Kisaran (kota)

ibu kota Kabupaten Asahan, Sumatera Utara
Revisi sejak 8 Mei 2023 07.11 oleh Jvanzz (bicara | kontrib) (Tokoh: Perbaikan kesalahan ketik)

Kisaran (Jawi: كيسرن) adalah sebuah kawasan yang terletak di provinsi Sumatra Utara, sekaligus menjadi ibu kota dari Kabupaten Asahan. Kisaran meliputi dua kecamatan, yakni kecamatan Kota Kisaran Barat dan Kota Kisaran Timur. Kisaran berada di Jalan Raya Lintas Sumatra dan juga jalur Kereta Api Trans Sumatra Divre I Sumut & Aceh.

Kisaran
Kantor Bupati Asahan, Pusat Kota, Pasar Inpres, Universitas Asahan, Masjid Agung H. Achmad Bakrie, Tugu Adipura
Kantor Bupati Asahan, Pusat Kota, Pasar Inpres, Universitas Asahan, Masjid Agung H. Achmad Bakrie, Tugu Adipura
Negara Indonesia
ProvinsiSumatra Utara
KabupatenAsahan
Kecamatan- Kota Kisaran Timur
- Kota Kisaran Barat
Peresmian ibu kota30 April 1980 (PP No.19 Tahun 1980)
Luas
 • Total62,98 km2 (24,32 sq mi)
Populasi
 • Total143.235
 • Kepadatan2.274,29/km2 (5,890,4/sq mi)
Kisaran
Julukan: 
• Kota Karet • Kota Kebun • Kota Naga
Kisaran di Sumatra
Kisaran
Kisaran
Letak Kisaran di Pulau Sumatra, Indonesia
Koordinat: 2°59′17″N 99°36′46″E / 2.98812°N 99.61288°E / 2.98812; 99.61288
Zona waktuUTC+7 (WIB)
Kode Pos
21211-21229
Kode area telepon0623 (Kab. Asahan - Kota Tj. Balai)
Situs webwww.asahankab.go.id
Jalan utama di Kisaran pada tahun 1900-an
Gapura selamat datang di Kota Kisaran

Status Kisaran sebelumnya adalah kota administratif, yang kemudian dihapuskan menjadi kecamatan biasa pada tahun 2003 karena tidak memenuhi persyaratan peningkatan daerah otonom. Kota Kisaran mempunyai objek wisata yang menarik setelah rampungnya pembangunan Masjid Agung Haji Ahmad Bakrie (tahun 2015) yang berada di tepi Jalan Lintas Timur Sumatera, Medan-Rantau Parapat, di depan gedung Kantor Bupati Asahan. Disamping itu, Taman Alun-Alun Kisaran adalah taman sederhana nuansa alami, dengan pepohonan hijau dan sarana komplet yang tersebar di penjuru taman.

Sejarah

Kisaran awalnya merupakan sebuah desa bernama "Sei Saran" yang terletak di sekitar aliran Sungai Musi, yang merupakan anak sungai dari Sungai Asahan. "Sei Saran" dalam bahasa Melayu atau Batak Toba memiliki arti "air yang tenang". Oleh karena itu, nama "Kisaran" kemungkinan berasal dari penyederhanaan nama "Sei Saran" dalam penggunaan sehari-hari.

Pengaruh Perkembangan Daerah: Seiring dengan perkembangan daerah tersebut sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, desa Sei Saran kemudian berkembang menjadi sebuah kota dan mengalami perubahan penulisan menjadi "Kisaran".

Pengaruh Kolonial Belanda: Selama masa penjajahan Belanda di Hindia Belanda, Kisaran merupakan wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Nama-nama tempat di wilayah ini seringkali mengalami perubahan penulisan dan pengucapan sesuai dengan aturan dan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, penamaan "Kisaran" mungkin juga dipengaruhi oleh pengaruh kolonial Belanda pada masa itu.

Daerah Kisaran pada awalnya merupakan daerah perkebunan yang didirikan oleh perusahaan perkebunan Belanda pada abad ke-19. Daerah ini dikenal sebagai "Nederlandsch-Indische Cultuur Maatschappij" (N.I.C.M.), yang mengembangkan perkebunan tembakau dan lada di daerah ini. Pada masa kolonial Belanda, Kisaran menjadi pusat administrasi yang tergabung dalam wilayah Kabupaten Asahan yang berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Daerah ini juga menjadi pusat aktivitas ekonomi dan perdagangan, terutama dalam bidang perkebunan dan perdagangan hasil bumi seperti tembakau, lada, dan pala.

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945, Kisaran tetap menjadi bagian dari wilayah Sumatera Utara. Pada tahun 1950-an, terjadi perubahan administratif di Indonesia, termasuk di daerah Kisaran. Pada tahun 1956, Kisaran dimekarkan menjadi sebuah kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Asahan.

Pada tahun 2003, Kisaran resmi dinyatakan sebagai kota administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara di Provinsi Sumatera Utara. Sejak itu, Kisaran menjadi sebuah kota administratif yang mandiri dengan pemerintahan sendiri dan berkembang sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, dan sosial.

Legenda 1

Menurut legenda yang berkembang di masyarakat setempat, Kisaran awalnya merupakan sebuah desa yang terletak di sekitar aliran Sungai Musi yang dikenal sebagai "Sei Saran". Konon, pada zaman dahulu kala, daerah tersebut sering dilanda oleh banjir yang membuat masyarakat setempat menderita. Penduduk desa pun mengadakan pertemuan dan memutuskan untuk memohon pertolongan kepada Dewa yang diyakini sebagai pengendali air.

Mereka mengadakan ritual dan memohon agar air sungai tidak lagi mengganggu mereka. Setelah beberapa waktu, permohonan mereka dijawab dan air sungai menjadi tenang, tidak lagi membanjiri desa mereka. Sebagai ucapan terima kasih kepada Dewa, desa tersebut kemudian diberi nama "Sei Saran", yang dalam bahasa Melayu atau Batak Toba berarti "air yang tenang".

Seiring dengan perkembangan waktu, nama "Sei Saran" kemudian mengalami penyederhanaan menjadi "Kisaran" dalam penggunaan sehari-hari. Legenda ini menjadi salah satu cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari identitas budaya dan sejarah masyarakat di Kisaran.

Legenda 2

Menurut kisah yang sudah ada sejak turun-temurun, pada sekitar abad XVII, bukit Katerina adalah tempat bertempurnya panglima perang kerajaan Cina dengan Raja Maria Pane ke-7 dari Buntu Pane Asahan, bernama Datuk Daurung. Kemudian setelah bertarung adu kesaktian, tidak ada yang kalah dan menang, maka masing-masing mengeluarkan aji pamungkas, yaitu menjelma menjadi seekor ular naga dan ikan dundung. Keduanya lalu terjun ke sungai Silau.

Mereka bertempur dengan mengandalkan kesaktian masing-masing. Akan tetapi, ular naga jelmaan Panglima Perang Cina dapat dipukul jatuh, tertusuk sanai (patil) dari ikan dundung jelmaan Datuk Daurung. Naga itu meraung-raung menahan sakit dan menggelepar, yang akhirnya terkulai hanyut dan terkapar di hilir sungai Silau tidak seberapa jauh dari bukit itu.

Setelah ratusan tahun kemudian, menurut cerita secara turun temurun dan sudah menjadi semacam legenda di masyarakat, ular naga jelmaan Panglima Perang Cina siuman dari pingsannya yang cukup lama. Diiringi hujan lebat, petir sambung menyambung sehingga terjadilah banjir besar.

Kemudian ular naga tersebut berkisar-kisar (berenang-renang) dan menghanyutkan diri menelusuri Sungai Silau sampai hilir sungai Asahan di kota Tanjung Balai. Selanjutnya menuju ke Selat Malaka.

Perkampungan di kawasan tempat naga berkisar tersebut akhirnya disebut dengan nama Kampung Kisaran Naga. Sekarang menjadi Kelurahan Kisaran Naga dan kota yang berada di dekat sungai Silau disebut dengan nama Kisaran.

Batas wilayah

Kota ini memiliki batas wilayah dengan kecamatan lainnya, yakni:

Utara Kecamatan Rawang Panca Arga, Kecamatan Air Joman dan Kecamatan Pulo Bandring
Timur Kecamatan Air Joman dan Kecamatan Sei Dadap
Selatan Kecamatan Sei Dadap dan Kecamatan Pulo Bandring
Barat Kecamatan Pulo Bandring

Demografi

Penduduk

Pada Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah penduduk Kisaran sebanyak 123.956 jiwa, dan pada tahun 2021 sebanyak 143.235 jiwa.[1]

Kecamatan Jumlah Penduduk
(2010)
Jumlah Penduduk
(2021)
Kota Kisaran Barat 55.175 60.724
Kota Kisaran Timur 68.781 82.511
Total 123.956 143.235

Agama

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Sensus Penduduk Indonesia 2010, mayoritas penduduk Kisaran menganut agama Islam yakni 83,65%, kemudian Kristen sebanyak 11,33% (Protestan 10,57% dan Katolik 0,76%). Selanjutnya penganut agama Buddha sebanyak 4,46%, Hindu sebanyak 0,07%, Konghucu dan lainnya 0,49%.[2] Agama Islam umumnya dianut sebagian besar warga Jawa, Batak Mandailing, dan Angkola, Melayu, Minangkabau, Banjar, Aceh, dan lainnya. Agama Kristen kebanyakan dianut warga Batak Toba, Karo, Simalungun, Nias, dan sebagian Tionghoa, Angkola dan Mandailing. Agama Buddha dan Konghucu umumnya adalah warga Tionghoa yang kebanyakan berada di kecamatan Kota Kisaran Barat. Untuk sarana rumah ibadah di Kisaran hingga tahun 2021, terdapat 81 masjid, 85 musala, 36 gereja Protestan, dan 9 vihara.[1]

Suku bangsa

Penduduk di Kisaran memiliki latar belakang suku bangsa yang berbeda-beda, yang didominasi oleh suku Jawa, Batak, dan Melayu. Data Badan Pusat Statistik dari hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010, persentasi penduduk Kisaran (Kisaran Barat dan Kisaran Timur) berdasarkan suku bangsa yakni suku Jawa sebanyak 49,87%. Kemudian Batak sebanyak 32,03%. Suku Batak dalam Sensus 2010 di Kisaran sebagian besar adalah Batak Angkola, Toba, Mandailing, dan sebagian Karo dan Pakpak.[3] Penduduk dari suku Melayu sebanyak 4,88%, kemudian Minangkabau sebanyak 4,47%, Banjar sebanyak 1,29%, Aceh sebanyak 0,56%. Suku lain sebanyak 6,90%, sebagian besar ialah Tionghoa, dan selebihnya Nias, Sunda, dan suku lainnya.[3]

No Suku Jumlah 2010 %
1 Jawa 66.510 49,87%
2 Batak 42.715 32,03%
3 Melayu 6.502 4,88%
4 Minangkabau 5.968 4,47%
5 Banjar 1.719 1,29%
6 Aceh 742 0,56%
7 Lainnya* 9.199 6,90%
Kisaran 133.355 100%

Catatan: Suku lainnya, sebagian besar adalah Tionghoa, dan selebihnya suku lain seperti Nias, Sunda dan lain-lain.

Transportasi

- Gojek

Tokoh

Fasilitas kesehatan

Rumah Sakit :

Puskesmas :

Pusat Perbelanjaan

  • Pasar Inpress
  • Pajak Diponegoro
  • Pajak Kartini
  • Pajak Bakti
  • dan Sekitaran Area Pusat Kota Lainnya seperti di Jl. Imam Bonjol, Jl. Diponegoro, Jl. Sisingamangaraja, Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Dr. Sutomo, Jl. Ir. Juanda, dan lainnya

Galeri kota kisaran

 
Kece

Referensi

  1. ^ a b c "Kabupaten Asahan Dalam Angka 2022" (pdf). www.asahankab.bps.go.id. hlm. 97, 170, 213. Diakses tanggal 9 Maret 2022. 
  2. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di Kabupaten Asahan". www.sp2010.bps.go.id. BPS. Diakses tanggal 23 Maret 2022. 
  3. ^ a b "Kabupaten Asahan Dalam Angka 2010". asahankab.bps.go.id. hlm. 78–79. Diakses tanggal 23 Maret 2022. 

Pranala luar

2°59′0″N 99°37′0″E / 2.98333°N 99.61667°E / 2.98333; 99.61667