Takbiran

Revisi sejak 21 April 2023 06.39 oleh Drajad Kusuma Adi (bicara | kontrib) (Mengarahkan link merah ke artikel Wikipedia yang sudah ada.)

Takbiran di Indonesia merujuk pada aktivitas pemeluk agama Islam yakni mengucapkan kalimat takbir (الله أَكْبَر Allahu Akbar) secara bersama-sama. Kalimat tersebut merupakan gabungan dialog antara Malaikat Jibril, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim berturut-turut yang secara utuh berbunyi, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laa ilaaha Illahu Wallahu Akbar. Allahu Akbar Walillahilhamd."[1]. Lebih spesifik lagi, aktivitas ini merujuk pada aktivitas perayaan mereka pada malam hari dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, bisa juga disebut sebagai malam kemenangan. Aktivitas ini biasanya dilakukan dengan melakukan pawai di jalanan, kadang-kadang sambil membawa beduk, obor, dan lampion. Pada saat waktunya tiba, para peserta takbiran berjalan beriringan membentuk barisan yang panjangnya bisa mencapai 0,5 Km untuk berkeliling kampung, mulai dari suatu masjid sampai tiba di masjid yang sama. Tapi ada juga takbiran yang dilakukan tanpa keliling dan hanya di dalam satu masjid saja.[2] [3] [4]

Tradisi takbiran di Sulawesi Barat, Indonesia

Ada beberapa macam tradisi takbiran yang berbeda di tiap-tiap wilayah Indonesia. Contohnya di Gorontalo ada tradisi Tumbilotohe di mana warga Gorontalo meletakkan banyak sekali obor di satu tanah lapang, bahkan bisa sampai ribuan, untuk membuat suatu bentuk tertentu, misalnya bentuk Al-Quran, ketupat, kaligrafi, dan lain sebagainya. Ada juga tradisi Meriam Karbit di Pontianak di mana warga Pontianak meledakkan meriam untuk menghasilkan bunyi ledakan yang sangat keras, di mana ledakan meriam ini dipercaya dapat mengusir roh jahat yang berusaha mengganggu di saat malam kemenangan. [2] [5]

Makna

  • Ungkapan syukur dan mengagungkan kebesaran Allah SWT.
  • Bentuk perayaan atas kesuksesan umat Islam dalam menunaikan ibadah di bulan Ramadan.
  • Bentuk persaudaraan dan kebersamaan umat Islam.[6]

Hukum

Terdapat pro dan kontra tentang takbiran. Pihak pro mengatakan boleh saja karena tidak ada aturan yang melarangnya. Sedangkan pihak kontra mengatakan tidak dianjurkan karena kebanyakan ulama mengatakan bahwa tidak ada takbiran saat malam 1 Syawal, mereka mengatakan bahwa takbiran hanya dilakukan saat menuju tempat shalat Idul Fitri. [2]

Menurut sejarah pada zaman Nabi, takbiran dilakukan sejak maghrib malam 1 Syawal hingga selesai shalat Idul Fitri. Rasulullah SAW juga melakukannya, beliau bertakbir di lapangan sampai selesai shalat. Namun pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, takbiran diubah menjadi setelah shalat Idul Fitri. Sejak saat itu, takbiran dilakukan pada pagi hari dan dilakukan secara berjamaah.[2] [6]

Referensi

  1. ^ Toipah (2021-05-12). "Sejarah Takbiran: Sebuah Dialog Antara Malaikat Jibril, Nabi Ismail, dan Nabi Ibrahim". iqra.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  2. ^ a b c d "Hukum Takbiran dan Berbagai Tradisi Uniknya di Indonesia". Tokopedia. 2018-05-24. Diakses tanggal 21 April 2023. 
  3. ^ Sekartaji, Sista (2013-07-31). "Tradisi Takbiran Keliling di Indonesia – Kebudayaan Indonesia". Diakses tanggal 2023-04-21. 
  4. ^ Afrialldi, Riz (1 Mei 2022). "Takbir Keliling: Dahulu, Kini dan Nanti". cxomedia.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  5. ^ Wening, Tyas (2019-06-03). "Menjelang Idul Fitri, Simak Tradisi Unik Takbiran Berbagai Daerah di Indonesia, yuk! - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2023-04-21. 
  6. ^ a b "Takbir Idul Fitri: Arti, Sejarah, dan Makna yang Tidak Banyak Orang Tahu". suara.com. 2023-04-20. Diakses tanggal 2023-04-21.