Golden Eagle Energy

perusahaan asal Indonesia

PT Golden Eagle Energy Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: SMMT) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di sejumlah anak usaha yang bergerak dalam bisnis pertambangan dan perdagangan batu bara. Berkantor pusat di Menara Rajawali, Jl. DR. Ide Anak Agung Gde Agung, Mega Kuningan, Jakarta Selatan,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya.

PT Golden Eagle Energy Tbk
Perseroan terbatas
IndustriIndustri pertambangan
Didirikan14 Maret 1980
Kantor pusatJakarta, Indonesia (kantor pusat)
Situs webgo-eagle.co.id

Manajemen

  • Komisaris Utama: Abed Nego
  • Komisaris Independen: Erwin Sudjono
  • Direktur Utama: Roza Permana Putra
  • Direktur: Raphael Andi Santosa Kodrata[2]

Kepemilikan

Anak usaha

  • PT Naga Mas Makmur Jaya
    • PT Triaryani
    • PT Prima Buana Kurnia
  • PT Rajawali Resources
    • PT Mega Raya Kusuma
      • PT Internasional Prima Coal (49%)
        • PT Tabalong Prima Resources (34,17%)
        • PT Mitra Hasrat Bersama (34,17%)

PT Internasional Prima Coal menguasai konsesi tambang batubara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan melalui proyek Tabalong dengan total luas mencapai 6.383 hektar serta sumber daya batubara sebesar 317,6 juta ton dan cadangan batubara sebesar 122,5 juta ton. Pada tahun 2021, perusahaan ini memproduksi 773 ribu ton batubara. PT Triaryani mengoperasikan tambang batubara di Sumatra Selatan dengan konsesi seluas 2.143 hektar serta sumber daya batubara sebesar 330 juta ton dan cadangan batubara sebesar 317 juta ton. Di tahun 2021, PT Triaryani membukukan produksi batubara sebesar 1,27 juta ton.[1]

Sejarah

Usaha awal: bisnis restoran

Golden Eagle Energy awalnya merupakan perusahaan pengelola restoran, didirikan pada 14 Maret 1980 dengan nama PT The Green Pub.[1] The Green Pub sendiri merupakan sebuah restoran Meksiko di Jakarta yang dirintis oleh Ronald Mullers (Ron Mullers), seorang WNA Amerika Serikat berdarah Sunda-Belanda[3][4] bersama istrinya, Indrajaty Hadiwardoyo[5] yang dibuka pada tahun 1981.[6] Sebenarnya, restoran itu adalah milik keluarga Indrajaty; Mullers yang memang memiliki background pernah bekerja di bidang hospitality kemudian memutuskan mengembangkan restoran ini.[7] The Green Pub sendiri kemudian berubah nama menjadi Amigos (singkatan dari Ajang Makan, Minum, Gosip; bisa juga diartikan teman dalam bahasa Spanyol) seiring peraturan pemerintah yang merestriksi penggunaan bahasa asing di ruang-ruang publik.[8]

Mullers kemudian mulai berekspansi membangun restoran lainnya setelah bisnis Amigos mendapat respon yang positif. Ia mendirikan restoran Ponderosa, sebuah restoran steak; berhasil mendapatkan waralaba Pizza Hut dan Dairy Queen di Indonesia; dan memiliki rumah makan Pinoccio, Kon-Tiki, dan jasa katering. Pada tahun 1991, diperkirakan Mullers dalam beberapa mereknya tersebut memiliki 7 buah cabang yang ada di kawasan perkantoran Jakarta,[9] dan totalnya 36 di berbagai wilayah. Bisnis restoran Mullers di Indonesia ini kemudian sempat dikenal dengan nama "Ponderosa Group".[10] Pada tahun 1995, Mullers merintis restoran baru bernama "Elvis",[11] ditambah kemudian Putt-Putt, Boby Rubinos, hotel Choice, dan lainnya.[3][12] Berbagai waralaba tersebut didatangkan dari luar negeri oleh Mullers, karena menurutnya permintaannya cukup tinggi seiring pertumbuhan ekonomi nasional.[7]

Mulai 10 Mei 1996, pengelola restoran Amigos, PT The Green Pub mengubah namanya menjadi PT Setiamandiri Mitratama. Mullers kemudian menyatukan bisnis restorannya itu dalam wadah perusahaan ini,[7] dan kemudian setelah melepas waralaba Pizza Hut, merintis waralaba pizza lokal bernama Papa Ron's Pizza yang namanya diambil dari nama pendirinya sejak Agustus 2000. Papa Ron's berkembang menjadi salah satu waralaba pizza yang cukup dikenal,[3][13] dan bahkan berencana berekspansi ke Filipina.[14] Pada tahun 1999, PT Setiamandiri mengumumkan rencananya untuk melepas sahamnya ke publik;[15] dan pada 29 Februari 2000, PT Setiamandiri Mitratama resmi melantai di Bursa Efek Surabaya (BES) dengan harga penawaran Rp 500/lembar saham.[16][17] Kode sahamnya adalah SMMT yang berasal dari singkatan namanya dan masih dipertahankan hingga kini.

Empat tahun kemudian, pada 25 Juli 2004, nama perusahaan berubah kembali menjadi PT Eatertaiment International Tbk. Mullers dan istrinya, Indrajaty, duduk sebagai direktur dan komisaris utama di perusahaan ini.[18] Perusahaan melakukan stock split 1:4 pada tahun 2004. Pada tahun 2008, dalam wadah PT Eatertaiment International Tbk, ada restoran Papa Ron's, Amigos, Ponderosa, Putt-Putt Golf & Corse, Putt-Putt Cafe, Fun Sport, Sport Cantina dan lainnya[19] yang tersebar di beberapa tempat seperti di Kelapa Gading, Kemang, Sidoarjo dan Senayan,[18] baik dikelola sendiri ataupun melalui waralaba. Selain itu, perusahaan juga mempunyai entitas anak Putt-Putt South East Asia Ltd. (Putt-Putt) yang memiliki lisensi di bidang usaha mini golf. Kemudian, pada 2 Juni 2009, untuk memperkuat bisnis usahanya, Eatertainment merencanakan akuisisi 6 perusahaan ikan di Indonesia Timur senilai Rp 300 miliar, dengan basis utamanya adalah ekspor.[20]

Akuisisi dan perubahan bisnis

Pada pertengahan 2009, tersiar kabar bahwa Eatertaiment International Tbk, akan diakuisisi oleh Rajawali Corpora, sehingga harga sahamnya sempat meningkat.[21] Akhirnya, masuknya Rajawali menjadi kenyataan dengan dibelinya saham SMMT oleh beberapa perusahaan afiliasi grup tersebut, seperti Green Palm Resources dan PT Mutiara Timur Pratama yang totalnya mencapai 70,85% senilai Rp 12,739 miliar di tanggal 15-16 April 2010.[22] Seiring dengan akuisisi itu, Rajawali juga menempatkan orang-orangnya dalam kursi kepemimpinan PT Eatertainment International Tbk. Sejak awal, niat Rajawali untuk menjadikan perusahaan ini sebagai alat backdoor listing perusahaannya sudah nampak, dengan saat itu direncanakan akan mengelola bisnis kelapa sawit Rajawali Corpora.[23]

Meskipun demikian, baru pada 2012, perombakan dilakukan dengan pada 18 Juni 2012, Eatertainment International Tbk mengumumkan niatnya mengakuisisi 99,12% saham PT Nagamas Makmur Jaya yang secara tidak langsung menguasai 39% di PT Internasional Prima Coal (prusahaan batu bara patungan Rajawali dengan PT Bukit Asam Tbk) senilai Rp 146 miliar; dan PT Rajawali Resources, pemilik 85% saham PT Triaryani yang memegang konsesi batu bara di Sumatra Selatan seluas 2.100 ha dengan nilai Rp 137 miliar. Maka jelas, Rajawali Corpora meniatkan Eatertainment menjadi perusahaan batu bara miliknya dalam transaksi dengan skema rights issue senilai total Rp 410 miliar ini.[24] Rajawali sendiri tercatat sudah menekuni bisnis batu bara ini sejak pertengahan 2000-an, melihat harga batu bara yang meningkat dan kini lewat skema backdoor listing telah menjadi perusahaan publik.[25] Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diadakan di hari yang sama, bisnis Eatertainment International Tbk diubah menjadi bisnis tambang dari sebelumnya restoran dan hiburan.[26] Perombakan bisnis ini diklaim karena bisnis restoran sudah tidak terlalu berkembang,[27] dan dengan mempertimbangkan berbagai prospek usaha yang berpotensi untuk dijajaki, dilihat bahwa bisnis pertambangan khususnya batu bara adalah salah satu bisnis yang paling menjanjikan dan sesuai.

Rajawali kemudian melepas hampir seluruh bisnis dan aset restoran/hiburan lama Eatertainment pada 10 Mei 2012[27] ke tangan Mullers dan keluarga (pemilik aslinya), dan kini bisnis restoran Mullers (Amigos, Papa Ron's, dll) berada di bawah PT Eatertainment Indonesia.[4] Tidak lama kemudian, nama PT Eatertainment International Tbk diganti menjadi PT Golden Eagle Energy Tbk sejak 15 Agustus 2012.[1] Seiring perombakan ini, identitas serta logo diubah untuk lebih mewakili aktivitas usahanya di bidang industri pertambangan.[28] Dari awalnya hanya memiliki 2 perusahaan batu bara, kemudian saat ini Golden Eagle berkembang seperti dengan proses akuisisi seperti pada PT Tabalong Prima Resources dan PT Mitra Hasrat Bersama di tahun 2015-2016,[29][30] dan sebelumnya beberapa tambang di Kalimantan Timur dan Sumatra Selatan.[31] Pada tahun 2021, diperkirakan penjualannya sebesar Rp 508 miliar, meningkat 243% dibandingkan Rp 209 miliar pada tahun sebelumnya dan membukukan laba bersih sebesar Rp 250 miliar. Penjualan Golden Eagle Energy juga naik 67% dari 1,2 juta ton menjadi 2,0 juta ton dengan komposisi penjualan domestik 72% atau sebesar 1,46 juta ton. Pada tahun yang sama, perusahaan memiliki 91 karyawan, naik dari 82 karyawan di tahun 2020.[1]

Referensi

Pranala luar