Dongeng

cerita fiksi yang biasanya menampilkan karakter fantasi folkloric dan sihir

Dongeng adalah salah satu cerita fiksi (folktale) yang cukup beragam cakupannya serta berasal dari berbagai kelompok etnis, masyarakat, atau daerah tertentu di berbagai belahan dunia.[1] Pada mulanya dongeng berkaitan dengan kepercayaan masyarakat primitif terhadap sesuatu yang bersifat supranatural dan mengimplementasikannya dalam kehidupan manusia, seperti animisme, dinamisme dan lain-lain.[2] Istilah dongeng dapat dipahami sebagai cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal atau fantasi.[1]

Dongeng adalah hiburan yang menyenangkan untuk anak dan memberikan manfaat positif bagi anak. Dongeng adalah sebuah sarana pendidikan karakter yang dampaknya sudah dirasakan sejak zaman dahulu kala.[2] Nenek moyang dan orangtua terdahulu membuat dongeng untuk anak-anak dengan tujuan menyisipkan unsur pendidikan moral didaktis dan sebagai sarana hiburan.[3] Oleh karena itu, dongeng bisa menjadi wahana untuk mengasah imajinasi, alat pembuka cakrawala anak, mencerdaskan anak dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dongeng juga menjadi salah satu media komunikasi untuk menyampaikan beberapa pelajaran dari pesan moral yang didapatkan sehingga diharapkan anak dapat menerapkan apa yang sudah didengarkan dalam kehidupan sehari-hari.[2]

Ciri

  • Dongeng merupakan salah satu prosa yang tidak benar-benar terjadi dan disesuaikan dengan kenyataan.[1]
  • Ukuran teks dongeng relatif pendek.[1]
  • Bersifat anonim (tidak diketahui siapa pengarangnya) sehingga sering terjadi perubahan-perubahan dalam alur cerita disesuaikan dengan penalaran pendongengnya. Maka dari itu, dongeng banyak versi dan bisa diklaim oleh beberapa daerah tertentu.[4]
  • Diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.[4]
  • Tidak terikat waktu dan tempat. Bisa terjadi di mana saja tanpa aya kewajiban pelataran tertentu.[1]
  • Selalu menampilkan tokoh antagonis dan protagonis.[1]
  • Dituturkan secara lisan (orality).[3]
  • Bersifat imajinatif sehingga bisa menyajikan cerita yang aneh, ajaib dan tidak masuk akal.[3]
  • Mengandung pesan moral yang bermanfaat bagi kehidupan.[3]

Jenis

  • Legenda adalah dongeng yang menceritakan asal mula suatu tempat. Contohnya adalah Sasakala Tangkuban Perahu, Asal Mula Rawa Pening dan Legenda Danau Toba.
  • Mite adalah dongeng yang bercerita tentang para dewa dan mitos yang berkembang di masyarakat. Contohnya dongeng Dewi Sri dan Nyi Roro Kidul.
  • Cerita Rakyat adalah dongeng yang berasal dari suatu daerah tertentu, misalnya Malin Kundang dari Sumatra Barat.[5]
  • Cerita binatang contohnya adalah Si Kancil dan Buaya, Serigala dan Tiga Babi Kecil, dan Sang Kodok. Cerita binatang bisa dibedakan dalam tiga tipe, yaitu etiological tale, fable, dan beast epic. Etiological tale ialah cerita tentang asal-usul terjadinya suatu binatang berdasarkan bentuk atau rupa binatang itu sekarang ini. Fable ialah cerita binatang yang mengandung pendidikan moral. Binatang diceritakan mempunyai akal, tingkah laku, dan juga bicara seperti manusia, sedangkan beast epic adalah siklus cerita binatang dengan seekor binatang sebagai pelaku utamanya.[6]

Manfaat

  • Bisa mendukung perkembangan daya imajinasi anak
  • Meningkatkan kemampuan berbahasa untuk anak usia dini.
  • Untuk mendukung perkembangan tumbuhnya nilai-nilai moral anak.
  • Membentuk karakter positif anak.
  • Sebagai sarana hiburan dan penyembuh trauma psikologis bagi anak.
  • Meningkatkan tingkat konsentrasi anak.
  • Merangsang pengetahuan dan rasa ingin tahu pada anak.
  • Menumbuhkan dan mengembangkan minat baca pada anak.
  • Merekatkan hubungan intuisi antara orang tua dan anak dalam kegiatan mendongeng.[7]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f Nurgiantoro, Burhan (2018-07-11). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: UGM PRESS. hlm. 198. ISBN 9799794205982. 
  2. ^ a b c Rosdianah (2019). Dongeng Ceria Anak. Makassar: Penerbit Aksara Timur. hlm. 19. ISBN 978-602-50180-8-4. 
  3. ^ a b c d Surastina (2018-03-08). Pengantar Teori Sastra: Elmatera. Yogyakarta: Diandra Kreatif. hlm. 82. ISBN 978-602-1222-74-4. 
  4. ^ a b Sutardi, Tedi (2003). Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT Grafindo Media Pratama. hlm. 99. ISBN 978-979-9255-97-6. 
  5. ^ Suhirman (Juni 2017). "Cerita Tradisional Sasak Lombok Sebagai Sarana Transmisi Budaya untuk Membentuk Karakter Anak Sejak Usia Dini". Jurnal Golden Age Hamzanwadi University. 1 (1): 51. ISSN 2549-7367. 
  6. ^ Jamaris, Edwar (2002). Pengantar sastra rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 69. ISBN 978-979-461-395-5. 
  7. ^ Ardini, Pupung Puspa (Juni 2012). "Pengaruh Dongeng dan Komunikasi TerhadapPerkembangan Moral Anak Usia 7-8 Tahun". Jurnal Pendidikan Anak. 1 (1): 47. ISSN 2579-4531.