Partai Arab Indonesia atau PAI adalah partai politik yang diketuai Abdurrahman Baswedan (kakek Anies Baswedan), keturunan Arab yang ada di Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum merdeka) pada 1934. Semula, partai ini menggunakan Persatuan Arab Indonesia (PAI). Tetapi, dalam sejarah jika disebut PAI maka yang dikenal adalah Partai Arab Indonesia.[1] Pada mulanya komunitas ini memang menggunakan nama Persatuan Arab Indonesia. Tetapi, karena memang sejak awal berfokus kepada gerakan politik maka PAI memfokuskan kepada jalan politik.

Sejarah

Peranakan Arab di Hindia Belanda sering terkena konflik yang diakibatkan strata sosial yang berasal dari tanah leluhur mereka, Hadhramaut, Yaman. Yaitu antara Sayyid dan bukan Sayyid. Tak jarang konflik di antara mereka menyulut perkelahian fisik. Melihat itu, anak-anak muda keturunan Arab merasa prihatin. Mereka ingin mengubah kondisi yang melanda komunitas mereka tersebut.

Dipengaruhi oleh Sumpah Pemuda 1928, pada tanggal 4 Oktober 1934 di Semarang, sejumlah kaum muda keturunan Arab mendukung gagasan tanah air Indonesia -dan tidak lagi mengaitkan dengan asal-usulnya yaitu Hadramaut, Yaman.

Dimotori oleh pemuda idealis Abdurrahman (AR) Baswedan, kaum muda ini melakukan "Sumpah Pemuda keturunan Arab" dengan tiga butir pernyataan: "Pertama, Tanah air peranakan Arab adalah Indonesia; Kedua, peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri); Ketiga, Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia". Dengan sumpah ini, maka Baswedan dan gerakannya sekaligus menafikkan privilege perlakuan hukum (kelas Timur Asing) yang diberikan oleh penguasa penjajah kepada etnik Arab. Selanjutnya dengan melebur kedalam cita-cita bersama bangsa Indonesia, untuk turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, maka mereka mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI), yang karena kegiatan politiknya dikenal sebagai Partai Arab Indonesia (PAI).[2]

Pada 1937, PAI berhasil mengirimkan wakilnya ke Volksraad, Sayyid Abdullah bin Salim al-Attas. Pada sebuah kongres PAI di Surabaya, Sayyid Abdullah menyampaikan pidato, "PAI hanya bisa memperjuangkan kepentingan orang-orang Indonesia melalui jalan politik."[3] Pada 1939 PAI juga tergabung ke dalam GAPI.

Referensi