Kesultanan Palembang

Kerajaan 1659-1821 di Sumatra Selatan

Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Melayu Islam di Sumatra yang berpusat di Kota Palembang, Sumatra Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam, seorang bangsawan Palembang pada tahun 1659,[1] dan dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.

Palembang Darussalam

ڤالمبڠ دار السلام
1659–1823
Ibu kotaPalembang (De Facto)
Indralaya (De Jure)
Bahasa yang umum digunakanBahasa yang umum digunakan didalam Kesultanan Palembang adalah Bahasa Melayu Palembang yang terbagi menjadi dua dialek, yaitu Bahasa Palembang Alus yang biasanya digunakan oleh Wong Jero (keluarga Sultan dan Bangsawan) dan Palembang Sari-Sari yang biasa digunakan oleh Wong Jabo (rakyat biasa) serta Bahasa Melayu
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1659-1706
Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam Bin Pangeran Sedo Ing Pesarean
• 1724-1758
Sultan Mahmud Badaruddin bin Sultan Mansyur Jayo ing Lago
• 1776-1803
Sultan Muhammad Bahauddin Bin Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo
• 1804-1812, 1813, 1818-1821
Sultan Susuhunan Ratu Mahmud Badaruddin Khalifatul Mukminin Sayidul Imam Bin Sultan Muhammad Bahauddin
• 1821-1823
Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom Bin Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin
Sejarah 
• Didirikan
1659
• Dihapus Belanda
7 Oktober 1823
Mata uangPitis Palembang
Gulden Hindia Belanda
Rupiah
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Demak
kslKesultanan
Banten
krjKerajaan
Palembang
krjKerajaan
Majapahit
kslKesultanan
Aceh Darussalam
Hindia Belanda
Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Malthe Conrad Bruun (1755-1826) seorang petualang dan ahli geografi dari Prancis mendeskripsikan keadaan masyarakat dan kota kerajaan waktu itu, yang telah dihuni oleh masyarakat yang heterogen terdiri dari Tiongkok, Siam, Melayu dan Jawa serta juga disebutkan bangunan yang telah dibuat dengan batu bata hanya sebuah vihara dan istana kerajaan.

Kekuasaan

Kesultanan yang pernah berkuasa dari tahun 1659 - 7 Oktober 1823[2] ini merupakan Kesultanan terbesar di Sumatera Bahagian Selatan. Daerah Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam ini sekarang mencakup Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu (dulu Bangka Hulu), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Lampung.[3] Diluar Sumatera, Kasultanan ini juga menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Banten,[4] Kesultanan Demak[5] dan Kerajaan Blambangan[6] di Banyuwangi. Sedangkan dalam Kesultanan Kubu, Kesultanan Palembang Darussalam menikah dengan Yang dipertuan Besar Kubu I, Sayyid Idrus melakukan pernikahan dengan putri Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama[7]. Dalam Tarsilah Kesultanan Brunei Darussalam, disebutkan bahwa Tumenggung Mancanegara (Pangeran Manchu Negoro) yang merupakan kakek dari Sultan Abdurrahman, pendiri kesultanan Palembang Darussalam adalah isteri dari Sultan Brunei, Sultan Abdul Jalilul Akbar, dengan masa periode pemerintahan 1598-1659.[8]

Pendirian

 
Replika takhta sultan Palembang

Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan[9] disebutkan seorang tokoh Anak brawijaya sebagai bupati Palembang turut serta menaklukan Bali bersama dengan Gajah Mada Mahapatih Majapahit pada tahun 1343. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman.[10] Begitu juga dalam Nagarakretagama, nama Palembang telah disebutkan sebagai daerah jajahan Majapahit serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat dalam Pararaton juga telah menyebutkan Palembang sebagai sebuah kawasan yang akan ditaklukannya.

 
Replika masjid agung kesultanan Palembang

Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang, dan kemudian sekitar tahun 1513, Tomé Pires seorang petualang dari Portugis menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada kesultanan Demak serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Kemudian pada tahun 1596, Palembang juga ditaklukan oleh VOC Seterusnya nama tokoh yang dirujuk memimpin kesultanan Palembang dari awal adalah Sri Susuhunan Abdurrahman tahun 1659. Walau sejak tahun 1601 telah memiliki hubungan dengan VOC dari yang mengaku Sultan Palembang.[11]

Ekonomi

Situasi di Palembang mengalami naik turun setelah kejatuhan Kerajaan Palembang Pada masa Pangeran Sedo Ing Rejek Jamaluddin Mangkurat VI (1652 - 1659). Palembang muncul kembali dalam wujud Kesultanan Palembang dan kondisi perkenomiannya yang kembali bangkit pada abad ke-16 berkat pengiriman hasil panen lada oleh petani lada dari Minang ke pasar Palembang melalui sungai Musi. Hal itu berhasil menarik perhatian pembeli lada dari Cina, Portugis, Belanda dan Inggris.[12]

Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil rempah-rempah dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tambang timah dan telah diperdagangankan sejak abad ke-18.[13]

Peperangan


Para Penguasa Palembang (1455-1823)[14]

No Periode Nama Penguasa Foto Keterangan
1 1455-1486 Arya Damar/Arya Dillah ( Adipatih di palembang anak dari Prabu Brawijaya V ), sebelum Masa Kerajaan Palembang .
Sebagai Kerajaan Palembang
2 1547 - 1552 Pangeran Sedo Ing Lautan
3 1552-1553 Kiai Gedeng Sura Tua
4 1553-1575 Kiai Gedeng Sura Muda (Kiai Mas Adipati Anom Ing Sura)
5 1575-1587 Kiai Mas Adipati
6 1588-1623 Pangeran Madi Angsuka
7 1623-1624 Pangeran Madi Alit
8 1624-1631 Pangeran Sedo Ing Puro
9 1631-1643 Pangeran Sedo Ing Kenayan
10 1643-1644 Pangeran Sedo Ing Pesarean
11 1643-1659 Pangeran Sedo Ing Rajek
Sebagai Kesultanan Palembang Darussalam
12 1659-1704 (Pendiri Kesultanan Palembang Darussalam)

Kyai Mas Endi, Pangeran Arya Kesuma Abdurrohim

Sultan Palembang Darussalam I (Pertama)

Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam Bin Pangeran Sedo Ing Pesarean

13 1704-1709 Sultan Palembang Darussalam Ke-

-ua) Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago Bin Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam

14 1714-1724 Sultan Palembang Darussalam Ke-III

Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno Bin Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayidul Imam

15 1724-1758 Sultan Palembang Darussalam Ke-IV

Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo Bin Sultan Muhammad Mansyur Jayo ing Lago

16 1758-1776 Sultan Palembang Darussalam Ke-V

Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo Bin Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo

17 1776-1803 Sultan Palembang Darussalam Ke-VI

Sultan Muhammad Bahauddin bin Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo

Angka Romawi dalam buatan Versi Belanda tapi yang ada dalam Sejarah dan Stambom Kesultanan Palembang Darussalam adalah Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin Bin Sultan Muhammad Baha'udhin(Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin dalam Versi Belanda disebut : SMB II )
18 1803-1821 Sultan Palembang Darussalam Ke-VII

Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin

(Versi manuskrib Belanda menyebut Sultan Mahmud Badaruddin II ,SMB II)

 
Angka Romawi sebagai penanda saja karena ada nama yang sama, tidak mengubah nama, misal Sultan Mahmud Baaruddin I. Dalam kaidah Bahasa Indonesia angka romawi (I) tersebut dibaca ke dua atau ke -1.
19 1813-1817 Sultan Palembang Darussalam Ke-VIII

Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin

(Versi Inggris/Belanda Menyebut : Sultan Ahmad Najamuddin II)

20 1819-1821 Sultan Palembang Darussalam Ke-IX

(Versi Inggris/Belanda menyebut

Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu Bin Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin

21 1821-1823 Sultan Palembang Darussalam Ke-X

Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom Bin Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin

7 Oktober 1823 Menurut Catatan dari trah zuriat Pangeran Ratu:

Kesultanan Palembang Darussalam (Vakum) 7 Oktober 1823 karena tidak mau takluk pada kolonial Belanda dan juga menolak untuk diangkat menjadi Sultan boneka oleh penjajah, dan 4 Sultan Palembang Darussalam dibuang yaitu Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin dan Putra Mahkota Sultan Muhamad Tjing Djamaludin wangsa martaradja wijaya negara yg sebelumnya bergelar Pangeran Achmad Bolonson wangsa Martaradja Wijaya Negara Pangeran Ratu Ibn Susuhunan Mahmud Badaroeddin pada tanggal 4 Syawal 1236 H dibuang ke Manado, Kemudian Bulan Jumaidil akhir 1240 Sultan Suhunan Husin Dhiauddin Bin Sultan Muhammad Bahauddin dibuang Kolonial Belanda Ke Batavia yg sekarang kota jakarta, Serta Tahun 1241 H, Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom Bin Sultan Susuhunan Husin Dhiauddin ditangkap dan di Buang oleh Kolonial Belanda ke Banda, Kemudian dibuang lagi ke Manado, sampai sekarang Makam Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom belum ditemukan.

Rujukan

  1. ^ Bruun, M.C. (1822). Universal geography, or A description of all the parts of the world. hlm. 441. 
  2. ^ Kisah Berdiri dan Hancurnya Kesultanan Palembang Darussalam di Indephedia
  3. ^ Bincang-Bincang bersama SMB IV di RRI Net Palembang
  4. ^ Hubungan Kesultanan Banten dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  5. ^ Hubungan Kesultanan Demak dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  6. ^ Kyai Saleh Lateng Islamkan Kerajaan Blambangan
  7. ^ Hubungan Kesultanan Kubu dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  8. ^ Hubungan Brunei Darussalam dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  9. ^ Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan, Denpasar: Upada Sastra.
  10. ^ Berg, C.C., (1985), Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara.
  11. ^ Poesponegoro, M.D. Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. hlm. 46. 
  12. ^ Reid, Anthony (2014). Sumatera Tempo Doeloe. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 146. ISBN 979-3731-94-X. 
  13. ^ Ricklefs, M.C. A history of modern Indonesia since c. 1300. hlm. 139. 
  14. ^ Soetadji, Nanang S. (1996). “Kesultanan Palembang” Perang Palembang Melawan VOC. Palembang: Pemerintah Kotamadya Palembang. hlm. 27–30. 

Bacaan Lanjut

  • Bruun, M.C. (1822). Universal geography, or A description of all the parts of the world. Edinburgh: Balfour & Clarke. 
  • Andaya, B.W. (1993). To live as brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1489-4. 
  • Ricklefs, M.C. (1993). A history of modern Indonesia since c. 1300. California: Stanford University Press. ISBN 0-8047-2194-7. 
  • Poesponegoro, M.D. (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. jakarta: PT Balai Pustaka. ISBN 979-407-409-8. 

Pranala luar