Tenun Gorontalo atau Tenun Hulontalo merupakan salah satu ragam wastra atau kain tradisional nusantara yang berasal dari Gorontalo, Pulau Sulawesi.[1]

Tenun Gorontalo
Tenun Gorontalo dengan motif huidu (gunung)
JenisKain tenun
BahanSutra, Kapas
Tempat asalGorontalo, Limboto
PemanufakturGorontalo, Sulawesi, Indonesia

Kain tradisional ini telah menjadi bagian penting dari Suku Gorontalo karena dianggap memiliki makna filosofis, sejarah dan simbol yang bernilai tinggi.[2]

Tenun Gorontalo kini semakin langka dan sulit ditemukan karena tidak begitu populer dan lestari penggunaanya dibandingkan sulam Karawo.[3]

Sejarah

Tradisi tenun di Gorontalo usianya hampir sama dengan tradisi sulam Karawo, bahkan mungkin lebih tua lagi perkembangannya. Sama seperti sulam Karawo, tradisi ini diselamatkan dan diwarisi oleh kaum perempuan.

Sejarah yang terlupakan

Banyak sejarah dan warisan budaya Gorontalo yang dihilangkan oleh penjajah belanda untuk memecah belah rakyat yang ingin merdeka, diantaranya adalah istana Kerajaan Gorontalo hingga tradisi wastra atau kain tradisional Gorontalo.

Jika ditelusuri dalam berbagai catatan sejarah, masyarakat Gorontalo telah mengenal budaya tenun dan sulam sejak abad ke-17. Namun Belanda terus berupaya menghilangkan berbagai tradisi, seni budaya, dan identitas lokal Gorontalo tersebut hingga akhirnya dibangkitkan kempali pada sekitar tahun 1960-an.[4]

Upaya pelestarian tenun Gorontalo

Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya untuk mengembalikan serta melestarikan wastra tenun Gorontalo yang langka dan bernilai tinggi.[5][6] Upaya pelestarian ini dimulai dengan pendataan para penenun lokal yang masih tersisa dan program pelatihan menenun yang akan kembali dilaksanakan.

Harapannya agar tenun Gorontalo dapat kembali eksis, tidak hanya di kancah lokal atau nasional, melainkan pula di panggung internasional seperti halnya sulaman Karawo yang kini begitu populer.

Bahan Baku dan Warna

Seperti halnya wastra atau kain tradisional nusantara lainnya, Tenun Gorontalo juga dihasilkan dari proses menenun yang sederhana dan memanfatkan bahan baku alami di sekitarnya. Proses menenun masyarakat Gorontalo yang khas dapat dipelajari dalam beberapa langkah, yaitu:

Bahan Baku Kapas

Bahan baku utama yang sering digunakan oleh para penenun di Gorontalo adalah Ti'opo atau Tiopo (Kapas) yang terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:

  • Ti’opo Tutu (Kapas Tutu)
  • Ti’opo Huwolo (Kapas Huwolo)
  • Ti’opo Bilangi (Kapas Bilangi)
  • Ti’opo Japangi (Kapas Jepang)

Bahan Baku Sutra

Selain penggunaan Ti'opo atau Tiopo (Kapas), masyarakat Gorontalo juga mengenal benang sutra sebagai bahan baku utama tenun Gorontalo, namun penggunaannya sangat terbatas dan hanya bagi kalangan bangsawan atau keluarga Kerajaan. Penggunaan bahan baku Sutra khususnya oleh para Raja (Olongia) dan Permaisuri (Mbu'i) pada acara-acara adat seperti pernikahan maupun acara adat kebesaran lainnya.

Dalam pakaian adat Gorontalo yang digunakan para bangsawan, Tenun Gorontalo diaplikasikan pada baju, celana panjang, sarung, rok panjang, dan selendang. Hal ini turut menunjukkan kedudukan Tenun Gorontalo yang sakral dan terhormat yang digunakan oleh kalangan keluarga Kerajaan.

Pilihan Warna

Tenun Gorontalo memiliki beberapa warna utama yang secara alami berasal dari alam dan menjadi ciri khas wastra ini, yaitu:[7]

  • Jingga, berasal dari tumbuhan "walude" yang tumbuh liar di Gorontalo. Warna Jingga ini adalah warna yang paling dominan dari tenun Gorontalo.
  • Cokelat, berasal dari kulit pohon bakau
  • Kuning, berawal dari "alawahu" atau kunyit

Penggunakan bahan tumbuhan sebagai pewarna alami membuat hasil tenun Gorontalo terkesan indah. sederhana, dan tanpa proses kimiawi.

Filosofi Penggunaan

Kain tenun Gorontalo memiliki banyak makna filosofis dalam penggunaannya di masyarakat yang secara umum dijelaskan sebagai berikut:

  • Sebagai pakaian pelengkap dalam aktifitas sehari-hari
  • Sebagai pakaian pelengkap bagi tamu undangan, keluarga dan pemangku adat dalam upacara adat Pernikahan
  • Sebagai pakaian pelengkap bagi tamu undangan, keluarga dan pemangku adat dalam upacara adat Perkabungan/Pemakaman
  • Terkadang digunakan sebagai penunjuk status sosial

Galeri

Dalam catatan sejarah dan koleksi warisan budaya Indonesia di Belanda, maka tenun Gorontalo yang berhasil didokumentasikan adalah sebagai berikut:

Proses pembuatan tenun Gorontalo

Proses pembuatan Tenun Gorontalo berhasil didokumentasikan dengan baik di tahun 2011 melalui penelitian ilmiah dengan narasumber utama, Saidah A. Puluhulawa (lahir tahun 1927). Saidah merupakan pengrajin Tenun Gorontalo legendaris yang tersisa dan masih aktif menenun sebelum tutup usia di tahun 2013.[8]

Adapun proses pembuatan Tenun Gorontalo adalah sebagai berikut:

Persiapan alat tenun

  • Popa'ato atau Popaato, alat penahan tubuh penenun di bagian belakang saat duduk
  • Tandaja atau Tandhaja, alat penahan kain tenun
  • Potadenga, alat penahan benang untuk menenun
  • Bubuti'o, alat pengembang kapas
  • Lilitode, alat penggulung kapas
  • Titinggola, alat pemintal kapas
  • Huhuluta, alat penggulung benang
  • Potadenga, alat penggulung benang
  • Huheyidu, alat merapikan benang

Persiapan bahan baku utama

  1. Langkah pertama yang dilakukan sebelum menenun ialah menyiapkan benang yang hendak dipakai, dimulai dari memetik buah kapas kemudian memisahkan biji dan kapasnya hingga dapat dikumpulkan menjadi satu sesuai kebutuhan
  2. Proses pengembangan kapas dengan alat Bubuti'o
  3. Proses menggulung kapas dengan alat Lilitode
  4. Kemudian kapas dipintal dengan alat Titinggola
  5. Sesudah proses memintal, saatnya menyiapkan warna yang akan digunakan. Bahan baku pewarna alami dari tumbuhan dimasak sampai berubah warna sesuai dengan yang diinginkan
  6. Proses Pencelupan benang ke dalam bahan pewarna
  7. Setelah meresap dan kering sempurna, benang-benang yang telah diwarnai kemudian dijemur
  8. Proses penggulungan benang yang telah kering dengan alat Huhuluta
  9. Benang siap di tenun

Proses menenun

  1. Menggulung Benang pada alat Potadenga
  2. Benang dikeluarkan dan dipasang pada alat Du'upa atau Duupa
  3. Mengatur letak alat Papadu dan merapikan letaknya pada alat Biheto
  4. Pemasangan alat Dudehu atau Dudeehu
  5. Menyiapkan alat Huheyidu dan memulai pemasangan benang dengan rapi
  6. Menenun dimulai dengan imajinasi dan kreatifitas penenun berdasarkan simbol atau motif lokal Gorontalo yang bersejarah dan penuh makna

Referensi

  1. ^ Naini, Ulin, and I. Wayan Sudana. "Karakteristik Tenun Tradisional Gorontalo." Hasil Penelitian (2011).
  2. ^ Naini, U., Dangkua, S. and Naini, W., 2020. Kerajinan tenun tradisional Gorontalo. Jambura: Jurnal Seni dan Desain, 1(1).
  3. ^ ANTARA. "Kisah Punah Tenun Gorontalo di Tengah Riuh Rendah Dunia Mode". gaya hidup. Diakses tanggal 2023-06-08. 
  4. ^ Aminudin, A., Husain, N.H.A. and Batalipu, R., 2021. Pemberdayaan Usaha Karawo Desa Mongolato Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo Selama Masa Pendemi Covid-19. Wisanggeni: Jurnal Pengabdian Masyarakat, pp.52-60.
  5. ^ "InfoPublik - Kain Tenun Gorontalo Akan Diangkat Kembali". infopublik.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-06-08. 
  6. ^ Naini, U. (2015). Pengembangan Kerajinan Tenun Lokal Gorontalo Menjadi Model-Model Rancangan Busana Yang Khas dan Fashionable Guna Mendukung Industri Kreatif. Hibah Bersaing (DP2M), 2(984).
  7. ^ NAINI, W. (2014). KERAJINAN TENUN TRADISIONAL GORONTALO DI DESA BARAKATI. Skripsi, 1(544409012).
  8. ^ antaranews.com (2018-10-31). "Cerita tenun terakhir Gorontalo". Antara News. Diakses tanggal 2023-06-08.