Kerajaan Tanah Hitu

kerajaan di Asia Tenggara
Revisi sejak 18 Juni 2023 12.21 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5)

Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di pesisir utara pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara tahun 1470–1682 M, dengan raja pertama yang bergelar Upu Hatta dan didirikan oleh Empat Perdana. Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan memainkan peran yang sangat penting di Kepulauan Maluku, disamping melahirkan intelektual dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam Ridjali, Tagglukabessy, Kakiali, dan lainnya yang tidak tertulis di dalam sejarah Maluku. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imperialisme bangsa Eropa ke wilayah Nusantara.

Sejarah

Empat Perdana

Kata "Perdana" berasal dari bahasa Sanskerta artinya Pertama. Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat Perdana.

Kedatangan Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku yang ditulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius, dan Valentijn.

Kedatangan Empat Perdana itu ke Tanah Hitu menjadi beberapa periode.

  1. Pendatang Pertama adalah Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
    Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
  2. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya bernama Nyai Mas.
  3. Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Messing bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah anak dari:
    Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah.
    Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan di sana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
    Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Messing bahwa dia ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala dia singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
  4. di sana mereka temukan Keramat atau Kuburan dia, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan cerita turun – temurun.
  5. Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
  6. Mereka tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban / Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
  7. Perdana Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
  8. Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari Kapitan Hitu Messing.
  9. Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan memastikan sistem pemerintahan di sana yang akan menjadi dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada waktu siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana Pattituban.

Hubungan dengan kerajaan lain

Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan berbagai kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kadipaten Tuban, Kesultanan Banten, Giri Kedaton di pulau Jawa dan Kesultanan Gowa di Sulawesi, seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (al-Jazirah al-Muluk; 'daratan raja-raja') seperti Kerajaan Huamual di Seram Barat, Kerajaan Iha di Saparua, Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan Kesultanan Bacan.


Orang Alifuru

Orang Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau Seram dan menyebar ke Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal dari Bahasa Tana yang artinya Orang maka Alifuru artinya Orang Pertama.

Penggabungan Empat Perdana Hitu

Oleh karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok yang berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang–pendatang dari Ternate, Jailolo, Obi, Makian dan Seram yang ingin berdomisili di Tanah Hitu, maka atas gagasan perdana Tanah Hitu, keempat perdana itu bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu kerajaan.

Kemudian empat perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira 1 km dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu). Di situlah awal berdirinya Negeri Hitu yang menjadi pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu. Bekasnya sampai sekarang adalah pondasi masjid. Masjid tersebut adalah masjid pertama di Tanah Hitu. Masjid tersebut bernama Masjid Pangkat Tujuh karena struktur pondasinya tujuh lapis.

Setelah itu keempat perdana tersebut mengadakan pertemuan yang di sebut tatalo guru (duduk guru) artinya kedudukan adat atas petunjuk Upuhatala (Allah Ta'ala) yang merupakan metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa Seram. Mereka bermusyawarah untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipilihlah salah seorang anak muda yang cerdas dari keturunan empat perdana yaitu anak dari Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama Zainal Abidin dengan pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai raja Kerajaan Tanah Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.

Latu Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania yang dalam bahasa Hitu kuno, Latu berarti raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata ile isainyia artinya dia sendiri. Maka Latu Sitania secara harfiah artinya dia sendiri seorang raja di Tanah Hitu atau raja penguasa tunggal. Sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali, Latu berarti raja dan Sitania (tanya, ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan buruk berraja.

Wilayah kekuasaan

Sesudah terbentuk negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu, kemudian datang lagi tiga klan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunuth, dan Masapal. Negeri Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau satu Uli (persekutuan) yang disebut Uli Halawan ("Persekutuan Emas"), di mana Uli Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu ("Persekutuan Hitu"). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh Panggawa atau Upu Yitu (sebutan kehormatan).

Gabungan tujuh negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya.

  1. Hunuth
  2. Laten
  3. Masapal
  4. Olong
  5. Soupele
  6. Tomu
  7. Wapaliti

Kebudayaan

Sastra bertutur

Kapatah Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu.

Upu Lihalawan-e Sopo Himi - o
Hitu Upu-a Hata
Tomu-a Upu-a Telu
Nusa Hu’ul Amana Lima
Laina Malono Lima
Pattiluhu Mata Ena
Artinya:
Tuan emas yang di junjung (Raja Tanah Hitu)
Hitu Empat Perdana
Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Tomu)
Kampung Alifuru Lima Negeri
Lima keluarga dari Hoamual

Lane atau Kapatah (sastra bertutur) dari klan Hunuth dalam bahasa Hitu yang masih hidup sampai sekarang yang menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja Hitu):

yami he’i lete, hei lete hunut – o
yami he’i lete, hei lete hunut – o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
aman-e hahu’e, aman-e hahu’e,-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
yami le di bawah pelu-a tanah hitu-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
waai-ya na silawa lete huni mua-o
suli na silai salane kutika-o
suli na silai salane kutika-o
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
awal le e jadi lete elia paunusa-o”
Artinya:
Kami dari Hunuth, kami dari Hunuth
Kami dari Hunuth, kami dari Hunuth
Negeri kami sudah kosong, negeri kami sudah kosong,
Negeri kami sudah kosong, negeri kami sudah kosong,
Kami dibawah perintah pengganti kami (Raja) Tanah Hitu
Kami dibawah perintah pengganti kami (Raja) Tanah Hitu
Orang Waai sudah lari pergi ke Honimoa
Orang Waai sudah lari pergi ke Honimoa
Orang Suli sampai sekarang belum datang bergabung
Orang Suli sampai sekarang belum datang bergabung
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa
Kejadian ini terjadi pertama di gunung Elia Paunussa

Pemerintahan

Raja Mateuna' adalah raja kerajaan Tanah Hitu yang kelima dan juga merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira 1 km dari negeri Hitu sekarang. Ia meninggal dunia pada tanggal 29 Juni 1634.

Pada pemerintahan raja Mateuna', negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu dipindahkan ke pesisir pantai pada awal abad ke-XV Masehi kini negeri Hitu sekarang. Pada masanya juga, terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu. Perlawanan fisik pada Perang Hitu I pada tahun 1520-1605 dipimpin oleh Tubanbessy I, yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Semenanjung Leitimur) pada tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Leitimur.

Raja Mateuna' meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal dari Halong dan ibunya berasal dari Soya, Jazirah Leitimur (Hitu Selatan). Dia digantikan oleh putranya yang kedua yaitu Hunilamu menjadi Latu Sitania yang ke-VI (1637–1682). Sedangkan putra pertamanya Silimual ke Kerajaan Huamual (Seram Barat) berdomisili di sana dan menjadi Kapitan Huamual, memimpin perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 yang dikenal dengan Perang Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili di sana sampai sekarang menjadi orang asli negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu.

Sesudah perginya Portugis, Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan benteng pertahanan di Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki Gunung Wawane. Akibat politik adu domba yang dilancakan oleh Belanda maka ketiga perdana (Perdana Totothatu, Perdana Jamilu dan Perdana Patituban) pergi meninggalkan Hitu dan mendirikan negeri baru, dan kemudian Negeri tersebut dinamakan Negeri Hila yaitu negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka negeri Hitu berganti nama menjadi Hitu Messing.

Belanda tiba di Tanah Hitu pada tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama VOC pada tahun 1602 sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu, karena mendirikan monopoli dagang tersebut. Puncaknya terjadi Perang Hitu II atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane II keturunan dari perdana Patituban dan Tubanbesi II, yaitu Kapitan Tahali elei tahun 1634–1643. Perlawanan terakhir yaitu Perang Kapahaha (1643 - 1646) yang dipimpin oleh Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahali Elei menghilang. Berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Leihitu.

Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat orang kaya menjadi raja dari setiap uli sebagai raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu sebagai pusat kegiatan pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu dibagi menjadi dua daerah administrasi yaitu Hitumessing dengan Hitulamo dengan politik pecah belah inilah (devide et impera). Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai akar-akarnya.

Negeri-negeri

Negeri-negeri di Jazirah Leihitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu, berarti negeri-negeri tersebut adalah negeri-negeri baru atau negeri-negeri yang belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682). Ketujuh uli tersebut diantaranya.

  1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu Hitu dan Hila dengan pusatnya di Hitu.
  2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu Tial, Negeri Molowael (Tengah-Tengah) dan Tulehu dengan pusatnya di Tulehu.
  3. Uli Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu Mamala, Morela, Liang, dan Waai dengan pusatnya di Mamala.
  4. Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu Kaitetu.
  5. Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu Wakal.
  6. Uli Yala terdiri dari satu negeri yaitu Seith.
  7. Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu Negeri Lima.

Lihat pula

Pranala luar