Sastra Jawa Baru
Sastra Jawa Baru kurang-lebih muncul setelah masuknya agama Islam di pulau Jawa dari Demak antara abad kelima belas dan keenam belas Masehi.
Dengan masuknya agama Islam, orang Jawa mendapatkan ilham baru dalam menulis karya sastra mereka. Maka, pada masa-masa awal, zaman Sastra Jawa Baru, banyak pula digubah karya-karya sastra mengenai agama Islam. Suluk Malang Sumirang adalah salah satu yang terpenting.
Kemudian pada masa ini muncul pula karya-karya sastra bersifat ensiklopedis seperti Serat Jatiswara dan Serat Centhini. Para penulis 'ensiklopedia' ini rupanya ingin mengumpulkan dan melestarikan semua ilmu yang (masih) ada di pulau Jawa, sebab karya-karya sastra ini mengandung banyak pengetahuan dari masa yang lebih lampau, yaitu masa sastra Jawa Kuna.
Gaya bahasa pada masa-masa awal masih mirip dengan Bahasa Jawa Tengahan. Setelah tahun ~ 1650, bahasa Jawa gaya Surakarta menjadi semakin dominan. Setelah masa ini, ada pula renaisans Sastra Jawa Kuna. Kitab-kitab kuna yang bernapaskan agama Hindu-Buddha mulai dipelajari lagi dan digubah dalam bahasa Jawa Baru.
Sebuah jenis karya yang khusus adalah babad, yang menceritakan sejarah. Jenis ini juga didapati pada Sastra Jawa-Bali.
Daftar Cuplikan Karya Sastra Jawa Baru
Masa Islam
- Kidung Rumeksa ing Wengi
- Kitab Sunan Bonang
- Primbon Islam
- Suluk Sukarsa
- Serat Koja Jajahan
- Suluk Wujil
- Suluk Malang Sumirang
- Serat Nitisruti
- Serat Nitipraja
- Serat Sewaka
- Serat Menak
- Serat Yusup
- Serat Rengganis
- Serat Manik Maya
- Serat Ambiya
- Serat Kanda
Masa Renaisans dan Sesudahnya
- Serat Rama Kawi
- Serat Bratayuda, Kyai Yasadipura
- Serat Panitisastra
- Serat Arjunasasra
- Serat Mintaraga, Ingkang Sinuwun Pakubuwana III
- Serat Darmasunya
- Serat Dewaruci
- Serat Ambiya Yasadipuran, Kyai Yasadipura
- Serat Tajusalatin
- Serat Cebolek
- Serat Sasanasunu
- Serat Wicara Keras
- Serat Kalatidha, Raden Ngabehi Ranggawarsita
- Serat Paramayoga, Raden Ngabehi Ranggawarsita
- Serat Jitapsara
- Serat Pustaka Raja
- Serat Cemporet
- Serat Damar Wulan, Raden Panji Jayasubrata, 1871