Raja Sitempang atau Raja Natanggang adalah seorang tokoh dalam marga Batak Toba leluhur dari dari marga Sitanggang, Sigalingging, Simanihuruk, Sidauruk dan keturunannya. Anak dari Raja Sitempang inilah yang dikenal sebagai Ompu Raja Pangururan atau Raja Sitanggang.

Etimologi

Nama Raja Sitempang dalam Bahasa Batak Toba secara harfiah merujuk kepada kata tempang yang memiliki arti cacat secara fisik (pincang), yang akhirnya oleh orangtua nya (Raja Naiambaton), diasingkan ke tala-tala di Pusuk Buhit.

Pomparan Raja Sitempang
Nama margaSitanggang Sigalingging Manihuruk Sidauruk
Silsilah
Jarak
generasi
dengan
Siraja Batak
1Si Raja Batak
2Raja Isumbaon
3Tuan Sori Mangaraja
4(Nai Ambaton)Tuan Sorba Dijulu
5Raja Sitempang
6Ompu raja Pangururan (Raja Sitanggang)
7R.Panukkunan R.Pangadatan R. Panguluoloan= Sigalingging
Nama lengkap
tokoh
Raja Natanggang (Sitempang)
Nama istriSiboru Porti Mataniari
Nama anakRaja Sitanggang/Ompu Raja Pangururan
Kekerabatan
Induk margaRaja Naiambaton
Persatuan
marga
Pomparan ni si Raja Naiambaton (disingkat PARNA). Sisada anak, sisada boru.
TurunanSitanggang Bau, Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar, Sitanggang Silo, Sitanggang Gusar, Sigalingging, Manihuruk , Sidauruk, Tendang, Banurea, Manik, Beringin, Gajah, Berasa, Garingging
Asal
SukuBatak
Daerah asalPangururan, Samosir

Sejarah

Raja Sitempang/Raja Natanggang adalah anak Raja Nai Ambaton. Atau dengan kata lain mereka adalah Keturunan Si Raja Batak dari garis keturunan Isumbaon yang sering disebut garis Mataniari, berbeda dengan garis keturunan Guru Tatea Bulan yang disebut garis Bulan.

Raja Sitempang menikah dengan Siboru Portimataniari [1] yang melahirkan Raja Natanggang yang terkenal dengan sebutan Raja Pangururan. Selanjutnya Raja Pangururan menikah dengan boru dari Baho Raja dan mempunyai 3 Orang anak yaitu, Raja Tanjabau dikenal sebagai Raja Panungkunan, Raja Pangadatan dan Raja Sigalingging dikenal Raja Pangulu oloan. Kemudian Tanjabau melahirkan anak bernama Sitanggang Bau, dan mempunyai dua anaknya yang diberi nama Raja Sitempang 1 dan Raja Tinita. Selanjutnya Raja Sitempang 1 melahirkan Sitempang 2. Keturunan Sitempang 2 pada generasi ke enam dari Raja Tanjabau, mengangkat Anak Sitanggang Gusar yang datang dari marga Sijabat dan kini dikenal menggunakan Sitanggang Gusar. Anak Kedua dari Raja Sitanggang,  Raja Pangadatan mempunyai 3 orang anak yaitu, Sitanggang Lipan, Sitanggang Upar dan Sitanggang Silo. Sedangkan Raja Sigalingging (Pangulu oloan) mempunyai 3 anak yaitu Guru Mangarissan, Raja Tinatea, Namora Pangujian menggunakan marga Sigalingging dan anak sulungnya Guru Mangarissan hijerah ke Humbang dan melahirkan 3 anak yakni Op Limbong, Op Bonar, Op Bada (Mpu Bada), anak bungsu Mpu Bada hijerah ke Barus Manduamas memiliki anak bernama: Tendang, Banurea, Manik, Beringin, Gaja, Barasa, sebagian keturunannya hijerah ke Dairi dan ada juga keturunan Banurea menggunakan marga: Boangmanalu, Bancin. Keturunan lain Sigalingging anak dari Op Harinuan yang hijerah ke Raya Simalungun memakai marga Garingging.

Dari Sitanggang Silo yang merupakan anak ketiga dari Raja Pangadatan, mempunyai tiga anak yaitu Manggilang Bosi (Silo), Sitabi Dalan (Manihuruk) dan Silapsap Bosi (Sidauruk). Sitanggang Silo tetap menggunakan Sitanggang tetapi Manihuruk dan Sidauruk sudah menggunakan namanya menjadi marga sampai saat ini.

Sitanggang, pomparan Raja Sitempang penguasa di Pangururan

Tateabulan dan Isumbaon adalah dua dari tiga putra Si Raja Batak, "orang Batak pertama". Dari kelompok Isumbaon inilah dipercaya Raja Isumbaon sebagai pendiri Pangururan yang merupakan pusat penyebaran keturunan Raja Naiambaton dan dari keturunan Raja Naiambaton, hanya Sitanggang lah yang mewarisi golat/tanah Pangururan.

Hal ini ditunjukkan dengan dominannya marga Sitanggang di bius Pangururan.[2]

Seperti diketahui bius merupakan wilayah yang terdiri dari beberapa horja, sedangkan horja adalah terdiri dari beberapa huta.

Berkas:Peta bius copy.png
Berkas:Bius samosir.jpg
Marga Sitanggang di dalam daftar bius di Samosir

Turi turian Raja Sitempang

Raja Sitempang [3] adalah salah satu anak Tuan Sorba Dijulu atau Raja Naiambaton atau Ompu Sindar Mataniari. Si Tempang berasal dari kata tempang yang artinya timpang atau pincang. Awalan Si berarti menyatakan sifat menjadi gelar tulut yang arti nama itu Si Pincang. Mengapa nama itu demikian sebab dia memang lahir cacat kakinya hanya satu dempet tetapi jarinya 7 (tujuh). Inilah Silsilahnya: Raja Odap-odap kawin dengan Si Boru Parujar anaknya adalah Raja Ihat Manisia. Raja Ihat Manisia kawin dengan Si Boru Ihat Manisia anaknya adalah Si Raja Batak. Si Raja Batak mempunyai 2 anak yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon. Raja Isumbaon kawin dengan Si Boru Biding Laut I anaknya bernama Tuan Sorimangaraja. Tuan Sorimangaraja mempunyai 3 orang anak yaitu Tuan Sorba Dijulu (Naiambaton), Tuan Sorbadijae (Nairasaon) dan Tuan Sorba dibanua (Naisuanon). Tuan Sorba di Julu kawin dengan Si Boru Biding Laut ke II anaknya adalah Ompu Sindar Mataniari Raja Nai Ambaton mempunyai 2 isteri. Istri I adalah Si Boru Biding Laut III, dari istri I ini mereka mempunyai 1 orang anak perempuan dan 2 orang anak laki-laki. Yang perempuan bernama Si Boru Pinta Haumason. Yang laki-laki pertama bergelar Guru So Dundangon (kembar dengan Si Boru Pinta Haumason).

Menurut legenda Guru So Dundangon terlahir dengan kesaktian, sehingga wujudnya tidak serupa dengan manusia biasa, ia berwujud seperti Ular Naga yang besar saat siang, dan malam berubah menjadi lelaki dengan wajah yang teramat tampan. Legenda tentang Guru So Dungdangon tak hanya tersohor di Pangururan tetapi sampai ke desa-desa tempat marga-marga lain, dan Guru So Dundangon dikenal sebagai ‘manusia setengah dewa’ dan disembah oleh sebagian orang. Selanjutnya dalam suatu kisah lain Guru So Dundangon karena kesaktiannya harus pergi meninggalkan keluarganya terutama saudara kembarnya Si Boru Pinta Haumason ke negeri yang jauh untuk mengamalkan kesaktiannya itu, tak diketahui dimana ia tinggal dan siapa keturunannya. Lalu putra kedua dari istri Si Boru Biding Laut III adalah Raja Sitempang. Kelak dialah yang meneruskan kerajaan Isumbaon di Pangururan Samosir, dan keturunannya bergelar Raja Pangururan. Istri II Raja Nai Ambaton adalah Si Boru Anting-anting. Si Boru Anting -anting mempunyai 1 orang anak laki-laki yaitu Raja Nabolon. Tidak diketahui siapa yang lebih dulu lahir apakah Raja Sitempang atau Raja Nabolon, tetapi Raja Sitempang adalah putra dari istri yang pertama.

Dia adalah salah satu perwaris kerajaan Raja Nai Ambatan bersama dengan saudaranya Raja Nabolon yang saat itu sudah sempat dipandang oleh masyarakat sebagai pewaris tahta kerajaan. Raja Nai Ambaton bertekat bahwa mereka harus tetap satu. Raja Nai Ambaton sebagai Raja yang bijaksana . Dia tidak ngin kedua anak laki-lakinya yang tersisa itu berselisih paham tentang kerajaan dan harta. Kerajaan yang selalu mendapat serangan dari raja- raja yang lain untuk merebut keajaan itu harus tetap satu dalam kekuatan dan satu dalam perjuangan. Maka Raja Nai Ambaton membuat ikatan janji mereka aga tetap satu yang disebut dengan Padan. Padan itu berbunyi “

Di hamu anakhu nadua, Raja Sitempang dohot Raja Nabolon nasada harajaon sian pomparan ni Raja Isumbaon, tonahononhu ma tu hamu rodi tu pinomar mu dohot tupinompar ni pinompar mu . Ingkon sisada anak , sisada boru , sisada lulu dianak, sisada lulu di boru. Pinompar Raja Nai Ambata tung naso jadi masiolian. Manang ise namanompas padan, manjakit tu hau sitabaon, marlange tu aek sinongnongon

Dan Raja Sitempang di usianya yang tidak lagi muda, dipertemukan oleh Mulajadi Nabolon dengan jodoh Si Boru Porti Mataniari, putri Si Raja Oloan yang usianya terpaut jauh. Mereka membangun kerajaan baru meneruskan kerajaan kakeknya Raja Isumbaon dan ayahnya Raja Nai Ambaton. Raja Sitempang dan Boru Porti Mataniari mempunyai 1 orang anak yang bernama Raja Sitanggang.

Nama Sitanggang diberikan berdasarkan sejarah ayahnya Raja Sitempang yang akhirnya sembuh dari cacat, dimana kakinya Tanggang atau Ganggang yang berarti lepas atau sembuh. Raja Si-Tanggang inilah yang kemudian membesarkan kerajaan ayahnya hingga diberi gelar Raja Pangururan dan mempunyai tiga anak yaitu Raja Tanjabau (Panungkunan) yang kemudian menjadi pewaris kerajaannya, Raja Pangadatan dan bungsu Raja Sigalingging dijuluki gelar Pangulu Oloan akhirnya keturunannya mengabadikan marga Sigalingging. Usia Raja Sitanggang terpaut jauh dari usia saudara sepupunya, putra-putra Raja Nabolon yaitu Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua yang semuanya sudah berumur jauh di atas Raja Sitanggang karena ayahnya sudah masuk usia tua saat Raja Sitanggang lahir. Bahkan usia Raja Sitanggang diperkirakan hampir sama dengan Tuan Suri Raja anak dari Simbolon Tua yang dalam hal ini adalah keponakannya, dan mereka berdua tumbuh bersama.

Inilah sebabnya banyak versi mengatakan bahwa Raja Sitanggang satu generasi di bawah Simbolon Tua, Tamba Tua, Saragi Tua dan Munte Tua. Setelah Raja Sitempang wafat maka anaknya Raja Sitanggang yang kemudian bergelar Raja Pangururan melanjutkan kerajaannya sampai pada puncak kejayaannya. Raja Pangururan dan Tuan Suri Raja putra dari Simbolon Tua kawin dengan kakak beradik putri dari Baho Raja cucu Si Raja Oloan. Raja Pengururan dan Tuan Suri Raja sebagai putra sulung dari Raja Simbolon Tua disebut marpariban. Tetapi mereka adalah sama-sama keturunan dari Raja Nai Ambaton meskipun berbeda generasi (Raja Sitanggang adalah satu generasi dengan Simbolon Tua ayah dari Tuan Suri Raja), namun karena sudah menikahi putri Baho Raja maka mereka menjadi marhahamaranggi. Maka makin erat dan menyatulah keturunan Raja Sitempang dengan Raja Nabolon, demikian pula Raja Sitanggang dan Raja Simbolon Tua dalam hal ini diwakili oleh putra sulungnya Tuan Suri Raja.

Untuk memperkuat kerajaan di sekitar tanah Isumbaon maka mereka bergabung dengan kerajaan Marga Naibaho seluruhnya ada di sekitar Pangururan. Pemilik tanah harajaon itu disebut Sitoluhae Horbo yaitu Marga Naibaho dan Marga Sitanggang dan Marga Simbolon. Keturunan Raja Sitempang yang bermarga Sitanggang dan keturunan Simbolon Tua yang bermarga Simbolon semakin menyatu dalam hati dan cinta, maka muncullah sebutan sehar-hari

Sitanggang do Simbolon dan Simbolon do Sitanggang

. Hal itu diteguhkan dengan janji yang diwariskan oleh kakek mereka yaitu padan ni Nai Ambaton. Maka timbullah perkataan:

Sanggar tolong baringin jabi-jabi, Sitanggang Simbolon sisada urdot sisada tahi

. Yang artinya Sitanggang dan Simbolon senantiasa bersatu seiya sekata, sebagai saudara menghadapi segala permasalahan.

Tarombo Raja Sitempang

 
CATATAN TAROMBO RAJA SITEMPANG [4]

TAROMBO RAJA SITEMPANG ANAK NI RAJA NAIAMBATON

I. RAJA BATAK, anakna tiga:

  1. Guru Tatea Bulan
  2. Raja Isumbaon
  3. Toga Laut / Br. Simoingoing

II.2. RAJA ISUMBAON, anakna tolu:

  1. Raja Sorimangaraja / Siboru Anting Malela , Siboru Biding Laut , Siboru Sanggul Haumason
  2. Raja Asi-asi
  3. Sangkar Somalindang

III.1. RAJA SORIMANGARAJA, anakna tolu:

  1. Sorba Dijulu/Naiambaton / Siboru Biding Laut Br. Limbong
  2. Sorba Dijae/Nairasaon / Siboru Tantan Debata
  3. Sorba Dibanua/Naisuanon / Nai Anting Malela Br. Borbor , Br. Sibasopaet

IV.1. SORBA DIJULU, anakna

  1. Raja Sitempang / Raja Natanggang
  2. Raja Nabolon

V.1. RAJA SITEMPANG / Siboru Marihan Boru Ni Raja Silahi Sabungan , Siboru Portimataniari Boru Ni Raja Oloan , anakna dua:

  1. Raja Hatorusan
  2. Raja Sitanggang (Raja Pangururan)

V.2. Raja Nabolon / Br. Limbong anakna:

  1. Simbolon Tua / Br. Limbong
  2. Tamba Tua / Br. Malau
  3. Saragi Tua / Br. Malau
  4. Munte Tua / Br. Nainggolan

VI.2. RAJA SITANGGANG (RAJA APANGURURAN) / Siboru Marhite Ombun Br Naibaho, anakna tolu:

  1. Raja Tanjabau (Panungkunan)
  2. Raja Pangadatan
  3. Raja Sigalingging (Pangulu Oloan)
  4. Siboru Hata Oloan Br. Sitanggang Menikah dengan Namora Jollung Parhusip
  5. Boru Tatap Nauli br. Sitanggang menikah dengan Malau raja

VII.1. RAJA PANUKKUNAN / (TANJABAU) / Br. Naibaho, anakna dua:

  1. Raja Sitempang I
  2. Raja Tinita

VII.2. RAJA PANGADATAN / Br. Nainggolan, anakna tolu:

  1. Raja Lipan / Br. Nainggolan (Parhusip)
  2. Raja Upar / Br. Nainggolan (Raja Sindar Di Huta)
  3. Raja Silo / Br. Nainggolan (Raja Sindar Di Huta)

VII.3. RAJA SIGALINGGING / (PANGULU OLOAN) / Martualan Br. Naibaho Sitangkaraen , Rona Tio Br. Malau anakna tolu:

  1. Mangarissan/Sigorak
  2. Tinatea/Tambolang
  3. Namora Pangujian/Parhaliang

VIII.1. RAJA SITEMPANG I / Br. Parhusip, anakna satu:

  1. Raja Sitempang II (Sitanggang Gusar lahir setelah generasi ke 4 dari Sitempang II) / Br. Lumban Siantar , br. Ambarita
  2. VII. 2. RAJA TINITA / Br. Sinaga, anakna Tolu :
  3. 1. Raja Hobaon / Br. Sinaga
  4. 2. Raja Niapul / Br. Sinaga
  5. Ompu Maridom / Br. Sinaga Uruk

VIII.2. RAJA LIPAN (SITANGGANG LIPAN) / Br. Nainggolan (Parhusip), anakna tolu:

  1. Ompu Marigom / Br. Pandiangan
  2. Ompu Raja Buhit / Br. Parhusip
  3. Raja Pangadatan / Br. Nainggolan (Mogot Pinaungan)

VIII.3. RAJA UPAR (SITANGGANG UPAR) / br. Nainggolan (Raja Sindar Di Huta), anakna tolu:

  1. Sungkun Barita / Br. Parhusip
  2. Raja Manarsir / Br. Nainggolan (Raja Mogot Pinaungan)
  3. Guru Mangarerak / Br. Nainggolan (Raja Mogot Pinaungan)

VIII.4. RAJA SILO (SITANGGANG SILO) / Br. Nainggolan (Raja Sindar Di Huta), anakna tolu:

  1. Panggilang Bosi / Br. Pandiangan , Br. Lumban Siantar
  2. Sitabi Dalan (RAJA SIMANIHURUK) / Br. Sihaloho
  3. Salassap Bosi (RAJA SIDAURUK) / Br. Sinaga , Br. Purba Sigulang batu

VIII.5.MANGARISSAN (SIGORAK) / br. Naibaho cucunya dari Mpu Bada onom :

  1. Tendang / Br. Naibaho Siahaan
  2. Banurea / Br. Naibaho
  3. Manik Kecupak / Br. Naibaho Sitangkaraen
  4. Beringin / Br. Simamora
  5. Gajah / Br. Manalu
  6. Barasa / Br.

VIII.6.TINATEA / Br. Naibaho (TAMBOLANG) anaknya Guru Sinalsal / Br. Sinaga cucu sada :

  1. Garingging / Br. Sinaga

Tona ni Raja Naiambaton

Di ho ale pinomparhu Raja Natanggang namanean huta ni daompung si Raja Isumbaon dohot ho ale Raja Nabolon namanean goarhu Raja Bolon sian Tano Sumba, asa tonahonon muna ma tonakon tu saluhut pinomparhu rodi marsundut-sundut di desa na ualu di Tano Batak. Asa rap sihahaan ma hamu rap sianggian, rap di jolo rap si Raja Baung di Pomparan ni si Raja Naiambaton. Asa tonahononhu ma tu saluhut Raja Adat, Raja Bius, suang songoni tu angka Raja Parbaringin, Datu Bolon dohot si Baso Bolon di Tano Sumba, asa rap siahaan ma hamu nadua diparadaton, dipartuturan siapari, ditarombo, dihorja adat, diparjambaran ni horbo bius dohot adat, diparjambaran adat Dalihan Natolu, asa sahali manjou ma goarmu nadua, dua hali manggora dohot tangan na dua namartaripar, Natanggang-Nabolon, Nabolon-Natanggang.

Asa ruhut ni panjouon di ulaon adat, ipar-ipar ni partubu nami Raja Nabolon, songoni ma nang Raja Nabolon manjou ipar-ipar ni partubu nami Raja Natanggang. Asa ruhut dipartuturon siapari, na parjolo tubuma siahaan, parpudi tubu sianggian.

Molo so diingot ho hata nidok ima namangose, molo lupa ditona ima namanguba. Asa ho ale Raja Natanggang-Raja Nabolon, asa tonahononmuna ma tupinomparmu asa unang adong namangose namanguba tonangki

Di hamu sude pinomparhu na mamungka huta di desa na ualu di Tano Sumba, di namanjujung baringin ni Raja Isumbaon, partomuan ni aek partomuan ni hosa, mula ni jolma sorang. Asa tonahonma tonangkon tu ganup pinomparmu ro di marsundut-sundut, asa sisada anak, sisada boru ma hamu sisada lungun sisada siriaon. Naunang natongka, naso jadi marsibuatan hamu dipinompar muna namanjujung goarhu si Raja Naimbaton Tuan Sorba Dijulu Raja Bolon. Asa ise hamu di pomparanhu namangalaosi tonangkon, tu hau ma i sitabaon, tu tao ma i sinongnongon, tu harangan mai situtungon. Sai horas-horas ma hamu sude pinomparhu dinamangoloi podangki

Referensi

  1. ^ Buku: Tarombo Raja Sitempang Anak Ni Raja Nai Ambaton Oleh: Bachtiar Sitanggang, SH dan Brigjen Polisi (Purn) Drs. Antonius Sitanggang, SH, MH, Jakarta, 16 Agustus 2020.
  2. ^ Buku: BIJDRAGE tot de kennis van de stamverwantschap, de inheemsche rechtsgemeenschappen en het grondenrecht der Toba- en Dairibataks Oleh: W. K. H. YPES. 1932.
  3. ^ Buku: Raja Sitempang Oleh: Kosmen Sitanggang SPd, Medan, 28 April 2007.
  4. ^ Hasil Seminar Sehari: Tarombo Raja Sitanggang, Punguan Raja Sitanggang Dohot Boruna (Purasitabor) Kota Medan, 2007.

Pranala luar

[Tarombo Parna: Tulisan Nahum Sidabutar 1976]