Megalitik Pasemah adalah tinggalan tradisi budaya megalitik di daerah Pasemah (Sumatera Selatan) yang merupakan tinggalan warisan budaya bangsa yang sangat penting artinya. Tinggalan megalitik di wilayah Pasemah muncul dengan bentuk yang unik, langka dan mengandung unsur kemegahan dan keagungan serta terwujud dalam bentuk-bentuk yang sangat monumental. Simbol-simbol yang ingin disampaikan oleh pemahat erat kaitannya dengan pesan-pesan religius. Budaya megalitik Pasemah mulai diteliti pertama kali dan ditulis oleh L. Ullmann dalam artikelnya "Hindoe-belden in binnenlanden van Palembang" yang dimuat oleh Indich Archief (1850). Dalam tulisannya Ullmann itu H Loffs menyumpulkan bahwa arca-arca tersebut merupakan tinggalan dari masa hindu. namun pendapat ini ditentang oleh Van der Hoop, tahun 1932 yang menyatakan bahwa tinggalan tersebut dari masa yang lebih tua. Setelah penelitian Van der Hoop, penelitian tentang megalitik Pasemah dilanjutkan oleh peneliti-peneliti arkeologi, seperti R.P. Soejono, Teguh Asmar, Haris Sukendar, Bagyo Prasetyo, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan peneliti dari Balai Arkeologi Palembang pun secara intensif melakukan penelitian di wilayah Pasemah sampai saat ini. Penampilan tinggalan budaya megalitik Pasemah sangat "sophiscated" dengan tampilnya pahatan-pahatan yang begitu maju, dan digambarkan alat-alat yang dibuat dari perunggu memberikan tanda bahwa megalitik Pasemah telah berkembang dalam arus globalisasi (pertukaran) budaya yang pesat. Alat-alat logam perunggu yang dipahat adalah nekara yang merupakan kebudayaan Dong Soon, Vietnam. Temuan peninggalan megalitik di pasemah begitu banyak variasinya, berdasarkan survei yang dilakukan peneliti Balai Arkeologi Palembang, Budi Wiyana telah menemukan 19 situs megalitik baik yang tersebar secara mengelompok maupun sendiri (1996).




situs balai arkeologi palembang