Pemilihan umum

pemilihan untuk memilih semua atau sebagian besar anggota badan politik tertentu
Revisi sejak 30 Mei 2023 18.30 oleh Yaumilmahpud (bicara | kontrib) (Rangkuman konten Sejarah pemilu pertama di Indonesia)

Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik di Indonesia tertentu.[1] Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/Lembaga legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.[2]

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.[3]

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye[4]. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara[5].

Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai[6]. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih[7].

Pemilih

Menurut UU No.7 pasal 348-350 tahun 2017, pemilih adalah WNI yang sudah genap berusia 17 tahun atau lebih, baik sudah kawin atau belum dan pernah kawin.[8]

Dalam pemilu, pemilih biasanya dibedakan menjadi tiga kategori pemilih. Kategori pemilih tersebut ialah pemilih tetap, pemilih tambahan dan pemilih khusus. Pada tahun 2019 ketiga kategori ini digunakan sebagai standar pemilu.

Pemilih tetap adalah pemilih yang sudah terdata di KPU dan terdata di DPT (daftar pemilih tetap). Pemilih kategori ini sudah di coklit dan dimutakhirkan oleh KPU dengan tanda bukti memiliki undangan memilih atau C6.

Pemilih tambahan adalah kategori pemilih yang pindah memilih ke TPS lain dari TPS yang sudah ditentukan. Menurut UU NO.7 pasal 210 Tahun 2017, pemilih tambahan wajib melapor paling lambat 30 hari sebelum pemungutan. Pada saat pemungutan suara pemilih tambahan membawa surat pindah memilih (A5), KTP dan surat identitas lain (KK, paspor atau SIM)

Pemilih khusus adalah kategori pemilih yang tidak terdaftar di DPT(Daftar Pemilih Tetap) dan DPTb (Daftar Pemilih Tambahan). Pemilih khusus dapat ikut memilih dengan membawa KTP atau identitas lain ke TPS. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan memberikan hak suara dengan pertimbangan ketersediaan surat suara di TPS.[9]

Sejarah

Pemilu pertama tahun 1955 dengan payung hukumnya adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 1953 tentang pemilihan anggota DPR dan Konstituante yang metupakan badan husus yang dinentuk untuk membuat Undang-Unsang Dasar karena pasa masa demokrasi liberal menggunakan UUDS atau Undang-undang Sementara dengan menggunakan sistem proposional pendaftaran pemilu dilaksanakan sejak bulan Mei 1954 dan selesai pada November 1954, terdapat daftar pemilih tetap 43.104.464 jiwa, selama proses pendataan itu, beberapa panitia gugur dalam menjalankan tugas akibat gerombolan-gerombolan yang mengganggu proses jalannya pemilu, pada masa demokrasi liberal ini muncul banyak sekali pemberontakan dengan sedikit mengganggu proses pendataan pemilih tetap, pelaksanaan pemilu 1955 ini dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap dari peeiode 1950 hingga 1959 itu merupakan masa demokrasi liberal, yang mana sistem Pemerintahan parlementer yang menjalankan Pemerintahannya Perdana Menteri kala itu Burhanudin Harahap, Panitia penyelenggara yakni panitia pemilihan Indonesia (PPI) kemudian pemilu dibagi menjadi 2 (dua) tahap tahap pertama tanggal 29 September 1955 pemilihan anggota DPR yang kedua yanggal 15 Desember 1955 pemilihan anggota Konstituante, pada pemilu tahun 1955 ini anggota TNI diperbolehkan menggunakan hak pilihnya, dibagi menjadi 16 daerah pemilihan akan tetapi Papua batal melaksanakan pemilu, untuk wilayah bali karena tanggal 29 September 1955 bertepatan dengan hari Raya Galungan pemilihan umum dilangsungkan pada tanggal 1 Oktober 1955, diikuti oleh 36 Partai Politik serta 34 Organisasi dan 48 calon perorangan, pemilihan anggota DPR ini guna untuk memperebutkan 260 kursi DPR dengan pemilih berjumlah 37.875.299 atau 87,65% dari 43.104.464 daftar pemilih tetap kemudian kursi yang diperoleh 257 dikarenakan Papua gagal melaksanakan pemilu,

  • pembagian kursi DPR 10 Besar perolehan suara terbanyak pemilu 1955
  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) jumlah suara 8.434.653 atau 22.32% mendapatkan 57 kursi DPR
  2. Masyumi jumlah suara 7.903.886 atau 30.92% mendapatkan 57 kursi DPR
  3. Nahdatul Ulama (NU) jumlah suara 6.955.141 atau 18.41% mendapatkan 45 kursi DPR
  4. Partai Komunis Indonesia (PKI) jumlah suara 6.179.914 atau 16.36% mendapatkan 39 kursi DPR
  5. Partai Syerikat Islam Indonesia (PSII) jumlah suara 1.091.160 atau 2.89% mendapatkan 8 kursi DPRA
  6. Partai Keeisten Indonesia (Parkindo) 1.003.326 atau 2.66% mendapatkan 8 kursi DPR
  7. Partai Katolik jumlah suara 770.740 atau 2.04% mendapatkan 6 kursi DPR
  8. Partai Sosialis Indonesia (PSI) jumlah suara 751.151 atau 1.99% mendapatkan 5 kursi DPR
  9. Ikatan Pensukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) jumlah suara 541.306 atau 1.43% mendapatkan 4 kursi DPR
  10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah jumlah suara 483.041 atau 1.28% mendapatkan 4 kursi DPR

Adapun ketua DPR yang pertama yakni Sartono partai PNI, kemudian wakilnya Zainul Arifin partai NU, Arudji Karta Winata partai (PSI) dan Zainal Abidin Ahmad partai Masyumi,

Pemilihan anggota Konstituante tanggal 15 Sesember 1955, pemilu kontstituante diikuti oleh 39 partai politik, 23 organisasi dan 29 perorangan, jumlah kursi Konstituante dipilih sebanyak 520 dikurangi 6 kursi Irian Barat sehingga menjadi 514, jumlah total suara kurang lebih 37.837.105, hasil pemilu Konstituante kutang lebih sama dengan hasil pemilihan DPR.

Penentuan untuk jumlah kursi dalam partai politik

Daftar partai (party-list) dalam sistem proporsional terbagi 4 yaitu:[10]

  • Rata-rata tertinggi/Divisor (Highest avarage)
Metode Penjelasan rumus Rumus
D'Hondt suara yang diraih setiap partai dibagi berdasarkan angka serial: 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan seterusnya.  .
Sainte Laguë (asli) suara yang diraih setiap partai dibagi berdasarkan angka serial: 1, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya.  .
Sainte Laguë (modifikasi) suara yang diraih setiap partai dibagi berdasarkan angka serial: 1.4, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya.   kecuali s=0.
Danish suara yang diraih setiap partai dibagi berdasarkan angka serial: 1, 4, 7, 10, 13, dan seterusnya.  .
Huntington–Hill suara yang diraih setiap partai dibagi berdasarkan akar angka serial: 2, 6, 12, 20, 30 dan seterusnya.   dimana s≠0.
Keterangan:
  • V adalah jumlah suara sah partai politik/individual.
  • s adalah jumlah kursi berdasarkan bilangan cacah kecuali keterangan tersebut.
  1. Jika jumlah pembagian pada posisi pertama dari partai bawah dengan kedua dari partai atas maka terambil dari jumlah suara teratas. semua metode hitungan pembulatan bawah.
  2. Dalam tersisa satu kursi dimana dua atau lebih partai yang mempunyai jumlah suara yang sama maka:
    1. Jika berada pembagian di posisi yang sama, terambil partai yang memiliki jumlah suara terbanyak.
    2. Jika berada pembagian di posisi yang beda, terambil partai yang berada perhitungan pembagian yang sebelumnya.
  • Suara sisa terbanyak/Kuota (Largest remainder)
Metode Rumus
Hare  
Droop  
Imperiali  
Hagenbach-Bischoff  
  1. Jika jumlah sisa suara yang memiliki sama maka terambil dari jumlah suara teratas. semua metode hitungan pembulatan bawah.
  2. Dalam tersisa satu kursi dimana dua atau lebih partai yang mempunyai jumlah suara yang sama maka:
    1. Jika berada suara sisa di posisi yang sama, terambil partai yang memiliki jumlah suara terbanyak.
    2. Jika berada suara sisa di posisi yang beda, terambil partai yang berada perhitungan suara sisa yang sebelumnya.
  • Metode lainnya
Metode Rumus
Hare-Niemeyer  

Jika jumlah suara yang memiliki sama maka terambil dari jumlah suara teratas. semua metode hitungan pembulatan atas.

Contoh pemilihan umum sebagai berikut:

Tanpa batas ambang parlemen (Parliamentary Threshold)

Pembagi (Divisor)

Misalnya cukup terbagi 2 yaitu bagian 1 dan 2 saja.

# Partai Jumlah suara % D'Hondt Sainte Laguë (asli) Sainte Laguë (modifikasi) Danish Huntington–Hill Hare-Niemeyer
Bagi 1 Bagi 2 Jumlah kursi % Bagi 1 Bagi 3 Jumlah kursi % Bagi 1.4 Bagi 3 Jumlah kursi % Bagi 1 Bagi 4 Jumlah kursi % Bagi akar 2 Bagi akar 6 Jumlah kursi % Jumlah kursi %
1 Partai A 50 27.03 50* 25* 2 25 50* 16* 2 25 35* 16* 2 25 50* 12* 2 25 5* 2.8* 2 25 3 37.5
2 Partai B 38 20.54 38* 19* 2 25 38* 12* 2 25 27* 12* 2 25 38* 9* 2 25 4.3* 2.4* 2 25 2 25
3 Partai C 29 15.68 29* 14* 2 25 29* 9* 2 25 20* 9* 2 25 29* 7 1 12.5 3.7* 2 1 12.5 1 12.5
4 Partai D 24 12.97 24* 12 1 12.5 24* 8 1 12.5 17* 8 1 12.5 24* 6 1 12.5 3.4* 2 1 12.5 1 12.5
5 Partai E 13 7.03 13* 6 1 12.5 13* 4 1 12.5 9* 4 1 12.5 13* 3 1 12.5 2.4* 1.4 1 12.5 1 12.5
6 Partai F 8 4.32 8 4 0 0 8 2 0 0 5 2 0 0 8* 2 1 12.5 2* 1 1 12.5 0 0
7 Partai G 5 2.71 5 2 0 0 5 1 0 0 3 1 0 0 5 1 0 0 1.4 0 0 0 0 0
8 Partai H 3 1.62 3 1 0 0 3 1 0 0 2 1 0 0 3 0 0 0 1.4 0 0 0 0 0
9 Partai I 3 1.62 3 1 0 0 3 1 0 0 2 1 0 0 3 0 0 0 1.4 0 0 0 0 0
10 Partai J 2 1.08 2 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Jumlah suara sah 175 94.6
Jumlah suara tidak sah 5 2.7
Jumlah suara tidak memilih 5 2.7
Jumlah suara memilih 185 100

Keterangan:

  • Jumlah kursi yang ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 8.
  • * = Sesuai dengan peringkat jumlah suara dari terbesar sampai terkecil.

Kuota (Quota)

# Partai Jumlah suara % Hare Droop Imperiali Hagenbach-Bischoff
Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi %
1 Partai A 50 27.03 2.38 2 29 1 3 37.5 2.5 2 30 1 3 37.5 2.94 2 33 1 3 37.5 2.63 2 31 1 3 37.5
2 Partai B 38 20.54 1.8 1 17 1 2 25 1.9 1 18 1 2 25 2.23 2 21 1 3 37.5 2 2 19 1 3 37.5
3 Partai C 29 15.68 1.38 1 8 0 1 12.5 1.45 1 9 0 1 12.5 1.7 1 12 0 1 12.5 1.52 1 10 0 1 12.5
4 Partai D 24 12.97 1.14 1 5 0 1 12.5 1.2 1 4 0 1 12.5 1.41 1 7 0 1 12.5 1.26 1 5 0 1 12.5
5 Partai E 13 7.03 0.61 0 13 1 1 12.5 0.65 0 13 1 1 12.5 0.76 0 13 0 0 0 0.68 0 13 0 0 0
6 Partai F 8 4.32 0.38 0 8 0 0 0 0.4 0 8 0 0 0 0.47 0 8 0 0 0 0.42 0 8 0 0 0
7 Partai G 5 2.71 0.23 0 5 0 0 0 0.25 0 5 0 0 0 0.29 0 5 0 0 0 0.26 0 5 0 0 0
8 Partai H 3 1.62 0.14 0 3 0 0 0 0.15 0 3 0 0 0 0.17 0 3 0 0 0 0.15 0 3 0 0 0
9 Partai I 3 1.62 0.14 0 3 0 0 0 0.15 0 3 0 0 0 0.17 0 3 0 0 0 0.15 0 3 0 0 0
10 Partai J 2 1.08 0.09 0 2 0 0 0 0.1 0 2 0 0 0 0.11 0 2 0 0 0 0.1 0 2 0 0 0
Jumlah suara sah 175 94.6 5 3 8 100 5 3 8 100 6 2 8 100 6 2 8 100
Jumlah suara tidak sah 5 2.7
Jumlah suara tidak memilih 5 2.7
Jumlah suara memilih 185 100

Keterangan:

  • Jumlah kursi yang ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 8.
  • BPP (Hare): 175/8 = 21.
  • BPP (Droop): (175/9) + 1 = 20.
  • BPP (Imperiali): 175/10 = 17.
  • BPP (Hagenbach-Bischoff): 175/9 = 19.

Dengan ambang batas parlemen (Parliamentary Threshold)

Pembagi (Divisor)

Misalnya cukup terbagi 2 yaitu bagian 1 dan 2 saja.

# Partai Jumlah suara % D'Hondt Sainte Laguë (asli) Sainte Laguë (modifikasi) Danish Huntington–Hill Hare-Niemeyer
Bagi 1 Bagi 2 Jumlah kursi % Bagi 1 Bagi 3 Jumlah kursi % Bagi 1.4 Bagi 3 Jumlah kursi % Bagi 1 Bagi 4 Jumlah kursi % Bagi akar 2 Bagi akar 6 Jumlah kursi % Jumlah kursi %
1 Partai A 50 27.03 50* 25* 2 33.3 50* 16* 2 33.3 35* 16* 2 33.3 50* 12* 2 33.3 5* 2.8* 2 33.3 2 33.3
2 Partai B 38 20.54 38* 19* 2 33.3 38* 12 1 16.7 27* 12* 2 33.3 38* 9 1 16.7 4.3* 2.4 1 16.7 1 16.7
3 Partai C 29 15.68 29* 14 1 16.7 29* 9 1 16.7 20* 9 1 16.7 29* 7 1 16.7 3.7* 2 1 16.7 1 16.7
4 Partai D 24 12.97 24* 12 1 16.7 24* 8 1 16.7 17* 8 1 16.7 24* 6 1 16.7 3.4* 2 1 16.7 1 16.7
5 Partai E 13 7.03 13 6 0 0 13* 4 1 16.7 9 4 0 0 13* 3 1 16.7 2.4* 1.4 1 16.7 1 16.7
6 Partai F 8 4.32
7 Partai G 5 2.71
8 Partai H 3 1.62
9 Partai I 3 1.62
10 Partai J 2 1.08
Jumlah suara sah 175 94.6
Jumlah suara tidak sah 5 2.7
Jumlah suara tidak memilih 5 2.7
Jumlah suara memilih 185 100

Keterangan:

  • Ambang batas parlemen ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 5%.
  • Jumlah kursi yang ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 6.
  • * = Sesuai dengan peringkat jumlah suara dari terbesar sampai terkecil.

Kuota (Quota)

Hanya 1 tahap
# Partai Jumlah suara % Hare Droop Imperiali Hagenbach-Bischoff
Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi % Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi %
1 Partai A 50 27.03 2 2 25 1 3 50 2.17 2 27 1 3 50 2.63 2 31 0 2 33.3 2.27 2 28 1 3 50
2 Partai B 38 20.54 1.52 1 13 0 1 16.7 1.65 1 15 0 1 16.7 2 2 19 0 2 33.3 1.72 1 16 0 1 16.7
3 Partai C 29 15.68 1.16 1 4 0 1 16.7 1.26 1 6 0 1 16.7 1.52 1 10 0 1 16.7 1.31 1 7 0 1 16.7
4 Partai D 24 12.97 0.96 0 24 1 1 16.7 1.04 1 1 0 1 16.7 1.26 1 5 0 1 16.7 1.09 1 2 0 1 16.7
5 Partai E 13 7.03 0.52 0 13 0 0 0 0.56 0 13 0 0 0 0.68 0 13 0 0 0 0.59 0 13 0 0 0
6 Partai F 8 4.32
7 Partai G 5 2.71
8 Partai H 3 1.62
9 Partai I 3 1.62
10 Partai J 2 1.08
Jumlah suara sah 175 94.6 4 2 6 100 5 1 6 100 5 1 6 100 5 1 6 100
Jumlah suara tidak sah 5 2.7
Jumlah suara tidak memilih 5 2.7
Jumlah suara memilih 185 100

Keterangan:

  • Ambang batas parlemen ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 5%.
  • Jumlah kursi yang ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 6.
  • Jumlah suara sah yang diperoleh batas ambang parlemen adalah 154.
  • BPP (Hare): 154/6 = 25.
  • BPP (Droop): (154/7) + 1 = 23.
  • BPP (Imperiali): 154/8 = 19.
  • BPP (Hagenbach-Bischoff): 154/7 = 22.
Hanya 2 tahap (hanya Hare saja)
# Partai Jumlah suara % Hare
Tahap I (100% BPP) Pembulatan Sisa suara Tahap II (50% BPP) Pembulatan Sisa suara Peringkat sisa suara Total kursi %
1 Partai A 45 31.03 1.87 1 21 1.75 1 9 0 2 40
2 Partai B 25 17.24 1.04 1 1 0.08 0 1 0 1 20
3 Partai C 22 15.17 0.91 0 22 1.83 1 10 0 1 20
4 Partai D 11 7.58 0.45 0 11 0.91 0 11 1 1 20
5 Partai E 10 6.89 0.41 0 10 0.83 0 10 0 0 0
6 Partai F 9 6.2 0.37 0 9 0.75 0 9 0 0 0
7 Partai G 5 3.44
8 Partai H 3 2.06
9 Partai I 3 2.06
10 Partai J 2 1.37
Jumlah suara sah 135 93.1 2 2 1 5 100
Jumlah suara tidak sah 5 3.44
Jumlah suara tidak memilih 5 3.44
Jumlah suara memilih 145 100

Keterangan:

  • Ambang batas parlemen ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 5%.
  • Jumlah kursi yang ditetapkan (menurut aturan KPU) adalah 5.
  • Jumlah suara sah yang diperoleh batas ambang parlemen adalah 122.
  • 100% BPP (Hare): 122/5 = 24.
  • 50% BPP (Hare): 24/2 = 12.

Nilai Mayoritas dan Minoritas

Jumlah kursi DPR untuk duduk parlemen Jumlah kursi DPR untuk hak mengubah UUD Status
x > 50% x ≥ 67% Mayoritas multak
x > 50% 50% < x ≥ 67% Mayoritas biasa
x ≤ 50%
dgn posisi 1
x ≤ 50% Mayoritas koalisi
x ≤ 50% x ≤ 50% Minoritas

Keterangan: x adalah jumlah kursi DPR yang diraih oleh setiap partai.

Mayoritas multak

Mayoritas mutlak adalah setiap partai politik memenangi sebanyak dua per tiga dari seluruh jumlah kursi DPR dan dapat mengubah aturan UUD.

# Partai Jumlah kursi DPR
1 Partai C 70%
2 Partai B 25%
3 Partai A 5%

Mayoritas biasa

Mayoritas biasa adalah setiap partai politik memenangi antara setengah sampai dengan dua per tiga dari seluruh jumlah kursi DPR tetapi tidak dapat mengubah aturan UUD.

# Partai Jumlah kursi DPR
1 Partai C 60%
2 Partai B 25%
3 Partai A 15%

Mayoritas koalisi

Mayoritas koalisi adalah setiap partai politik memenangi hanya kurang dari setengah dari seluruh jumlah kursi DPR tetapi berada posisi pertama sehingga harus berkoalisi untuk mencapai sebanyak minimal setengah dari seluruh jumlah kursi DPR.

Pemenang & koalisi Juara 2 & koalisi Hak Mayoritas
x > 50% x < 50% Pemenang & koalisi (Mayoritas koalisi)
x < 50% x > 50% Juara 2 & koalisi (Minoritas koalisi)

Keterangan: x adalah jumlah kursi DPR yang diraih oleh pembentukan koalisi.

Contoh

# Partai Jumlah kursi DPR
1 partai F 31.3
2 partai N 19.8
3 partai J 8.3
4 partai A 7.3
5 partai C 7.3
6 partai K 5.2
7 partai E 5.2
8 partai M 4.2
9 partai B 3.2
10 partai I 2.1
11 partai O 2.1
12 partai G 1
13 partai H 1
14 partai L 1
15 partai D 1

Jika jumlah yang diberikan warna biru adalah 51% sedangkan tanpa diberi warna biru adalah 49% maka posisi pemenang&koalisi sebagai mayoritas koalisi.

# Partai Jumlah kursi DPR
1 partai F 31.3
2 partai N 19.8
3 partai J 8.3
4 partai A 7.3
5 partai C 7.3
6 partai K 5.2
7 partai E 5.2
8 partai M 4.2
9 partai B 3.2
10 partai I 2.1
11 partai O 2.1
12 partai G 1
13 partai H 1
14 partai L 1
15 partai D 1

Jika jumlah yang diberikan warna biru adalah 49% sedangkan tanpa diberi warna biru adalah 51% maka posisi pemenang&koalisi sebagai minoritas koalisi.

Minoritas

Minoritas adalah setiap partai politik memenangi hanya kurang dari setengah dari seluruh jumlah kursi DPR.

Sistem pemilihan umum

Berdasarkan daftar peserta partai politik

Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu

  1. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta partai politik.
  2. sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu.

Berdasarkan perhitungan [11][12]

Sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu

  1. sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya:
    1. Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP)
    2. Suara alternatif (Alternative Vote/AV)
    3. Suara blok (Block Vote/BV)
    4. Sistem dua putaran (Two Round System/TRS)
  2. sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya:
    1. Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV)
    2. Sistem paralel (Parallel system)
    3. Suara terbatas (Limited vote)
    4. Suara kumulatif (Cumulative vote)
  3. sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih. Jenis sistemnya:
    1. Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV)
    2. Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)
      1. Rata-rata tertinggi/Divisor (Highest avarage)
      2. Suara sisa terbanyak/Kuota (Largeset remainder)
    3. Daftar partai (Party-list)
      1. Daftar terbuka (Open-list)
      2. Daftar tertutup (Close-list)
      3. Daftar lokal (Local-list)
    4. Anggota proporsional campuran (Mixed Member Proportional/MMP)

Perbedaan sebagai berikut:

Keterangan Distrik Proporsional
Peranan politik lemah kuat
Distribusi tinggi rendah
Kedekatan dengan calon pemilih tinggi rendah
Akuntabilitas tinggi rendah
Politik uang tinggi rendah
Kualitas parlemen sama dengan SD sama dengan SP
Calon parlemen harus daerah tidak harus daerah
Daerah basis pemilihan ya tidak
Jumlah wakil tiap daerah hanya satu dua atau lebih
Partai kecil/partai gurem rugi untung
Keloyalan wakil rakyat desentralisasi (loyal pada konstituensi) sentralisasi (loyal pada pusat)
Batas ambang parlemen tidak tergantung
Calon independen tidak ya
Ukuran daerah pemilihan sedikit banyak
Jumlah daerah pemilihan banyak sedikit
Membentuk koalisi tidak ya

Pemilu di Indonesia

 
Kegiatan para anggota, kader, relawan dan simpatisan partai politik Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan Pemilihan Umum, lalu Pemilihan presiden dan Pemilihan kepala daerah di Indonesia.
 
Pengamat asing (Rusia) di sebuah TPS di Jakarta pada hari Pemilu Presiden 2014

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2004 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sebelas kali, yaitu dimulai tahun 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014,2019. Jumlah kontestan partai partai politik dalam pemilihan disetiap tahunya tidak selalu sama, kecuali pada pemilu tahun 1977 sampai 1997.[butuh rujukan]

Pemilu pada tahun 1955 dilangsungkan pada dua tahap sebagai berikut.[butuh rujukan] Pertama, pemilu diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR.[butuh rujukan] Kedua, pemilu diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.[13]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ ""Election (political science)," Encyclopedia Britanica Online". Diakses tanggal 18 Agustus 2009. 
  2. ^ Robert, Henry M.; et al. (2011). Robert's Rules of Order Newly Revised (edisi ke-11th). Philadelphia, PA: Da Capo Press. hlm. 438–446. ISBN 978-0-306-82020-5. 
  3. ^ Arifin, Anwar. Pencitraan dalam politik, (Jakarta: pustaka Indonesia, 2006) hal.39
  4. ^ https://law.uii.ac.id/blog/2018/12/04/kampanye-pemilu-dan-janji-politik-oleh-jamaludin-ghofur-s-h-m-h/
  5. ^ https://jdih.kpu.go.id/data/data_pkpu/PKPU%2023%20THN%202018.pdf
  6. ^ https://nasional.kompas.com/read/2019/04/17/14014881/ini-alur-penghitungan-suara-dari-tps-hingga-ke-tingkat-nasional?page=all
  7. ^ https://batamkota.bawaslu.go.id/?p=188
  8. ^ Putra, Dwi (2019). Buku Saku Saksi Peserta Pemilu Tahun 2019. Jakarta Psuat: Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. hlm. 1. 
  9. ^ Putra, Dwi (2019). Buku Saku Saksi Peserta Pemilu Tahun 2019. Jakarta: BAWASLU RI. hlm. 1–3. 
  10. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-12-24. Diakses tanggal 2013-11-21. 
  11. ^ Perbedaan sistem distrik dan proporsional
  12. ^ jidil 2
  13. ^ Suprihatini, Amin. Partai Politik di Indonesia, (Klaten: Cempaka Putih, 2008), hlm.8,9

Pranala luar