film tersebut baik itu informasi mengenai pemain, sutradara, penulis serta sampai dengan perias para pemain serta adanya kritik film dianggap memiliki pengaruh kuat pada integrasi film terhadap media arus utama. Beberapa situs web dan blog pengulas antara lain Tomatoes, IMDb, and Metacritic.

Jurnalisme permainan video

Sebuah bentuk jurnalisme yang mencakup semua aspek dari industri permainan video. Lahirnya komputer pada tahun 1990-an memaksa perusahaan-perusahaan media untuk merilis konten yang sekiranya menarik para hadirin dalam generasi permainan video. Beberapa situs dan majalah populer yang berkenaan dengan permainan video antara lain IGN, Game Informer, Nintendo Power, dan GameSpot.

Kritik media puisi

Hal ini merupakan sebuah cara seseorang untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan atau hal yang ada disekitar mereka dengan menggunakan kiasan-kiasaan. Puisi yang ada didalamnya mengandung nilai-nilai yang kita tempuh selama proses kehidupan ini. Puisi ternyata tidak hanya ada saat kita menginjak Sekolah Dasar saja namun bagi semua kalangan baik anak-anak, remaja, dan kaum tua sudah dapat berimajinasi bersama.

Kritik fesyen

Bentuk ini berisi kritik atau ulasan sebuah produk fesyen yang diinformasikan kepada publik. Ulasannya dapat bernilai subjektif dan didasarkan pengalaman pribadi guna menambah pengetahuan pembaca di bidang fesyen. Di awal kemunculan media, ulasan mengenai gaya didapatkan melalui majalah yang terkategorisasi menurut jenis kelamin dan usia. Saat ini, media yang digunakan lebih kepada media daring contohnya website majalah Cosmopolitan dan Harper’s Bazaar, atau situs web umum seperti Review Australia, Shopstyle, dan Trustpilot.

Kritik seni musik

Bentuk jurnalisme hiburan selanjutnya merupakan kritik atau ulasan sebuah produk musik baik berupa album maupun single lagu. Lahirnya musik pada tahun 1732-an membuat masyarakat tergerak untuk mengetahui lebih lanjut musik terbaru yang dikeluarkan. Setelah kemunculan radio yang mendukung pendistribusian musik ke telinga masyarakat, internet menjadi wadah baru bagi penikmat musik mencari tahu informasi terkait musik-musik baru. Beberapa situs yang berkaitan dengan ulasan musik adalah Hearya, Pitchfork, atau Indie Music Review.

Lihat juga

Referensi

  1. ^ "Entertainment Journalist". getinmedia.com. Diakses tanggal 19 March 2014. 
  2. ^ Thomson, Scott. "How Much Money Does an Entertainment Journalist Make?". work.chron.com. Diakses tanggal 19 March 2014. 
  3. ^ "National Entertainment Journalism Awards". lapressclub.org. Diakses tanggal 19 March 2014. 
  4. ^ Abry, Madelyn. "In defense of entertainment journalism". berkeleybeacon.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-19. Diakses tanggal 19 March 2014. 
  5. ^ Sterling, Christopher H. (2009-09-25). Encyclopedia of Journalism (dalam bahasa Inggris). SAGE Publications. ISBN 978-1-4522-6152-2. 
  6. ^ Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers.
  7. ^ Kusumaningrat, H. & Kusumaningrat, P. (2016). Jurnalistik: Teori dan Praktik Edisi Ketujuh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  8. ^ K, Septiawan Santana. Jurnalisme Kontemporer Edisi Kedua. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9786024334499.