Al-Harits bin al-Hakam

Al-Harits bin al-Hakam bin Abi al-Ash bin Umayyah (bahasa Arab: الحارث بن الحكم بن أبي العاص بن أمية) adalah seorang penasihat senior dan sepupu Khalifah Utsman bin Affan (berkuasa 644—656 M). Ia ikut serta dalam pertempuran melawan pasukan Bizantium di Afrika Utara pada tahun 647 dan kemudian diangkat menjadi pengawas pasar di Madinah, ibukota khalifah saat itu. Sejumlah keturunannya aktif sebagai pemilik tanah dan menjadi gubernur di bawah kerabat mereka, para khalifah Umayyah yang termasuk dalam keluarga Marwani, yang merupakan keturunan Marwan bin al-Hakam, saudara laki-laki Al-Harits.

Biografi

Al-Harits adalah putra dari Al-Hakam bin Abi al-Ash dan saudara dari Marwan bin al-Hakam, salah satu khalifah Umayyah. Dia adalah sepupu pertama dari pihak ayah Khalifah Utsman bin Affan (berkuasa 644—656 M).[1] Ketika Utsman menjadi khalifah, Al-Harits dan Marwan memainkan peran berpengaruh sebagai penasihat utama khalifah.[2]

Menurut Ahmad al-Baladzuri, pada tahun 647 (atau 648 atau 649) khalifah mengangkat Al-Harits sebagai kepala pasukan yang dikirim untuk memperkuat pasukan gubernurnya di Mesir, Abdullah bin Abi Sarh. Setelah bala bantuan datang, Abdullah mengambil alih komando dari Al-Harits dan memimpin pasukan Muslim dalam pertempuran melawan Eksarkatus Afrika (wilayah Afrika Utara yang berada di bawah kekuasaan Bizantium).[3]

Utsman menunjuk Al-Harits sebagai pengawas pasar Madinah, yang saat itu menjadi ibu kota khalifah. Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan kaum Anshar (penduduk asli Madinah) yang menganggapnya sebagai pelanggaran kendali atas kota asal mereka.[2] Riwayat-riwayat Islam menyebutkan suatu kejadian tertentu yang membangkitkan permusuhan kaum Anshar, yaitu Al-Harits menggunakan jabatannya untuk membeli barang dan menjualnya di pasar dengan keuntungan yang cukup besar. Protes yang diajukan kepada khalifah sebagai tanggapan dibubarkan dan kaum Anshar semakin marah ketika Utsman menghadiahkan Al-Harits hadiah unta yang dikumpulkan sebagai sadaqah.[4] Utsman sebelumnya telah membuat marah anggota masyarakat, khususnya Abu Dzar Al-Ghifari, ketika dia menghadiahkan Al-Harits sejumlah besar uang dari upeti yang dikumpulkan selama ekspedisi militer di Afrika Utara.[5] Al-Harits juga diberi tanah oleh Utsman di al-Manzur, di sekitar Madinah.[6]

Keturunan

Al-Harits memiliki istri dan anak yaitu:[7]

Salah satu putra Al-Harits, Abu Bakar menikah dengan Ramlah, putri Marwan, yang menjadi khalifah pada tahun 684 dan leluhur dari khalifah Umayyah cabang Marwani yang berkuasa sampai tahun 750. Banyak keturunan Al-Harits disukai di bawah pemerintahan Marwani.[9] Putra Al-Harits lainnya, Abdul Wahid, mempunyai sebuah perkebunan yang bernama Marj Abdul Wahid setelah namanya di Syam, provinsi Kekhalifahan Umayyah. Dia berinvestasi di dalamnya, dan semula ia menjadikan padang rumputnya milik pribadi sebelum ia menjadikannya untuk dimanfaatkan kaum Muslim. Penyair yang bernama Al-Qathami memujinya dalam syairnya.[10] Abdul Malik putra Al-Harits adalah seorang komandan yang diangkat oleh sepupunya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan sebagai komandan ekspedisi untuk menjaga wilayah antara Syam dan Madinah. Abdul Malik bin Al-Harits juga pernah bentrok dengan Abdullah bin az-Zubair lewat gubernurnya yang bernama Sulaiman bin Khalid dengan cara mengirimkan pasukan hingga mereka membunuhnya.[11] Abdul Malik bin Al-Harits menikah dengan putri Marwan yang bernama Ummu Utsman binti Marwan.[12]

Cucu Al-Harits, Sa'id bin Abdul Aziz, yang dijuluki Sa'id Khudzainah (khudzainah adalah julukan yang digunakan oleh orang Arab untuk menyebut istri bangsawan Iran dan pada dasarnya berarti 'putri kecil') adalah gubernur Khurasan pada tahun 720 di bawah ayah mertuanya Maslamah bin Abdul-Malik, cucu dari Marwan.[13] Maslamah saat itu menjabat sebagai gubernur Irak dan Khurasan di bawah saudaranya, Khalifah Yazid bin Abdul-Malik.[14] Cucu Al-Harits lainnya, Khalid bin Abdul Malik, menjabat sebagai gubernur Madinah untuk Khalifah Hisyam bin Abdul-Malik, yang merupakan cucu Marwan juga.[15] Ismail bin Abdul Malik, saudara Khalid, menikah dengan Hammadah, putri Hasan bin Hasan, cucu Khalifah Ali, dan dia memiliki dua putra dari hasil pernikahannya dengan Ismail.[16]

Referensi

  1. ^ Madelung 1997, hlm. xiv.
  2. ^ a b Kennedy 2004, hlm. 75.
  3. ^ Hitti 1916, hlm. 356.
  4. ^ Madelung 1997, hlm. 90.
  5. ^ Madelung 1997, hlm. 84, catatan 22.
  6. ^ Madelung 1997, hlm. 82.
  7. ^ Ibnu Hazm. "Jamharah Ansab Al-Arab". islamport.com (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-10. Diakses tanggal 2022-05-06. 
  8. ^ a b c Mush'ab az-Zubairi. "Nasab Quraisy". islamport.com (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-06. Diakses tanggal 2022-06-04. 
  9. ^ Ahmed 2011, hlm. 114.
  10. ^ Hitti 1916, hlm. 282-283.
  11. ^ Manshur Abdul Hakim. Hajjaj bin Yusuf: Algojo Bani Umayyah (Bukel). Pustaka Al-Kautsar. hlm. 93. ISBN 9789795929444, 9795929445. 
  12. ^ (Arab) Nasab Quraisy, Mush'ab az-Zubairi Diarsipkan 2020-11-26 di Wayback Machine.
  13. ^ Powers 1989, hlm. 21,149.
  14. ^ Syaikh Al-Baladzuri (2015). Futuhul Buldan: Penaklukan Negeri-negeri dari Fathu Makkah Sampai Negeri Sind (Bukel). Pustaka Al-Kautsar. hlm. 583. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-17. Diakses tanggal 2023-04-17. 
  15. ^ McMillan 2011, hlm. 128-129.
  16. ^ Ahmed 2011, hlm. 152.

Daftar pustaka