Jumo, Jumo, Temanggung
Jumo (bahasa Jawa: ꦗꦸꦩꦺꦴ, translit. Jumo) adalah sebuah ibu kota Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia.
Jumo | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Temanggung | ||||
Kecamatan | Jumo | ||||
Kode pos | 56256 | ||||
Kode Kemendagri | 33.23.10.2001 | ||||
Luas | 0,97 km²[1] | ||||
Jumlah penduduk | 2187 jiwa (2022) | ||||
Kepadatan | 2254,64/km² | ||||
|
Sejarah
Jumo adalah sebuah desa kuno yang kemungkinan ada sejak zaman Kedhu atau era Pajang bersama dengan Desa Margawati dan sekitarnya. Termasuk desa-desa kuno yang merupakan sisa era Mataram Kuno. Jumo juga dikenal dengan sebutan Toya Jumo.
Desa Jumo bermula dari dua orang pelarian yang berasal dari keluarga trah kerajaan (kusumo) atau darah biru dari Keraton Kartasura (Solo) pada abad ke-14 sampai dengan abad ke-18, yang berkisar tahun 1485-1835, saat itu VOC sudah datang di Indonesia. Kedua orang tersebut adalah Kyai Jumo (Nujum Kusumo) dan Kyai Muneng. Beliau menentang kedatangan VOC (Belanda) di tengah-tengah pusat pemerintahan Keraton Kartasura yang dirasa ikut mengintervensi urusan politik pemerintahan kerajaan agar tujuannya tercapai yakni menjajah dengan cara politik Devide et Impera. VOC menancapkan pilar-pilar kekuasaaannya yang kemudian menindas rakyat Indonesia pada umumnya. Kemudian beliau berdua menuju ke arah barat laut, sampai tepatnya di Temanggung Utara, di mana daerah tersebut masih merupakan alas "gung lewang-lewung" yang merupakan hutan.
Beliau mendirikan padepokan atau rumah gubuk yang menjadi tempat peristirahatan, tidak lama kemudian beliau bertemu empat orang lagi yang menyusul dan bergabung, masing-masing bernama Kyai Sorodito, Kyai Dalem, Kyai Godeg, dan Kyai Jagong.
Kemudian semakin lama semakin berkembang pengikutnya bahkan menjadi kelompok masyarakat yang cukup banyak dan menjadi padepokan bernama "Jumo" (yang merupakan cikal bakal nama Desa Jumo) dengan harapan “Maju tumomo“. Dengan arif dan bijaksana, Kyai Jumo kemudian membantu mengatur masyarakat, masing-masing Kyai diberi wilayah untuk membentuk kelompok masyarakat yang terdiri dari:
- Padukuhan Soroditan diambil dari nama besar Kyai Sorodito
- Padukuhan Jagalan yang diambil dari nama besar Kyai Jagong
- Padukuhan Bondalem yang diambil dari nama besar Kyai Dalem
- Padukuhan Godegan diambil dari nama besar Kyai Godeg
Kemudian beberapa tahun kemudian Kyai Muneng melanjutkan perjalanan ke arah barat, di mana kemudian beliau menetap, hingga sekarang desa tersebut dinamakan Desa Muneng, Candiroto. Selanjutnya datang lagi seorang adipati bernama Adipati Sindurejo, beliau juga tidak senang dengan adanya VOC yang bekerja sama dengan pihak Keraton. Adipati tersebut akhirnya pergi dan bergabung dengan pendahulunya untuk meneruskan perjuangan menyusun kekuatan mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Dengan seiring berjalannya waktu, satu demi satu para kyai meninggal dunia, dan dimakamkan di sekitar dusun tertentu yang merupakan cikal bakal nama dusun tersebut.
- Kyai Jumo (Nujum Kusumo) dimakamkan di Gunung Gede sebelah selatan Desa Jumo
- Kyai Dalem dimakamkan di Dusun Bondalem
- Kyai Sorodito dimakamkan di Dusun Soroditan
- Kyai Godeg dimakamkan di Dusun Godegan
- Kyai Jagong dimakamkan di Dusun Jagalan
Jumo mengalami puncak kejayaan pada zaman Surakarta dengan menjadi tempat menikmati hari tua Adipati Sindurejo yang merupakan patih Keraton Surakarta. Adipati Sindurejo sendiri sebelum menjadi patih memiliki gelar Tumenggung Mangkuyudo yang berjasa pada saat menyatukan Mangkunegara dengan Kasunanan, memberikan tempat tinggalnya di Solo untuk dijadikan Mangkunegaran. Ia juga berjasa dalam mengatur pembagian wilayah Kasunanan Surakarta dengan Kasultanan Yogyakarta. Adipati Sindurejo membangun sebuah masjid di Jumo seperti halnya famili satu darahnya dari klan Notoyudo yang lebih condong ke Kasultanan Yogyakarta di Desa Ketitang, Kecamatan Jumo.
Adipati Sindurejo wafat dan dimakamkan di belakang masjid yang dibangunnya, dan sekarang nama beliau diabadikan menjadi nama masjid tersebut yakni Masjid Jami' “ADIPATI SINDUREJO“. Sementara makam para kyai yang menjadi cikal bakal nama dusun-dusun di Desa Jumo sampai sekarang masih dirawat dan dijadikan tempat yang dihormati, makam tersebut dijadikan obyek sadranan (nyadran) desa sebagai wujud penghormatan kepada leluhur desa.
Batas Wilayah
Utara | Desa Kertosari, Desa Gununggempol, Desa Giyono |
Timur | Desa Jamusan |
Selatan | Desa Padureso |
Barat | Desa Barang |
Wilayah Administratif
Wilayah Desa Jumo terbagi menjadi 8 dusun, yakni:
- Betonan
- Bongos
- Jagalan
- Kauman
- Soroditan
- Bayongan
- Bondalem
- Godegan
- ^ "Batas Desa/Kelurahan: JUMO". Diakses tanggal 21 Agustus 2022.