Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, disingkat NWDI adalah Organisasi kemasyarakatan yang berdiri tanggal 23 Maret 2021.NWDI ini didirikan oleh T.G.B.K.H. Muhammad Zainul Majdi, TGH. Yusuf Makmun & Hj. Siti Rauhun.
Singkatan | NWDI (sejak 2021) |
---|---|
Tipe | Organisasi massa Islam |
Tujuan | Pendidikan, dakwah, dan sosial |
Kantor pusat | Pancor, Lombok Timur |
Ketua Umum | T.G.B.K.H. Muhammad Zainul Majdi |
Situs web | Situs web resmi |
Sejarah
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
Pada tahun 1934 sepulang Muhammad Zainuddin muda dari Tanah Suci Makkah menyelesaikan studinya di Madrasah as-Shaulatiyah langsung mendirikan Pesantren al-Mujahidin. Penamaan Pesantren al-Mujahidin yang berarti “Para Pejuang” ini bukan tidak disengaja, tetapi sebagai bentuk manifestasi Muhammad Zainuddin sebagai intelektual muda terdidik, melihat kondisi bangsanya.
Nama pesantren ini juga sama dengan nama kelompok perjuangan yang dipimpin Pendiri Madrasah al-Shaulatiyah, Syeikh Rahmatullah al-Hindi. Sebelum bermukim di Makkah, Syeikh Rahmatullah merupakan seorang revolusioner penentang penjajahan Inggris di India. Nafas dan semangat perjuangan Syeikh Rahmatullah ini menjadi inspirasi bagi Zainuddin muda melihat kondisi bangsanya yang juga sedang terjajah dan terbelakang.
Pesantren al-Mujahidin yang didedikasikan untuk menggembleng anak muda untuk melawan penjajah selanjutnya berkembang menjadi Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang berarti gerakan kebangsaan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 Hijriah/22 Agustus 1937 Masehi dan 6 tahun kemudian Muhammad Zainuddin muda mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang berarti gerakan kaum perempuan pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 Hijriah/21 April 1943 Masehi di Pancor Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
Muhammad Zainuddin muda cepat mendapatkan pengaruh di masyarakat, dengan kemampuan dan moralitas yang ditunjukkan. Masyarakat Pancor mempercayaikannya sebagai imam dan khatib shalat Jumat di Masjid Jami’ Pancor. Figur anak muda ‘alim yang memiliki integritas, keilmuan, serta perjuangan yang dilakukan, masyarakat menyandangkan gelar dengan sebutan “Tuan Guru Bajang” atau Tuan Guru Muda”, yang pada akhirnya seiring perjalanan waktu, beliau dipanggil dengan sebutan Maulanasyeikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
Masyarakat memintanya memberikan pengajian di Masjid Jami’ Pancor secara periodik. Pengajian ini dihadiri masyarakat luas, bahkan para tuan guru, seperti Tuan Guru Haji Abu Bakar Sakra, Abu Atikah, TGH Azhar Rumbuk, Raden TGH Ibrahim Sakra, bahkan TGH Syarafuddin Pancor yang pernah mengajarnya selalu hadir dalam pengajian. Umat Islam dari luar daerah, salah satunya yang dikenal adalah Haji Ahmad Jemberana dari Bali. Kitab–kitab yang dikaji dalam pengajian tersebut adalah kitab Minhâj ath-Thâlibîn, Jam’al-Jawâmi’, Qathr an-Nada’, Tafsîr al-Jalâlain serta kitab–kitab fiqih dan tafsir yang lain. Permohonan pengajian–pengajian umum di berbagai pelosok daerah Lombok berdatangan. Sebanyak 14 masjid sebagai tempat pengajian umum, antara lain, Masjid Jami’ Pancor, Masbagik, Sikur, Terara, Aikmel, Kalijaga, Wanasaba, Tanjung Teros, Sakra, Gerumus, Pringga Jurang, Kopang, Mantang, Praya dan lainnya. Bahkan ada sejumlah tempat yang tidak bisa dihadiri karena keterbatasan waktu.
Kelahiran Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah juga sangat penting dielaborasi. Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sebagai organisasi masyarakat bersumber pada dua madrasah induk, yaitu Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang oleh pendirinya diberi nama “DWI TUNGGAL PANTANG TANGGAL”.
Madrasah NWDI mendapat pengakuan resmi dari Pemerintah Hindia Belanda dengan diterbitkan akte berdirinya tanggal 17 Agustus 1936, kemudian TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid selaku pendiri meresmikan berdirinya madrasah tersebut pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H. bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 1936 M. Tidak terduga di kemudian hari tanggal 17 Agustus juga merupakan hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah madrasah NWDI menghasilkan lulusan angkatan pertama tahun 1941, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berusaha mengembangkan madrasah tersebut dengan mendirikan madrasah khusus untuk wanita. Usaha ini berhasil dengan berdirinya madrasah Nadlatul Banat Diniyah Islamiyah yang disingkat NBDI pada tanggal 15 Rabi’ul Akhir 1362 H. bertepatan dengan tanggal 21 April 1943 M. dan tidak terduga dikemudian hari tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini.
NWDI melahirkan lulusan pertama tahun 1941 dan NBDI pada tahun 1949. Para lulusan tersebut ada yang melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi dan ada pula kembali ke masyarakat. Diantara mereka yang terjun ke masyarakat ada yang mendirikan madrasah cabang NWDI dan NBDI, dan aktif mengadakan dakwah dan pengajian umum melalui majlis-majlis taklim, baik di masjid maupun di tempat-tempat lain, utamanya di pedesaan, sehingga pada tahun 1949 telah berdiri sebanyak 24 buah madrasah.
Madrasah-madrasah cabang NWDI dan NBDI terus mengalami perkembangan sehingga pada awal tahun 1953 telah berdiri 66 madrasah. Melihat pertumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasag cabang ini, maka diperlukan adanya organisasi yang berfungsi sebagai wadah koordinasi, pembina, pemelihara dan penanggung jawab terhadap segala amal usaha yang dilakukan, baik dalam bidang pendidikan maupun sosial dan dakwah.
Atas dasar tersebut, didirikanlah organisasi kemasyarakatan yang bernama Nahdlatul Wathan (NW) pada tanggal 1 Maret 1953.
Dalam perkembangannya, dinamika organisai NW mengalami berbagai tantangan yang cukup mengganggu stabilitas organisasi, sehingga menyebabkan adanya stagnasi pemikiran pengurus untuk membawa organisasi lebih maju.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk bisa secara bersama membangun organisasi ini, namun selalu menemukan jalan buntu.
Maka atas dasar dinamika yang berkembang serta adanya Kesepakatam Bersama yang dibuat pada tanggal 23 Maret 2021 di Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat, maka lahirlah organisasi Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah (NWDI) pada tanggal 9 Syakban 1442 H. bertepatan dengan tanggal 23 Maret 2021 M.
Perpecahan di dalam Nahdlatul Wathan bermula dari penetapan salah satu putri pendiri NW, Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid, sebagai Ketua Umum PBNW di Muktamar X di Praya, Lombok Tengah pada 1998 dengan berbagai upaya, menggantikan suaminya yang telah wafat, Drs. H. Lalu Gede Sentane. Hasil muktamar tersebut ditolak oleh pihak NW di Pancor karena terjadi kecacatan dalam sidang tersebut dan tidak sesuai dengan asas organisasi NW. Pihak NW yang mendukung Ummi Hj. Sitti Raihanun Zainuddin Abdul Madjid kemudian memindahkan pusat gerakan mereka ke Anjani sedangkan Pihak NW yang masih netral melakukan Muktamar Revolusi untuk menggantikan Muktamar sebelumnya yang tidak sah, dan terpilihlah TGB Zainul Majdi sebagai Ketua Umum dan tetap berpusat di Pancor. Sehingga NW terbagi menjadi NW Anjani dan NW Pancor.[1]
Setelah 21 tahun berkonflik dan upaya hukum tertinggi PK putusan Mahkamah Agung dimenangkan oleh kubu Pancor namun masih mendapat kecaman dari kubu Anjani. Pada 23 Maret 2021, dua kubu NW melakukan mediasi di Mataram. Kubu Anjani dipimpin oleh R.T.G.B. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, sedangkan kubu Pancor dipimpin oleh T.G.B. Muhammad Zainul Majdi. Dari pertemuan tersebut, TGB Zainul Majdi mengubah nama ormas NW di Pancor menjadi NWDI demi kemaslahatan umat dan untuk menghindari perpecahan. Sedangkan Pihak Anjani tetap menggunakan nama Nahdlatul Wathan .[2]
Lihat pula
- Nahdlatul Wathan (sebelum 1998)
- Nahdlatul Wathan (Anjani)
Rujukan
- ^ "Jatuh Bangun Nahdlatul Wathan". Republika. 15 Agustus 2016. Diakses tanggal 4 November 2021.
- ^ "Demi Kemaslahatan, Dua Cucu Pendiri NW Sepakat Berdamai". Suara NTB. 23 Maret 2021. Diakses tanggal 19 November 2021.