Kali Bekasi

sungai di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat

Kali Bekasi adalah salah satu sungai besar yang melintasi Kota Bekasi, provinsi Jawa Barat yang mengalir dari arah selatan menuju utara wilayah kabupaten Bekasi. Bersumber pada tempuran dua sungai di bagian selatan kota Bekasi, yaitu sungai Cikeas dan sungai Cileungsi yang keduanya berhulu di wilayah Sukaraja, Babakan Madang dan Sukamakmur kabupaten Bogor dan mengakhiri perjalanannya di bagian timur teluk Jakarta (laut Jawa), wilayah kabupaten Bekasi, melalui saluran inspeksi Cikarang - Bekasi Laut (dikenal dengan singkatan CBL) yang dibangun pada tahun 1977 hingga selesai tahun 1980 dan dijuluki sebagai saluran terbesar dan termodern di Indonesia pada era 1980-an.[1]

Kali Bekasi, disekitar wilayah kecamatan Rawalumbu, kota Bekasi
Kali Bekasi, disekitar wilayah kecamatan Rawalumbu, kota Bekasi

Di bagian tengah Kali Bekasi terdapat Bendung Bekasi yang bersilangan dengan Saluran Induk Tarum Barat atau dikenal sebagai Kali Malang yang berfungsi untuk menjaga elevasi muka air Kali Bekasi agar dapat mengalirkan air baku ke Jakarta dan irigasi di hilir bendung.

Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS)

 
Kali Bekasi

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tentang Sungai, kewenangan pengelolaan DAS berada pada institusi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan juga Perusahaan Jasa Tirta (PJT) karena air dari Kali Bekasi ini dipakai juga sebagai sumber air baku oleh PT. PAM Jaya Jakarta dan PT. Tirta Baghasasi untuk pengelolaan air bersih. Selain itu apabila tidak dikendalikan dengan baik air di sepanjang DAS ini, dapat juga mengakibatkan banjir besar di wilayah hilir.Salah satu alat/sistem pengendalian air di DAS ini adalah Bendungan Prisdo yang terletak di Jalan Hasibuan Kota Bekasi.[2]

Pengendalian Bendungan Prisdo secara struktural berada di bawah kewenangan BBWSCC. Ketika limpasan di Bendungan sudah mencapai titik tertentu maka petugas operator akan membuka/menutup pintu guna mengatur laju aliran air. Pengaturan operasional buka tutup pintu ini memerlukan standar/petunjuk teknis tertentu sehingga saat buka/tutup pintu bendung akan memberikan dampak yang positif. Ketika pintu bendung dibuka tertalu dini, bisa berdampak antara lain:[2]

  • Dapat terjadi abrasi di sepanjang DAS;
  • Banjir di wilayah hilir yakni kabupaten Bekasi;
  • Sumber air baku PT. PAM Jaya dan PT. PDAM Jasa Tirta akan terganggu;

Kali Bekasi dalam sejarah Banjir Kuno Kerajaan Tarumanegara

Kali Candrabhagha yang disebutkan dalam manuskrip Prasasati Tatar Sunda Kuno merupakan salah satu peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara berkuasa abad kelima sampai abad ketujuh masehi. Dalam tulisan manuskrip prasasti yang ditinggalkan kerajaan tertua kedua di Nusantara ini, Kali Bekasi sengaja digali untuk mengendalikan bencana banjir kuno. Maharaja Purnawarman yang berkuasa tahun 317-356 Saka (395-434 Masehi) itu memerintahkan untuk menggali Kali Bekasi.[3]

“Dulu Kali Candrabhagha di gali Purnawarman, Maharaja yang mulia yang mempunyai lengan kencang dan kuat. Setelah sampai ke istana, kali dialirkan ke laut. Istana Kerajaan Baginda Termashur. Kemudian baginda Parnuwarman menitahkan lagi menggali sebuah kali (sungai). Kali ini sangat indah dan jernih. Kali ini di sebut kali Gomati. Kali ini mengalir melalui kediaman nenekanda Raja Purnawarman. Kali Gomati, (galian itu ) 6.122 tumbak panjangnya, pekerjaan ini di mulai pada hari baik, tanggal 8 Paro Petang Bulan Phalguna. Kemudian disudahi pada hari tanggal ke 13 Paro Terang Bulan Caitra. Jadi hanya 21 harisaja untuk itu diadakan selamatan yang dilaksanakan para Brahmana. Untuk selamatan itu, Raja Purnawarman menghadiahkan 1.000 ekor sapi,”

Raja Pasundan ini berkuasa di wilayah Sunda Kuno (Wilayah Barat) yang membentang meliputi Bogor, Bekasi, Jakarta, Karawang, Banten dan Purbalingga (Jateng). Sedangkan pusat Ibu Kota Kerajaan Tarumanegara ini berada di Utara Bekasi yang saat ini berada di wilayah Babelan dan Tarumajaya, kabupaten Bekasi. Hal itu diperkuat dari banyaknya temuan-temuan artefak di beberapa situs di wilayah Utara Bekasi.[3]

Perubahan kata dari Candrabhaga menjadi Bekasi pertama kali dilontarkan Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, pada 1951, seorang ahli filologi Universitas Indonesia yang memperoleh gelar doktor di Universitas Leiden, Belanda bidang sastra Jawa tahun 1926[4] tersebut menyatakan, Bekasi berasal dari kata Candrabhaga, nama sungai yang dibangun pada abad ke-5 Masehi oleh Raja Tarumanagara bernama Rajadhiraja Yang Mulia Purnawarman. Data tersebut tertera dalam Prasasti Tugu, Cilincing, Jakarta Utara.[5]

Kata Candrabhaga dibagi menjadi dua, yakni Candra yang berarti “bulan” dan Bhaga berarti “bahagia”. Kata Chandra dalam bahasa Sanskerta sama dengan kata Sasi dalam bahasa Jawa kuno, sehingga nama Candrabhaga identik dengan kata Sasibhaga, yang apabila diterjemahkan secara terbalik menjadi Bhagasasi. Atas dasar itulah, Poerbatjaraka menafsirkan Kali Candrabhaga identik dengan Kali Bekasi.[5][6]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ ATO, STEFANUS (2022-01-29). "Cikarang Bekasi Laut, Pengendali Banjir yang Jadi Tempat Sampah Terbesar". kompas.id. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  2. ^ a b "EBUFFER Pemerintah Kota Bekasi". ebuffer-bekasikota.web.id. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  3. ^ a b "Sejarah Kali Bekasi, Sungai Peninggalan Raja Purnawarman untuk Mengendalikan Banjir Kuno di Kerajaan Tarumanegara". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2023-06-09. 
  4. ^ https://www.facebook.com/bisotisme; https://www.facebook.com/133170064075788 (2018-12-17). "Buku Sejarah Bekasi, Sejak Peradaban Buni Ampe Wayah Gini". @bisot notes (dalam bahasa Indonesian). Diakses tanggal 2023-06-14. 
  5. ^ a b alianwar (2010-03-26). "Candrabhaga, Kok, Jadi Bekasi (Ngalor-ngidul Bekasi, Radar Bekasi, Senin, 1 Februari 2010)". Ali Anwar. Diakses tanggal 2023-06-14. 
  6. ^ Riwayat Indonesia; Djilid 1 (edisi ke-1). Jakarta: Jajasan Pembangunan Djakarta. 1952. hlm. 14–15. 

Pranala luar