Damanik
Artikel atau bagian dari artikel ini menggunakan gaya bahasa naratif yang tidak sesuai dengan Wikipedia sehingga menurunkan kualitas artikel ini. Bantulah Wikipedia memperbaikinya. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Damanik (Surat Batak: ᯑᯕᯉᯫᯃ᯳) adalah salah satu marga dari empat marga asli Batak Simalungun. Damanik merupakan marga tertua di Batak Simalungun.
Damanik | |
---|---|
Aksara Batak | ᯑᯕᯉᯫᯃ᯳ (Surat Batak Simalungun) |
Nama marga | Damanik |
Arti | Berkharisma, Terhormat, Bersemangat, Cerdas |
Asal | |
Suku | Batak |
Etnis | Batak Simalungun |
Daerah asal | Simalungun |
Etimologi
Nama "Damanik" berasal dari frasa bahasa Batak Simalungun, yaitu "simada manik ", yang artinya "pemilik manik". Dalam bahasa Batak Simalungun, "manik " berarti "tonduy, sumangat, tunggung, halanigan" (bersemangat, berkharisma, mulia, paling cerdas).
Damanik dalam masyarakat Batak Toba
Dalam Suku Batak Toba, Damanik berasal dari marga Manik yang merantau ke Simalungun dari Pulau Samosir. Manik yang dimaksud merupakan salah satu Pomparan Silau Raja yang berkerabat dengan Malau, Gurning, dan Ambarita (juga dianggap berkerabat dengan yang bukan marga-marga Silau Raja, yaitu Limbong). Kemudian, marga Limbong, Malau, Gurning, dan Ambarita menyusul saudara mereka, Manik, dan mengaku Damanik di Simalungun. Karena itu, ada submarga Damanik dari Batak Toba, yaitu Damanik Malau, Damanik Limbong, Damanik Gurning, dan Damanik Ambarita, yang kemudian orang Batak Toba dan sebagian orang Simalungun mengklaim bahwa marga Damanik merupakan salah satu dari marga-marga Naimarata. Namun, ada juga submarga Damanik yang benar-benar asli marga Simalungun yang tidak ada sangkut pautnya dengan Batak Toba. Ada juga yang berpendapat bahwa Damanik merupakan marga dari keturunan Tuan Sidamanik, yaitu anak kedua dari Siraja Borbor. Karena ini, ada yang beranggapan bahwa Damanik sama dengan Manik, ada juga yang tidak setuju. Namun cerita-cerita (turiturian) tersebut sudah banyak diketahui masyarakat Simalungun, ada dari mereka yang dapat menerima kalau Damanik merupakan Manik yang merantau dari Samosir, ada juga yang tidak menerimanya.
Legenda Marga Damanik
Berikut ini adalah LEGENDA DAMANIK menurut Jahutar Damanik, dalam bukunya: Jalannya Hukum Adat Simalungun, 1974.
Damanik adalah satu marga di antara Marga Nan Empat pada suku Simalungun. Sebutan Damanik muncul dari suatu perkembangan bahasa antara golongan masyarakat pada zaman permulaan. Dimaksudkan sebagai nama pengenal dari salah satu seorang anggota rombongan (mission) yang tiba berlabuh dan berkemah di Batubara di daerah Kabupaten Asahan sekarang.
Yang digelari Damanik dalam legenda adalah seorang Parbapaan artinya seorang yang dituakan, tempat bertanya hal-hal yang diperlukan tentang sesuatu dalam ilmu yang terkandung pada alam semesta, dilihat dari Parhalaan, mempunyai ilmu pengobatan dan sebagainya, pada zaman itu disebut: Datu (dukun). Karenanya oknumnya dianggap manusia yang mengetahui rahasia-rahasia alam semesta.
Sebagai Datu sering terlihat dalam pakaian jubah yang ditaburi manik-manik (permata) pada waktu memanjatkan mantra dalam upacara kepercayaan yang dianut pada masa itu. Bila dipertautkan dengan zaman kejadiannya, dengan suatu masa menurut pra-sejarah kira-kira 800-600 sM (baca pra-sejarah). Pada zamannya Kerajaan Sulaiman di Asia Muka, pakaian jubah para Imam, sama bentuk dan perlengkapannya sebagai yang dipakai Datu dimaksud. Bila demikian halnya tentu sang Datu menganut suatu keyakinan di samping ilmu-ilmu yang lain yang telah diuraikan di atas. Keyakinan mana jelas dalam masa pra-sejarah (1000 sM) berupa suatu ajaran yang berasal dari Nabi Musa terkenal dengan ajaran Dasa Sila (sepuluh perintah Allah) yang menganggap bahwa manusia sama adanya di hadapan Allah.
Dari ilmu yang dimiliki serta ajaran yang dibawa oknum tersebut disebut Datu dan dalam istilah ajaran Agama sekarang disamakan dengan Imam atau dalam satu operasi (mission) dianggap sebagai Suhu. Demikianlah kemungkinan-kemungkinan sehingga Datu tersebut akhirnya disebut dalam cerita Damanik singkatan dari Datupar Manik-manik menjadi Damanik (Datu = Da; Manik-bergabung dalam istilah nama pengenal= Damanik). Dalam kariernya diakui menjadi Parbapaan Damanik digunakan para keturunannya menjadi Marga. Konon dari antara generasi penerus, terbitlah berita; seorang Raja dan Puangbolon (permaisuri) melahirkan seorang anak dengan anugerah Tuhan, memiliki satu-satunya mata, terletak di kening di antara dua bayangan mata pada tempat biasa, sedangkan yang dapat melihat terang menyala (bening bercahaya) hanya satu-satunya mata, disebut “Parmata manunggal”.
Aneh dan ajaib menurut selera, apa yang tak akan terjadi Tuhanlah yang punya kuasa, tidak usah dibawa malu oleh keluarga. Pemberian Tuhan harus diterima dengan lapang dada, inilah namanya Hikayat Legenda Damanik marganya. Legenda serupa juga dimiliki marga Daulay di Tapanuli Selatan. Mulanya tersebar berita aneh dan ajaib menusia terlahir di dunia orang tua bingung. Datu-datu memanjatkan mantra, timbul duga menurut selera ;ihat tanda (Parhalaan) dapat petunjuk jangan sampai salah menduga.
Menurut cerita anjuran Datu Ulpukan (ramalan) si anak akan membawa bencana atas Kerajaan Ayahandanya karena itu sebaiknya si anak dibuang untuk mencegah timbulnya bencana kemudian. Tetapi sang Ayah dan Ibunda bertekad memelihara sampai remaja. Pada masa remajanya banyak peristiwa aneh terjadi atas dirinya. Bila ayam atau binatang peliharaan lainnya terkena pukulan si anak, pada ketika itu ayam pun mati, dan bila dia menjaga padi maka tidak ada burung yang berani mendekat. Dan banyak lagi peristiwa lain yang mengganggu perasaan masyarakat, akhirnya Sang Raja dan Ibunda mengizinkan si anak pergi mengembara untuk menuntut ilmu. Bekal untuk perjalanan dikasih seekor kerbau dan bahan lainnya. Menurut cerita selama pengembaraan kerbau bawaannya diganti dengan lembu, diganti dengan kuda dan seterusnya diganti dengan kambing-kambing diganti dengan ayam namanya Manuk jagur warna kelabu berbulu ikal (jagur). Ayam Jagur inilah dalam legenda selanjutnya ayam ini sakti tetap menang di medan laga. Merantau dan mengembara itulah kerjanya dari Huta ke Huta, menerobos hutan menyeberangi sungai (bah) berbuat baik menolak bala, lama kelamaan dikenal seorang yang arief dan bijaksana. Datu Bolon Mandraguna disebut dalam cerita, keadaan mata jadi bahan bicara, disebut ia dalam kata Datu Parmata Manunggal. Masyarakat mengenalnya dalam cerita, sesuai dengan pandangan orang yang pernah melihatnya. Di tiap tempat yang dikunjunginya, masing-masing menyebut gelaran sebagai nama pengenalnya.
Di satu tempat disebut Datu Parmata Manunggal, di lain kampong menyebut Raja Manualang, di negeri sana mengatakan Datu Parmata Tunggal dan dikampung anu menggelari Datu Partiga-tiga Sihapunjung.. Namun banyaknya gelaran terdapat unsur Tunggal atau satu dalam makna sebagai penunjuk orangnya hanya satu.
Di satu pihak ada cerita Datu Parmata Manunggal diangkat menjadi panglima kerajaan Nagur oleh Ayahandanya dengan jabatan panglima perang yang bermarkas di Bandar Meriah dengan wilayah pantai Timur Selat Malaka bagian Asahan dan Batubara sekitarnya. Armada pasukannya digempur kerajaan Singosari oleh kuasanya Panglima Indrawarman dari kerajaan Jambi. Pasukan panglima Nagur digempur habis-habisan di benteng pertahanan Bukit Kuba dekat kota perdagangan Simalungun, lokasi itu terkenal sekarang dengan Kramat – Kubah perdagangan tempat di mana Beruk dan Monyet hidup berkeliaran berdampingan dengan manusia pengunjung sambil bersenda gurau; Sang Panglima hilang raib di benteng pertahanan di Bukit kubah dan pasukannya menjelma menjadi Beruk dan Monyet penghuni Bukit Kubah yang dikenal keramat itu.
Berkaitan dengan raibnya Sang Panglima munculnya keyakinan yang menimbulkan kepercayaan masyarakat bahwa Sang Panglima dianggap menjelma menjadi keramat (=Sinumbah), tetapi cerita lain mengungkapkan bahwa Sang Panglima muncul di Negeri Uluan dengan nama samaran Raja Manualang, bersama tinggal dengan kenalannya Raja Mangatur Manurung dari Sionggang Negeri Uluan, akhirnya mengembala hingga Datu Bolon Parmata Manunggal tiadak pernah berdiam di suatu tempat, melanglang buana, memberikan pertolongan kepada yang susah, turun tangan menjauhkan bala.
Mengembara sambil kerja sebagai Pandai Besi itulah bakatnya, hasil kerja ditukarkan untuk belanja.
Punya kegemaran sebagai rekreasi hidupnya, melagakan ayam sakti miliknya, warna kelabu berbulu ikal, asal dilepas tetap menang di Medan laga.
Lawan menduga ayam Laga (Manuk Jagur) sakti mandraguna sukar dicari jadi tandingannya. Wanti-wanti bagi keluarga, pantang dibunuh warna serupa harus dipelihara pembawa Tuah.
Terbetik berita Datu Parmata Manunggal terlihat di lereng sampai ke puncak gunung. Oleh pengambil kayu dan rotan di hutan pegunungan sewaktu-waktu terlintas dalam pandangan, seseorang muncul mengepit seekor Ayam disebut Manuk-manuk (dua kepala) di hutan pegunungan. Berita segera tersiar banyak sudah yang mempersaksikan, sebagai petunjuk lokasi apa yang diceritakan, pegunungan tersebut dinamai Gunung Simanuk-manuk (terletak di sebelah Timur dari gunung Bukit Barisan) berpinggiran pantai pada Laut Tawar (sekaran dinamai Danau Toba).
Bahasa Belanda “Tobameer” (1860) yang dimaksudkan Tao Toba sebelum tahun 1860 ialah Danau sekitar Balige.
Datu Parmata Manunggal tiba di puncak gunung Dolog Sijambak Bahir (Gunung merangkul langit) 2245 m dari permukaan laut.
Lepas pandang arah pantai, terbentang suatu Lautan pantai dalam wilayah negeri Sipolha.
Dari puncak menyusuri lereng gunung tiba di suatu kampung Lumban Tidang, orang bersujud sembah, aneh manusia ajaib muncul di depan mata, rasa takjub mempengaruhi jiwa, Raja Huta turut menghadap tunduk pada junjungan manusia sakti.
Pendek cerita Tuhan junjungan jangan sampai berlalu,dicarikan jodoh Putri Raja cantik dan ayu Bou Napuan (si dara manja) putri tunggal Raja Mangatur Manurung dari negeri Uluan di Sionggang/ Sijambur, diambil ibu-suri (Puang Bolon) Kerajaan Sipolha.
Jiwa pengembara kambuh lagi, sedang Permaisuri (puang Bolon) boratan rumah (berbadan dua), untuk kedua kali, ditinggal pergi mendaki gunung Dolog Sijambak Bahir.
Dari puncak gunung lepas pandang ke ufuk Timur terhampar Hutan padang belantara nun jauh suntuk pandangan mata, kaki dilangkahkan menerobos hutan belantara sangat angker (Harangan Simalingga), tiba di suatu delta (pulo Holang), membuat perkemahan sambil bekerja sebagai pandai besi (sekarang disebut Pematangsiantar).
Tumbak, parang hasil karya, dipertukarkan untuk belanja, alat-alat besi beredar sudah, Raja Huta merasa curiga, harus diusir jangan sampai berkuasa.
Raja Jumorlang sebagai penguasa harus bertindak dengan segera. Perintah pada Jagoroha (Panglima) orang asing tangkap bawak segera. Parangan Panglima bergegas dengan pasukan berkuda, gendrang perang berbunyi, pasukan bergerak menuju tempat sembunyi orang Sakti. Panglima (Jagoroha) melirik ke kanan dan ke kiri, kumis dilintangkan memperhatikan situasi.
Orang Sakti tegak di depan di luar dugaan, tanpa sadar Jagoroha bersujud mohon Paduka sudi berkunjung ke rumah Bolon (Istana Raja). Sang Datu menyuruh pergi, Panglima kembali sembari ngeri manusia sakti tidak peduli.
Raja marah, ayo…. segera pergi harus dibunuh pengganggu negeri, demikianlah hikayat terjadi perang tanding antara Raja vs Manusia sakti, sanggur dibuka, pedang berbunyi, jumpa imbang Raja ingin segera mengakhiri, pasang ilmu jogi, kebatinan mengimbangi Raja nekat melagakan diri akhirnya mangkat di ujung tombaknya sendiri. Prajurit melarikan diri. Jagorohan memberanikan diri mohon mayat Raja dibawa pergi ibu suri berkabung tujuh hari berkurung diri dukacita melanda Negeri.
Janda muda (ibu suri) pasrah demi keselamatan negeri, sesal dihati melawan manusia sakti.
Panglima diutus menjemput Pandai Besi dia menyatakan turut berduka cita atas apa yang terjadi, sangat menyesal tidak dapat turut pergi, perkenankanlah hamba sebagai Pandai Besi.
Utusan kembali sambil menyesali diri, apa akal bahaya akan melanda negeri, tekad dibulatkan kiranya Ibunda janda turut menjemput manusia sakti.
Datu Parmata Manunggal dengan rasa pedih bersedia berbakti demi rakyat negeri. Hati terpikat Ibunda Raja juita dikawinkan resmi. Manusia sakti membentuk kerajaan yang dinamai sesuai dengan keadaan tempat ia berkemah di daratan Pulo Holang sebagai pertanda sejarah kemenangan di arena pertarungan dinamai Siattar, lalu dinobatkan sebagai Raja Siattar atas mufakat Harajan ex Kerajaan Jumorlang.
Rja Siattar pada Kerajaan Siattar kemudian diketahui namanya Raja Namartuah marga Damanik.
Dalam paduan Legenda ternyata Raja Jumorlang adalah keturunan dari nenek yang bermargakan Damanik yang serupa marga keturunan dari Raja Namartuah dari marga Damanik.
Sebelum kejadian pertarungan antara dua yang bersaudara ini diketahui oleh masyarakat bahwa penguasa daerah seanteronya adalah wilayah Kerajaan Jumorlang kemudian berganti menjadi Kerajaan Siattar. Menurut Legenda dan fakta hidup dari peradaban kedua-duanya juga adalah keturunan dari raja Nagur nenek yang bermarga Damanik.
Lintasan Legenda
Dari fakta sejarah menurut peradapan Simalungun dapat disimpulkan bahwa orang yang berketepatan sebagai Raja di wilayah masing-masing ternyata berasal dari satu keturunan Nenek moyang yang tiba di Batubara. Namun julukan Damanik (kependekan dari Datu parmanik-manik = Damanik) nama julukan tersebut menjadi marga bagi generasi. Pada satu generasi yang sama muncul 3 (tiga) orang bersaudara berketepatan sama-sama Raja di wilayah masing-masing, terdiri dari:
1. Raja Namartuah (Raja Siattar) dari jenis Marga Damanik Bariba anak keturunan Marahsilu (Raja Nagur yang terakhir).
2. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) dari jenis Marga Damanik (Bah Bolag) anak dari sorotilu (Kerajaan Manakasian).
3. Timoraja Damanik Nagur, sanak keluarga dari Raja-raja Nagur terdahulu.
Dari 3 (tiga) jenis anak keturunan marga Damanik dalam peradaban untuk mengetahui dari antaranya siapa yang tertua, yang tengah dan yang bungsu, tidak terlihat lagi sebagai tanda-tanda pertalian dalam kekeluargaan tarombou. Tetapi dari sudut hubungan persaudaraan satu sama lain masih terdapat satu ketentuan dalam sebutan sebagai berikut: Damanik Bariba terhadap Damanik Bah Bolag, sering disebut Ompung (pengertian opung dalam istilah ini bukan seperti cucu terhadap nenek tetapi satu istilah menghormati kedudukan (=pasangapkon bahasa Simalungun). Terhadap Damanik Nagur disebut abang kepada yang tertua atau Bapak, timbal-balik artinya Damanik Nagur juga demikian halnya terhadap Damanik Bariba. Damanik Bah Bolag dan Damanik Nagur terhadap Damanik Bariba dipanggil Tuan tatapi Damanik Nagur juga dapat menyebut Abang kepada yang sebaya atau Bapak kepada yang tertua, umumnya dipanggilkan Tuan.
Jenis marga Damanik Bariba terdiri dari kelahiran 2(dua) orang Ibu dengan satu Bapak bernama Raja na – Martuah isteri pertama Puang Bolon si Bou Napuan di pematang Sipolha memperanakkan Raja Uluan Damanik dalam tingkatan kelahiran yang tertua (Tuan Kaha). Isteri kedua ialah janda almarhum Raja Jumorlang, Bou Saragih Silappuyang Puang Bolon di Pematang Siattar memperanakkan Raja Namarangis Damanik dalam tingkatan kelahiran anggini par tubuh (adik dalam tingkat kelahiran).
Dalam tarombo sering disebut Damanik Bariba yang berkediaman di Pamatang Sipolha Kaha ni partubuh, anggini harajaan. “Damanik Bariba” yang berkediaman di Pamatang Siantar menjadi pewaris mahkota kerajaan siattar. Dari perkawinan Puang Bolon Bou Saragih dari Raja Jumorlang memperanakkan seorang laki-laki, dibawak serta dalam perkawinan kedua kepada Raja Namartuah (Raja Siattar) dikenal, sesuai dengan jabatannya disebut Bah Bolag, nama Ariurung gelar Oppu Barita.
Hubungan pertalian antara Damanik di Pamatang Sipolha kepada Bah bolag, panggilan Ompung sebagai penghormatan, sebaliknya Damanik Bah Bolak kepada Damanik Bariba dari pamatang Sipolha panggilannya abang atau Ompung (dipanggil abang karena satu Ibu lain Bapak dan Ompung adalah panggilan penghormatan = pasangaphon).
Damanik Bariba dan Damanik Bah Bolag terhadap Damanik Nagur, kalau sebaya dipanggil Abang, yang tertua dipanggil Bapak (Apa), sebaliknya Damanik Nagur kepada Damanik Bariba dipanggilkan Tuan dan Damanik Bah Bolag dipanggil Abang kalau sebaya, yang lebih tua dipanggil Bapak.
Menurut Legenda keturunan damanik Nenek moyang yang pertama disebut Bariba suatu pertanda dating dari seberang lautan (=bariba). Dari antara ketiga anak keturunan generasi penerus, salah seorang tetap memakai marga yang pertama, sedangkan dua orang anak lainnya yang sama-sama munculpada masa yang bersmaan (sama derajat kelahirannya) memakai marga Damanik Bah Bolag sesuai dari jabatan yang dipangkunya yaitu anak keturunan dari Raja Jumorlang Damanik, sedangkan Damanik Nagur menyatakan dirinya anak keturunan generasi penerus dari keluarga Raja-raja Nagur yang pernah berkuasa ebagai Raja Nagur abtara tahun 500 – 1290 M.
Generasi penerus dari marga Damanik dalam tarombo diketahui menurut panggilan masing-masing menurut tempat, nama julukan dalam kemargaan diuraikan sebagai berikut:
Damanik
1. Damanik Bariba anak keturunan Raja Namartuah Raja Siattar Pertama
2. Damanik Nagur (Bah Bolag) anak keturunan Raja Jumorlang yang menjadi anak tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba.
3. Damanik Nagur anak keturunan dari rangka keluarga Raja-raja Nagur terdahulu.
Damanik Bariba
1. 1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
1. 2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
2. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
4. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta, dan seterusnya.
5. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolong).
Damanik Bah Bolag
1. Anak keturunan Raja Jumorlang diberi nama Ariurung Oppu Barita jabatan Bah Bolag (penguasa lautan) menjadi marga Damanik (Bah Bolag) berada di sekitar Pamatang Siantar.
Damanik Nagur
1. Anak keturunan Damanik Nagur, Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik Rappogos, Damanik Malayu, Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih d.l.l.
Jenis Marga Damanik Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean dan sekitarnya.
Demikianlah sebagai dasar pertalian hubungan Marga Damanik dari sejak semula sampai sekarang tetap hidup dalam peradapan Kebudayaan Simalungun pada umumnya, sebagai legenda marga Damanik pada khususnya.
Mengenai kedudukan dalam tingkatan kelahiran masih dapat jelas ialah kerangka keluarga Damanik Bariba, sedangkan bagi Damanik Nagur dan Damanik Bah Bolag masih memerlukan waktu untuk mengumpulkan bahan sebagai fakta peradapan yang sangat berguna bagi generasi penerus.
Kaitan legenda dalam Sejarah
Puanglima Parmata Tunggal adalah anak tunggal dari Raja Nagur yang terakhir menjadi Puanglima Kerajaan Nagur membantu Ayahandanya pada tahun 1295 M memimpin armada angkatan Laut terkenal dengan Kapal Perahu yang disebut “Lassaran” berhadapan dengan pasukan Panglima Kerajaan Singosari di Perairan Batubara Asahan. Armada Sang Puanglima Parmata Tunggal mengalami gempuran dari perahu-perahu besar (Jung) milik Kerajaan Singosari atas Pimpinan Panglima Indrawarman dari Kerajaan Jambi, hingga hancur. Puanglima dan pasukannya mengundurkan diri dari daerah pertempuran Sang Puanglima Parmata Tunggal bertahan di Kuba (Perdagangan).
Sang Puanglima hilang raib di Bukit Kuba akhirnya menghilang dari pandangan musuh – Sang Puanglima berhasil menyelamatkan diri melintasi hutan Asahan tembus ke Negeri Uluan Sionggung.
Dia menyamar dengan nama Raja Manualang dikenal sebagai manusia sakti. Dari Uluan meneruskan pengembaraannya tiba di Negeri Sipolha. Akhirnya berhasil menjadi pimpinan Negeri dengan nama Kerajaan Sipolha, dikenal dengan nama Datu Parmata Mamunjung. Kemudian pergi mengembara dan berhasil menduduki Kerajaan Siattar dalam legenda “Partodas ni Raja Jumorlang” dengan nama Raja Namartuah gelar Puanglima Parmata Tunggal, alias Raja Manualang, alias Datu Parmata Mamunjung, alias Datu Parmata Manunggal, alias Datu Partiga-tiga Sihapunjung.
Asal-usul
Beberapa versi sumber sejarah menyatakan bahwa leluhur marga Damanik dan marga-marga lain dalam Suku Simalungun berasal dari Nagore (India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Birma, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatra Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dari raja dinasti Damanik.[1]
Pada kerajaan Nagur di atas, terdapat beberapa panglima (Raja Goraha) yaitu masing-masing bermarga:
Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya mendirikan kerajaan-kerajaan:
- Silou (Purba Tambak)
- Tanoh Djawa (Sinaga)
- Raya (Saragih)
Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatra Timur ke Aceh, Langkat, Bangun Purba, hingga ke Bandar Khalipah sampai Batubara.
Pada abad ke-12, keturunan Raja Nagur mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola I dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:[2]
- Marah Silau ( Damanik Bariba, Raja Parpandanan Na Bolag, Raja Sormaliat, Si Anas Bondailing, Pakpak Mularaja, Raja Manik Hasian ), keturunannya:
1. 1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
1. 2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
2. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
4. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta, dan seterusnya.
5. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolang).
- Soro Tilu (Damanik Nagur Bah Bolag ):
1. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) anak dari Sorotilu ( Kerajaan Manakasian ).Keturunannya bernama Ariurung Oppu Barita yang menjadi anak tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba, diberi jabatan Bah Bolag (penguasa lautan ) berada di sekitar Pamatang Siantar.
2. Marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola.
- Timo Raya ( Damanik Nagur ) keturunannya:
1. Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik Rappogos, Damanik Melayu, Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih d.l.l. Jenis Marga Damanik Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean dan sekitarnya.
2.Raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok.
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
Perjalanan Simalungun/Damanik dalam tinjauan Habonaron
Oleh M. Muhar Omtatok
- A. DAMANIK
Jika dirunut dari Dinasti Nagur, Damanik merupakan turunan dari Raja Nagur, yaitu Marah Silau – yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar, Soro Tilu – yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola, serta Timo Raya – yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang mengaku sub-clan Damanik di Simalungun.
Damanik merupakan morga (marga) asli dan tertua di Simalungun. Jika Damanik diberi arti Simada Manik (pemilik manik), maka Damanik berarti Pemilik Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
Sejak Simalungun masih diriwayatkan sebagai Nagur, Damanik telah menjadi leader bagi tamadun marga lainnya. Sebagai marga bangsawan awal, Damanik mengatur tatanan kesimalungunan.
Jika direnungkan bahwa tiap-tiap raja goraha (federasi dan/atau pemimpin angkatan perang) non Damanik adalah menantu Damanik sebagai Raja kala itu. Bukan sebuah ungkapan berlebihan jika Damanik mempengaruhi dan mewarnai etnografi, linguistik, sosiokultur maupun genetika marga lain.
Jika sebagian saudara kita, mengaitkan Damanik dengan Manik. Tentu Damanik boleh berbangga atas tawaran persaudaraan tersebut. Namun jika dilihat dari perjalanan panjang morga Damanik dalam tinjauan habonaron, maka sebuah kebenaran tidaklah boleh ditiadakan.
Justru kata ‘Damanik’ dan ‘Manik’ yang hanya dibedakan suku kata ‘Da’ menjadi menarik untuk dikaji.
Jika didengar bunyi-bunyi lingual condong berubah karena lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut bisa berdampak pada dua kemungkinan. Apabila perubahan itu tidak sampai membedakan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut masih merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama. Dengan kata lain. perubahan itu masih dalam lingkup perubahan fonetis. Tetapi, apabila perubahan bunyi itu sudah sampai berdampak pada pembedaan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut merupakan alofon dari fonem yang berbeda. Dengan kata lain, perubahan itu disebut sebagai perubahan fonemis.
Penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan disebut Zeroisasi dalam ilmu bahasa. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa-bahasa di Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu, kita menemukan banyak kata yang berubah dari aslinya. Misalnya, kata Sahaya menjadi Saya, Dahulu menjadi Dulu, Tetapi menjadi Tapi, dan lainnya.
Jika di Simalungun, kata Danau disebut Laut, sebutan yang diperuntukkan untuk sumber kumparan air yang besar, yang juga diperuntukkan untuk menyebut kata laut seperti dalam Bahasa Indonesia. Kata ‘Laut’ tersebut mengalami perubahan ketika disebutkan dalam bahasa Karo, menjadi ‘Lau’, dan terus bergeser pada bahasa Batak Toba menjadi ‘ Tao”. Sehingga keasliannya bisa kita urutkan menjadi: Laut (Simalungun) – Lau (Karo) – Tao (Batak Toba).
Jika diklasifikasikan zeroisasi, paling tidak ada tiga jenis, yaitu aferesis, apokop, dan sinkop. Kata Damanik dan Manik masuk dalam Aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, peperment menjadi permen, upawasa menjadi puasa. Pada kata-kata itu tampak jelas yang mana kata terdahulu dan kata berikutnya. Kata Tetapi, Pepermint dan Upawasa adalah lebih tua ketimbang kata Tapi, Permen maupun Puasa.
Begitu halnya dengan Damanik dan Manik,yang tampak terjawab kini. Yaitu Damanik adalah lebih tua atau terdahulu ketimbang Manik.
Disini dikatakan bahwa Damanik bukanlah afiliasi atau sub-clan dari marga lain, baik yang ada di Simalungun maupun di luar Simalungun.
Damanik dan Ranji Serat Tubuh
Ranji Serat Tubuh merupakan keilmuan kuno pada masa animisme dan dinamisme. Ilmu ini memuasalkan huruf dengan titik-titik maya di tubuh manusia. Huruf atau carakan Jawa yakni ha na ca ra ka dan seterusnya diyakini penghayatnya sebagai sabda pangandikanipun dari Tuhan di Tanah Jawa.
Ketika agama-agama berikutnya masuk ke Nusantara, Keilmuan kuno ini mengalami adaptasi. Huruf Hijaiyah dalam Bahasa Arab yang masuk ke Nusantara bersama masuknya Islam. Dianggap juga memiliki kharisma mistis, sehingga Ilmu Ranji Tubuh-pun menggunakan huruf-huruf import tersebut.
Keilmuan warisan leluhur ini sering pula dikaitkan dengan elemen-elemen tertentu, misalnya Bumi, Air, Api, Udara, dan Ether. Filsuf Yunani, Empedocles (492-432 SM) menyebutnya sebagai 4 ‘akar‘ atau 4 ‘dasar‘. Hippocrates (460~377 SM), Bapak Kedokteran, juga menggunakan konsep keempat elemen ini untuk pengobatan, yaitu teori bahwa penyakit timbul akibat ketidakseimbangan 4 cairan dalam tubuh (Humorism). Di India, kelima elemen ini sudah dikenal sejak dari munculnya kebudayaan atau filsafat Hindu dan Buddha. Begitu juga di China dan Jepang.
Di India, Ilmu Ranji Tubuh hingga kini sangat popular. Diyakini bahwa pada tubuh memiliki titik-titik maya yang mereka sebut dengan Chakra. Maka Aura sebagai manifestasi warna tubuh, dikatakan muncul dari chakra tersebut.
Di Simalungun, Ranji Serat Tubuh sudah teramat lama ada, sebelum Islam, Kristen dan lainnya masuk ke Tanoh Namadear ini. Keilmuan sejenis di Simalungun disebut Adjion Rahoet Mahoerei. Keilmuan ini Dipergunakan sebagai ‘Bohal Manggoluh’ bagi Pandihar (Pesilat) serta penghayat keilmuan Hadatuan (Pengobatan Tradisi). Di Simalungun klasik, keilmuan ini menggunakan huruf-huruf dari Surat sappuluh Siah yang dikolaborasikan dengan titik-titik tubuh serta langkah tubuh.
Bagi pemuda-pemuda yang belajar Mandihar (bersilat) dan Hadatuan di Simalungun kala itu, dianjurkan untuk menghormati pimpinan-pimpinan gaib dari abjad di atas, dengan ritual khusus yang menyediakan sesaji berupa Ayam Merah yang disusun di atas daun dan diletakkan di tikar yang masih baru, sira pege yaitu cocolan garam, lada dan jahe 7 iris, bunga kembang sepatu 7 tangkai. Semua bahan ini dilingkari dengan benang putih.Dalam sebuah pustaha laklak diterangkan, bahan di atas dilengkapi dengan nira, air, rudang, minyak saloh, beras sangrai yang dibuat tepung, 19 lembar sirih, kue nitak (tepung beras dicampur gula aren) serta huruf-huruf dari Aksara Simalungun yang telah disediakan.
Seluruh murid mengelilingi tikar tempat sesaji dan huruf yang diletakkan, lalu sang Datu membacai mantra. Berikut contoh mantra yang saya yakini sudah mendapat pengaruh unsur luar, yaitu: “Borkat ma hamu RAJA I DABIYA, Borkat ma hamu TUAN DIBORAKU, Borkat ma hamu ASAL NABU, Borkat ma hamu SITUNAGORI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALLI, Borkat ma hamu si ALAM SADIYA, Borkat ma hamu si ALAM SADIA SAH, Borkat ma hamu si ALAM JAHARI, Borkat ma hamu TUWAN MARJANDIHI, Borkat ma hamu RAJA SIPORAT NANGGAR, Borkat ma hamu RAJA ENDAH DUNIYA, Borkat ma hamu RAJA DI PUSUK SUNGEI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALI MUHAMMAD, Borkat ma hamu TUWAN SI NAHAR NANGKIR, Borkat ma hamu OMPUNG ANGLAH TAALA, Borkat ma hamu PUWANG AJI BORAIL, harannya ham Puwang ni Surat Sapuluh Siyah, na mannaikhon hosah, iya Tuwanku Jungjunganku” .
Lalu murid disuruh memilih huruf yang disukainya secara intuitif. huruf inilah yang bisa dijadikannya sebagai pegangan berupa jimat dan sebagainya untuk menyatukan diri dengan alam gaib. huruf yang dipilih bisa di jadikan mantra handalan. Dalam Pustaha Laklak, ada beberapa mantra yang digunakan dengan membaca huruf yang dipilih tadi, membacanya dengan mandoding yaitu bersenandung; misalnya untuk Pagar Pertahanan.
Kembali ke Adjion Rahoet Mahoerei atau Ilmu Ranji Serat Tubuh ala Simalungun. Dalam keilmuan yang dalam tulisan ini sekadar sebagai bahan kajian saja, ada disebutkan 4 huruf inti sebagai pusat Tonduy, Sumangat yang mampu melahirkan kekuatan tenagadalam. Empat huruf itu adalah ‘Da – Ma – Na – K’.
‘Da – Ma – Na – K’ disebutkan mempunyai tempat khusus di tubuh. (Da) berfungsi sebagai ‘Daoh-daoh’, yaitu memukul dari posisi tidak langsung namun bisa melumpuhkan lawan. Da ini terletak pada titik di kening di antara dua alis dan beberapa tempat lain dengan jurus dihar tertentu pula.
(Ma) berfungsi sebagai ‘Magang’, yaitu membuat tubuh berkharisma dan disegani lawan maupun kawan. Ma ini terletak pada titik di atas mata sebelah atas alis dan tempat lain pada tubuh.
(Na) berfungsi sebagai ‘Nae’, yaitu kaki yang mampu melangkah gesit dan melangkah ke sasaran yang tepat. Na terletak pada titik di bawah kemaluan serta di beberapa titik lain pada tubuh.
Sedangkan (K) tidak berhuruf karena ia adalah ‘Kurusani’, yaitu elemen induk besi yang diyakini sudah diberikan ‘Naibata’ sejak lahir di dalam tubuh. Jika dilatih dan dihidupkan, Kurusani atau indung ni bosi ini mampu membuat kebal, kekuatan dan ketahanan tubuh.
Dari uraian ini, saya menarik hipotesis bahwa selain berasal dari Simada Manik yaitu yang memiliki kharisma spiritual; Damanik adalah sebutan yang berasal dari urutan huruf ‘Da – Ma – Na – K’ tersebut, hingga selanjutnya disebut ‘Da – Ma – Ni – K’.
Kelebihan yang terkandung dari serat ranji tubuh ‘Da – Ma – Na – K’, yang mampu melumpuhkan lawan, memiliki tubuh berkharisma dan disegani lawan maupun kawan, mampu melangkah gesit dan melangkah ke sasaran yang tepat serta terlahir kebal, kuat dan memiliki ketahanan tubuh, adalah ejawantah dari Marga Damanik, sejak masa awal, Nagur, Siantar dan kiranya sampai kini.
Inilah bukti “PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN HABONARON”, sebagai etnis/marga tua yang berbudaya dan memiliki peradaban yang tinggi.
Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
2. Panei (Januari 1904, SK No.6)
3. Dolok Silou
4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
1. Raya (Januari 1904, SK No.6) 2. Purba 3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.
Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil baligh Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat, Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254 untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta Siantar Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background: Ia bersama hampir seluruh Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan dari permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai Raja.( Suntingan dari Muhar Omtatok, Erond Damanik dan Juandaha Raya Purba Dasuha).
Berdasarkan buku Jahutar Damanik halaman 46 s/d 49, Setelah Korte Verklaring 16 Oktober 1907, Kerajaan Siantar digantikan dengan 2 orang Mangkubumi yaitu:
1 Tuan Torialam Damanik gelar Tuan Marihat ( 1906 – 1912 ).
2. Tuan Riahata Damanik / Nai Tukkup merangkap Tuan Sidamanik ( 1906 – 1916 ).
Setelah kedua Mangkubumi meninggal dunia oleh Pemerintah Belanda kembali mengangkat Putra tertua Raja Riahkadim Waldemar Damanik menjadi Raja Siattar ke XV ( tahun 1916 – 1824 ). Raja Riahkadim Damanik pada tahun 1923 dibujuk Belanda untuk menyerahkan berupa Hibah Anugrah tanah miliknya menjadi wilayah kota Pematang Siattar kepada Tuan Hermanus Evert Karel Ezerman ketua dewan kota praja pematang Siantar dan Tuan Louis Constant Wester Nerk, Gubernur Sumatra Timur bertindak sebagai kuasa pemerintah Hindia Belanda. Sekarang tanah yang di anugrahkan itu;ah Tanah wilayah Kota Madya Pamatang Siantar.
Dalam pelaksanaan hibah – Anugrah – Pemberian tanggal 18 Desember 1923 tersebut, pemerintah Belanda banyak berbuat sewenang – wenang, merampas, menggusur bangunan milik rakyat penduduk Kerajaan Siattar oleh Dewan Kotapraja P. Siattar selaku pelaksanaan Pemerintah Belanda. Raja Riakadim Waldemar berusaha mempertahankan hak hak rakyat sehingga Pemerintah Belanda dan Maskapy – Maskapy Asing mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya. Oleh karna perlawanan Raja Siattar, pemerintah Belanda berusaha menyingkirkan Raja Riakadim Waldemar Damanik dari Tahtanya dengan alasan yang di buat buat. Pemerintah Belanda sengaja melontarkan berita bahwa Sang Raja menghabiskan uang Kerajaan. Akhirnya Raja Waldemar dijatuhkan dari tahta Kerajaan Siattar.
Kontroleur Simalungun mengangkat Tuan Sauwadin Damanik Gelar Tuan Bandar menjadi Warnemen ( Pejabat sementara Raja Siattar sampai Pemerintah Belanda berakhir dan Militerisme Jepang menyerah tahun 1945. (tahun 1924 – 1942 / 1945 ).
( dalam Tulisan, Jahutar Damanik, NPV: 2.029.293, Raja Sang Naualuh, Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia, Medan medio 1981 cetak ulang tahun 1987 )
- == DAMANIK BARIBA ==
- Marah Silau ( Damanik Bariba, Raja Parpandanan Na Bolag, Raja Sormaliat, Si Anas Bondailing, Pakpak Mularaja, Raja Manik Hasian ), keturunannya:
1. 1. Anak keturunan Raja Uluan, Pamatang Sipolha di negeri Sijambur – Ajibata dan sebagainya.
1. 2. Anak keturunan Raja Namaringis Raja Siattar di Pematang Siantar, Marihat,
2. Anak keturunan Partuanon Pamatang Bandar
3. Anak keturunan Partuanon Pamatang Sidamanik
4. Anak keturunan Parbapaan di Batubara (Damanik- Batubara) Dolog Malele, Bangun, Naga Huta, dan seterusnya.
5. Anak keturunan Parbapaan di Pulau Raja Damanik – Simargolang).
== DAMANIK BARIBA DI P.SIPOLHA, P.BANDAR, P.SIDAMANIK DAN P.SIANTAR ==
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/lijst/form/advanced?q_searchfield=sipolha[pranala nonaktif permanen]
http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/lijst/form/advanced?q_searchfield=+aangeboden+te+Sipolha[pranala nonaktif permanen]
- Harajaan / Partoeanon / Partongah / Parbapaan Sipolha ( Damanik Sipolha / Tuan Kaha Harajaan Siantar).
- Pusat Pemerintahan Partoeanon / Partongah / Parbapaan Sipolha berada di Pamatang Sipolha.
- Semua Keturunan Radja Namartuah Damanik "Datu Parmata Manunggal" dan Radja Mangambei Siposoon / Radja Naposo Damanik antara lain:
- Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup pada alinea ke 25 Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907, keturunannya adalah:
- Tuan Jukkar Damanik, keturunannya adalah Tuan Humala Sahkuda Damanik ( Toean Hutabolon Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik, Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik
- Tuan Soriadam Damanik.
- Tuan Gemang Damanik
- Tuan Djalaut Damanik Kejaksaan Negeri, keturunannya adalah: Rosma br. Damanik, Tuan Djadame Damanik, Maremi br. Damanik, Dr Timoria br. Damanik, Tuan Thambu Damanik, Tuan Drg Simson Damanik, Tuan Ir Bondeth Damanik SH, Jeny Meikina br. Damanik
- Tuan Bissar Damanik keturunannya adalah Tuan Jahutar Damanik, menerbitkan buku: Jalannya Hukum Adat Simalungun, 1974.
- Tuan Marhakkung Damanik.
- Tuan Sihatiur Damanik.
- Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin pada alinea ke 26 Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907, keturunannya sebagai berikut:
- Tuan Kalabosar Damanik ( Toean Dolok Maraja Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Ir. Syamsirun Damanik ( mantan salah satu Direktur Kem. Pertanian RI ), Drs Pangsa Damanik dan Irjen Pol Drs Wagner Maruli Damanik.
- Tuan Paraloangin Damanik ( Toean Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan laweinya Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat keturunannya adalah Tuan Labuhan Asmin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag berikutnya ), Tuan Djawadin Damanik, Tuan Ardin Damanik, keturunannya adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik ( USU ), Prof DR David Tumpal Damanik ( USA ), Cand.DR.Ec Daulat Damanik MA. ( Jerman ), Agustinus Paian Damanik, Kombes Pol (Purn) Drs. Arthur Marulam Damanik,Hotman Mangara Damanik SH, Rajista Damanik (Sipolha), Ralpanta Pandapotan Damanik.
- Tuan Parangsangbosi Damanik ( Toean Paribuan Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Brigjen Pol (Purn) Muller Damanik, SH ( Mantan Rektor USI P.Siantar), Iskandar Damanik,Tigor Damanik SH.
- Tuan Ankir Damanik.
- Tuan Medan Damanik.
- Tuan Barus Damanik.
- Tuan Mangapil Damanik.
- Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha, salah satu keturunannya Mayjen TNI (Purn) Pieter Damanik ( Mantan Dubes RI di Philipina ), Ir Djagunung Damanik, Revol Damanik, Kombes Pol (Purn) Bandoal Maruli Damanik
- Toean Intan Pulo Bosar Sipolha.
- Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup pada alinea ke 25 Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907, keturunannya adalah:
- Harajaan / Partoeanon / Partongah / Parbapaan Bandar ( Damanik Bandar / Tungkat Harajaan Siantar).
- Pusat Pemerintahan Partoeanon / Partongah / Parbapaan Bandar berada di Pamatang Bandar, Keturunan Radja Namartuah Damanik "Datu Parmata Manunggal".
- Partuanon antara lain di dalam Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907:
- Si Saoeadim, Toean Van Bandar
- Si Badjandin, Toean Van Bandar Poelau (salah 1 keturunannya adalah Drs. Tuan Zulkarnain Damanik, MM, Bupati Simalungun periode 2005-2010)
- Si Kani, Toean Van Bandar Bajoe
- Si Djamin, pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
- Si Mia, Toean Van Si Malangoe
- Si Kama, Roumah Suah
- Si Bisara, Nagodang
- Si Djommaihat, Toean Kahaha
- Si Djarainta, Toean Boentoe
- Si Djandioeroeng, Toean Dolok Siantar
- Si Silim, Toean Van Bandar Sakoeda
- Si Djontahali, Toean Van Mariah Bandar salah satu keturunannya Haji Drs Lio Djamariah Damanik, MM. (Ketua Umum IKEIS).
- Si Rimmahala, Toean Van Naga Bandar
- Si Kadim, Toean Van Bandar Tonga
- Harajaan / Partoeanon / Partongah / Parbapaan Sidamanik ( Damanik Sidamanik / Tungkat Harajaan Siantar).
- Pusat Pemerintahan Partoeanon / Partongah / Parbapaan Sidamanik berada di Pamatang Sidamanik.
- Pemerintahan dahulu di pimpin oleh Tuan Riah Hata (Tuan Radja Sidamanik, Keturunan Radja Namartuah Damanik "Datu Parmata Manunggal" ).
- Partuanon antara lain di dalam Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907:
- Si Mahata, Toean anggi Van Sidapmanik
- Si Bandar, Toean Manik Hataran
- Si Takkang, Toean Van Tamboen Rea
- Si Rian, Toean Van Manik Maradja
- Si Marihat, Toean Van Perbalogan
- Harajaan / Partoeanon / Partongah / Parbapaan Siantar ( Damanik Siantar ).
- Pusat Pemerintahan Partoeanon / Partongah / Parbapaan Siantar berada di Pamatang Siantar.
- Pemerintahan dahulu di pimpin oleh Radja Siantar Sang Naualuh Damanik (Radja Siantar, Keturunan Radja Namartuah Damanik "Datu Parmata Manunggal" ).
- Partuanon antara lain di dalam Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907:
- Si Tongma, Bah Bolak Van Pematang Siantar
- Si Naman, Toean Van Lingga
- Si Djaha, Toean Van Bangoen
- Si Djibang, Toean Van Dolok Malela
- Si Djandiain, Toean Van Silo Bajoe
- Si Lampot, Toean Van Djorlang Hoeloean
- Partuanon / Parbapaan berdiri sendiri di dalam Korte Verklaring Kerajaan Siantar 16 Oktober 1907:
- Pemerintahan dahulu langsung di pimpin oleh Radja Siantar Sang Naualuh Damanik (Radja Siantar.
- Si Djanji-arim, Toean Van Maligas Bandar
- Si Djadi, Toean Van Sakuda
- Si Radjawan, Toean Van Gunung Maligas
- Si Djaoelak, Toean Van Tamboen
- Si Ganjang, Toean Van Repa
- Si Djoinghata, Toean Van Pagar Batoe
- Si Djaingot, Toean Van Si Lampoeyang
- Si Djaoeroeng, Toean Van Gadjing
- Si Pinggan, Toean Van Hoeta Bajoe
- Si Djoegmahita, Toean Van Manggoetoer
- Pemerintahan dahulu langsung di pimpin oleh Radja Siantar Sang Naualuh Damanik (Radja Siantar.
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun 1946.
3. SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami:
Si Tori Alam, Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik.
Yaitu: bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga perkara yang tersebut di bawah ini, yaitu:
Pasal yang pertama.
Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi suatu bahagian daripada Hindia Nederland, maka takluklah negeri Siantar itu kepada kerajaan Belanda, maka wajiblah atas kami selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada wakil baginda yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland, maka oleh Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur dikurniakan kepada kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.
Pasal yang kedua.
Maka mengakulah dan berjanjilah kami, bahwa kami tiada akan membicarakan suatu apa daripada ikwal kami dengan Raja - raja yang asing, melainkan musuh Baginda Sri Maharaja itu musuh kami, begitu juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami adanya.
Pasal yang ketiga.
Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami, bahwa sesungguhnya segala peraturan hal ikwal Siantar, baik yang telah diaturkan, baik yang akan diikrarkan oleh atau dengan nama Baginda Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland atau wakilnya semua pengaturan itu kami hendak menjalankan akan segala perintah yang diperintahkan kepada kami, baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal baik oleh wakilnya, semua perintah itu kami hendak menurutkan juga adanya. Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan bersumpah di Pematang Siantar pada enam belas Oktober 1907, dan tersurat tiga helai yang sama bunyinya.
Si Tori Alam
Si Ria Hata
( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar )
Disaksikan oleh Si Jure Lucan O'Brien, Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan dikuatkan pada tanggal 22 Januari, 1908.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
d.t.o
( V.Heutz )
4. Proces - Verbal / Berita Acara.
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur Simalungun.
Op heden, den Zestienden october negentien honderd en zevend, voor mij, J.L.O'Brien, Controleur van Simeloengoen.
1. Si Saoeadim, Toean Van Bandar 2. Si Badjandin, Toean Van Bandar Poelau 3. Si Kani, Toean Van Bandar Bajoe 4. Si Djamin, pemangkoe Van Toean Negeri Bandar 5. Si Mia, Toean Van Si Malangoe 6. Si Kama, Roumah Suah 7. Si Bisara, Nagodang 8. Si Djommaihat, Toean Kahaha 9. Si Djarainta, Toean Boentoe 10. Si Djandioeroeng, Toean Dolok Siantar 11. Si Silim, Toean Van Bandar Sakoeda 12. Si Djontahali, Toean Van Mariah Bandar 13. Si Rimmahala, Toean Van Naga Bandar 14. Si Kadim, Toean Van Bandar Tonga 15. Si Tongma, Bah Bolak Van Pematang Siantar 16. Si Naman, Toean Van Lingga 17. Si Djaha, Toean Van Bangoen 18. Si Djibang, Toean Van Dolok Malela 19. Si Djandiain, Toean Van Silo Bajoe 20. Si Lampot, Toean Van Djorlang Hoeloean 21. Si Djanji-arim, Toean Van Maligas Bandar 22. Si Djadi, Toean Van Sakuda 23. Si Radjawan, Toean Van Gunung Maligas 24. Si Djaoelak, Toean Van Tamboen 25. Si Tahan Batoe, Toean Van Si Polha 26. Si Ria Kadi, Toean Van Manik Si Polha 27. Si Ganjang, Toean Van Repa 28. Si Djoinghata, Toean Van Pagar Batoe 29. Si Djaingot, Toean Van Si Lampoeyang 30. Si Djaoeroeng, Toean Van Gadjing 31. Si Mahata, Toean anggi Van Sidapmanik 32. Si Bandar, Toean Manik Hataran 33. Si Takkang, Toean Van Tamboen Rea 34. Si Rian, Toean Van Manik Maradja 35. Si Marihat, Toean Van Perbalogan 36. Si Pinggan, Toean Van Hoeta Bajoe 37. Si Djoegmahita, Toean Van Manggoetoer
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan, dihadapan saya telah menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh komisi kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan berita acara dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar, 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
( Jure Lucan O'Brien )
( dalam Tulisan, Jahutar Damanik, NPV: 2.029.293, Raja Sang Naualuh, Sejarah Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia, Medan medio 1981 cetak ulang tahun 1987 )
Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.
- Soro Tilu (Damanik Nagur Bah Bolag ):
1. Raja Jumorlang (Kerajaan Jumorlang) anak dari Sorotilu ( Kerajaan Manakasian ).Keturunannya bernama Ariurung Oppu Barita yang menjadi anak tiri dari Raja Namartuah Damanik Bariba, diberi jabatan Bah Bolag (penguasa lautan ) berada di sekitar Pamatang Siantar.
2. Marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola.
- Timo Raya ( Damanik Nagur ) keturunannya:
1. Damanik Usang, Damanik Sola, Damanik Rappogos, Damanik Melayu, Damanik Bayu, Damanik Sarasa, Damanik Rih d.l.l. Jenis Marga Damanik Nagur tersebut di atas pada umumnya berada di Pamatang Raya/Raya Kahean dan sekitarnya.
2.Raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok.
Tokoh
Beberapa tokoh yang bermarga Damanik, di antaranya adalah: