Gereja-Gereja Katolik Timur

denominasi Kristen

Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur adalah Gereja-Gereja partikular otonom dalam persekutuan penuh dengan Sri Paus di Roma. Berbeda dari Gereja Latin atau Barat yang menggunakan bahasa Latin, Gereja-Gereja ini beribadah menurut ritus-ritus liturgis Kristiani Timur yang menggunakan bahasa Yunani. Secara historis, Gereja-Gereja ini berlokasi di Eropa Timur, Asia Timur Tengah, Afrika Utara dan India, namun kini juga dapat dijumpai di berbagai belahan dunia. Banyak di antaranya memiliki struktur eklesiastikal, berdampingan dengan keuskupan-keuskupan Ritus Latin, di Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Australia.

Istilah-istilah seperti "Umat Katolik Byzantium" dan "Umat Katolik Yunani" digunakan untuk menyebut mereka yang termasuk anggota Gereja-Gereja yang menggunakan Ritus liturgis Byzantium. Istilah-istilah "Umat Katolik Oriental" dan "Umat Katolik Timur" tidak terbatas digunakan untuk menyebut mereka yang termasuk anggota Gereja-Gereja pengguna Ritus Byzantium saja, melainkan juga mencakup umat Katolik yang mengikuti Tradisi Liturgis Alexandria, Antiokhia, Armenia, dan Kaldea. Sebahagian besar Gereja Katolik Timur memiliki padanan dalam Gereja-Gereja Timur lainnya yakni Gereja Assyria, Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Ortodoks Oriental.

Meskipun umat Katolik Timur berada dalam persekutuan atau komuni dengan Sri Paus, mereka bukanlah umat Katolik Roma, karena mereka berasal dari tradisi liturgis Timur bukannya tradisi liturgis Barat (Roma, Gallia, Mozarabia), dan mereka tidak menyebut diri mereka sebagai umat Katolik Roma. Sekalipun demikian, mereka merupakan bagian dari Gereja Katolik yang sama, tidak kurang dari pada umat Katolik Latin adanya.[1]

Status Yuridis

Istilah Gereja-Gereja Katolik Timur digunakan untuk menyebut 22 dari ke-23 Gereja partikular otonom yang berada dalam persekutuan dengan Paus Roma. Gereja-Gereja ini menganut tradisi-tradisi liturgis Kristiani Timur yang berbeda-beda yakni tradisi liturgis Alexandria, Antiokhia, Armenia, Byzantium, dan Kaldea [2]. Secara kanonik, tiap Gereja katolik Timur adalah sui iuris (dengan hukum sendiri) atau otonom dalam hubungannya dengan Gereja-Gereja Katolik lainnya, baik Timur maunpun Latin, semuanya menerima otoritas spiritual dan yuridis Sri Paus. Jadi seorang umat Katolik Maronit normalnya tunduk hanya pada seorang uskup Maronit, bukannya pada seorang uskup Katolik Ukraina atau Latin misalnya. Akan tetapi, jikalau dalam suatu negara jumlah anggota dari beberapa Gereja partikular sangat sedikit sehingga belum didirikan hirarki mereka sendiri di negara itu, maka pemeliharaan spiritual mereka dipercayakan kepada seorang uskup dari ritus lain. Hal ini juga berlaku bagi bagi umat Katolik Ritus Latin di Eritrea, mereka ditempatkan dibawah bimbingan para uskup dari Gereja Katolik Ethiopia. Secara teologis, semua Gereja partikular dapat dipandang sebagai "Gereja-Gereja Bersaudari" (sister churches)."[3] Menurut Konsili Vatikan II Gereja-Gereja Timur ini, beserta Gereja Latin yang lebih besar sama-sama memiliki "kehormatan yang setara, sehingga tak satu pun di antaranya yang lebih superior dari yang lain dalam hal ritus, serta semuanya memiliki hak-hak yang sama dan mengemban kewajiban-kewajiban yang sama, juga dalam hal memberitakan Injil ke seluruh dunia (lih. Markus 16:15) di bawah bimbingan Uskup Roma."[4]

Gereja-Gereja Katolik Timur yang menjalin persekutuan penuh dalam iman dan penerimaan otoritas tahta keuskupan Roma, tetap mempertahankan ritus-ritus, hukum-hukum dan kebiasaan-kebiasaan liturgis, serta devosi-devosi tradisional tersendiri, dan memiliki penekanan-penekanan teologis sendiri. Terminologi yang digunakan boleh saja berbeda-beda: sebagai contoh, diosis dan eparki, vikaris jenderal dan protosinselus, Penguatan dan Krisma berturut-turut adalah istilah-istilah Gereja Barat dan Gereja Timur untuk realita-realita yang sama. Menurut tradisi kuno Gereja Katolik yang sampai sekarang masih dipelihara dalam Gereja-Gereja Timur, Sakramen ("Misteri") Pembaptisan dan Krisma umumnya dilayankan bersamaan, yang satu segera sesudah yang lainnya. Setelah dibaptis dan diberi sakramen krisma, bayi-bayi juga diberi sakramen Ekaristi.[5]

Terminologi

Istilah "ritus"

Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur mendefinisikan istilah Gereja otonom dan ritus sebagai berikut: "Suatu kelompok umat beriman Kristiani yang dihubungkan menurut hukum oleh suatu hirarki dan bersamaan dengan itu atau sekaligus mengakui otoritas tertinggi Gereja sebagai otonom dalam Kitab Hukum ini disebut Gereja otonom" (kanon 27);[6] dan "1. Sebuah ritus adalah patrimoni liturgis, teologis, spiritual dan disipliner, budaya dan ruang lingkup sejarah dari suatu masyarakat tertentu, yang dengan itu tata caranya sendiri untuk hidup sesuai dengan iman dimanifestasikan dalam tiap Gereja otonom [sui iuris]. 2. Ritus-ritus yang dimaksud dalam Kitab Hukum ini, kecuali dinyatakan sebaliknya, adalah ritus-ritus yang tumbuh dari tradisi-tradisi Aleksandria, Antiokhia, Armenia, Kaldea dan Konstantinopolis" (kanon 28)[7] Di masa lampau, Gereja-Gereja Katolik Timur kadang kala disebut dengan ungkapan "Ritus-Ritus Timur." Konsili Vatikan II menyebut mereka sebagai "Gereja-Gereja atau ritus-ritus partikular."[8] Kitab hukum kanonik Latin yang lebih tua, bilamana membahas mengenai Gereja-Gereja Timur, menggunakan istilah-istilah "Gereja ritual" atau "Gereja ritual sui iuris" (kanon 111 dan 112), dan juga membahas tentang "subyek dari sebuah ritus Timur"(kanon 1015 §2), "Para petugas dari ritus lain" (kanon 450 §1), "umat beriman dari suatu ritus tertentu" (kanon 476), dst. Meskipun demikian penggunaan istilah "ritus" untuk menyebut Gereja-Gereja Timur, dan Gereja Barat, kini sudah jarang dijumpai. Sebuah publikasi dari Dewan Waligereja Katolik Nasional Di Amerika Serikat (NCCB: National Council Of Catholic Bishops) menjelaskan sebagai berikut: "Kita telah terbiasa untuk berbicara tentang Ritus Latin (Roma atau Barat) atau Ritus-Ritus Timur dalam pengertian Gereja-Gereja yang berbada-beda ini. Meskipun demikian, legislasi mutakhir dari Gereja sebagaimana yang termuat dalam Kitab Hukum Kanonik dan Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur memperjelas bahwasanya kita mesti berbicara, bukan tentang ritus-ritus, melainkan tentang Gereja-Gereja. Kanon 112 dari Kitab Hukum Kanonik menggunakan frase 'Gereja-Gereja ritual otonom' untuk menyebut Gereja-Gereja yang berbeda-beda." [9] Publikasi lainnya menjelaskan: "Gereja-Gereja Timur masih saja secara keliru disebut sebagai Gereja-Gereja 'ritus-Timur', yang menunjukkan berbagai sejarah liturgis mereka. Mereka paling tepat disebut Gereja-Gereja Timur, atau Gereja-Gereja Katolik Timur."[10]

Perlu kehati-hatian dalam membeda-bedakan makna dari kata "ritus." Di luar maknanya sebagai patrimoni dari suatu Gereja partikular, kata ritus telah dan kadang-kadang, bahkan sekalipun jarang, masih digunakan oleh Gereja partikular itu sendiri. Dengan demikian, istilah ritus Latin dapat berarti baik Gereja Latin ataupun satu atau lebih dari ritus-ritus liturgis Latin, yang mencakup Ritus Roma yang mayoritas itu, namun juga Ritus Ambrosiana serta Ritus Mozarabia, dan lain-lain.

Istilah "Uniat"

Istilah Uniat digunakan untuk menyebut umat Katolik Timur terutama oleh kaum Ortodoks Timur, yang kadang-kadang bernada menghina.[11] Istilah ini secara historis juga digunakan, kendati jarang, oleh umat Katolik Latin dan Timur, khususnya sebelum Konsili Vatikan II. [12] Dokumen-dokumen resmi Katolik tidak lagi mempergunakan istilah tersebut, karena nada negatif yang terkandung dalam maknanya.[13] Menurut Profesor Ortodoks Timur John Erickson dari Seminari Teologi St. Vladimir, "Istilah 'uniate' sendiri, yang dulu pernah digunakan dengan bangga dalam persekutuan Roma, sejak lama disadari sebagai penghinaan. 'Umat Katolik Ritus Timur' juga tidak lagi lazim digunakan karena dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa umat Katolik yang dimaksud berbeda dari umat Latin hanya dari tata cara peribadatan yang tampak belaka. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa umat Katolik Timur merupakan Gereja-Gereja, dan memiliki panggilan untuk membangun jembatan menuju Gereja-Gereja Timur yang terpisah…"[14]

Katolik Timur dan Katolik Barat (Latin)

Banyak Gereja-Gereja Katolik Timur yang tumbuh tatkala sekelompok orang dalam suatu Gereja Kristen Kuno yang tidak bersesuaian dengan tahta keuskupan Roma memutuskan untuk masuk dalam persekutuan penuh dengan Roma. Akan tetapi, Gereja Maronit berbangga bahwa mereka tidak pernah terpisah dari Roma, dan tidak memiliki kembaran Gereja Ortodoks yang berada di luar persekutuan dengan Sri Paus. Oleh karenanya tidaklah tepat bila menyebutnya sebagai sebuah Gereja "Uniat". Gereja Katolik Italo-Albania juga tidak pernah keluar dari persekutuan dengan Roma, tetapi, tidak seperti Gereja Maronit, Gereja ini menggunakan sebuah ritus liturgis, yakni Ritus Byzantium, yang berasal dari Konstantinopel dan digunakan oleh semua Gereja yang membentuk Gereja Ortodoks Timur. Gereja Katolik Siro-Malabar, yang berbasis di Kerala, India, juga mengklaim tidak pernah secara sadar keluar dari persekutuan dengan Roma. Umat Kristiani Kerala lainnya, yang awalnya berasal dari tradisi Syria-Timur yang sama, justru berpindah ke tradisi Syria-Barat dan kini merupakan bagian dari Ortodoksi Oriental.

Hukum Kanonik yang dimiliki bersama oleh Gereja-Gereja Katolik Timur dikodifikasi pada tahun 1990 yakni Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur, sedangkan Gereja partikular Latin atau Barat menggunakan Kitab Hukum Kanonik, edisi kedua yang dikeluarkan pada tahun 1983. Dalam Kuria Roma, departemen yang bekerja sama dengan Gereja-Gereja Katolik Timur adalah Kongregasi untuk Gereja-Gereja Timur, yang menurut hukum, beranggotakan semua patriark dan uskup agung mayor Katolik Timur.

Seluruh umat Katolik tunduk kepada uskup dari eparki atau keuskupan (Gereja partikular lokal) tempat mereka tinggal. Mereka juga tunduk secara langsung kepada Sri Paus, seperti yang dinyatakan dalam kanon 43 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur dan kanon 331 dari Kitab Hukum Kanonik. Sebahagian besar, namun tidak semua, umat Katolik Timur tunduk secara langsung kepada seorang patriark, uskup agung utama, atau uskup agung metropolitan yang memegang otoritas atas semua uskup dan umat beriman lainnya dari Ritus atau Gereja partikular otonomnya (kanon 56 dan 151 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur).

Perbedaan antara Gereja-Gereja partikular otonom (sui iuris) (lihat Konsili Vatikan II: Dekrit mengenai Gereja-Gereja Timur Katolik Orientalium Ecclesiarum, 2),[2] dan "Gereja-Gereja lokal atau partikular" non-otonom (lihat Konsili Vatikan II, Dekrit mengenai Jabatan Pastoral Para Uskup dalam Gereja Christus Dominus, 11)[3] dijelaskan lebih lanjut dalam artikel Gereja Partikular.

Para patriark dan uskup agung mayor Katolik mengambil gelarnya dari tahta-tahta keuskupan Aleksandria (Koptik), Antiokhia (Syria, Melkit, Maronit), Babilonia (Kaldea), Kilikia (Armenia), Kiev-Halych (Ukraina), Ernakulam-Anggamali (Siro-Malabar), Trivandrum (Siro-Malankara), dan Făgăraş-Alba Iulia (Rumania).

(Dalam Gereja Latin, ada pula gelar-gelar Patriark Latin Yerusalem, Patriark Lisbon, Patriark Venesia, Patriark Hindia Timur dan Patriark Hindia Barat. Semuanya kecuali yang pertama — Patriark Latin Yerusalem — adalah gelar kehormatan belaka, dan gelar yang terakhir sudah tidak lagi digunakan. Gelar-gelar tersebut tidak relevan untuk dibahas dalam artikel ini.)

Latar belakang sejarah

Persekutuan antar Gereja Kristen telah hancur karena masalah-masalah iman, ketika masing-masing pihak menuduh pihak lain telah sesat atau meninggalkan iman sejati (ortodoksi). Persekutuan juga hancur akibat pertikaian di luar masalah-masalah iman, seperti ketika terjadi ketidaksepakatan mengenai masalah otoritas atau keabsahan dalam pemilihan uskup tertentu. Di kemudian hari, masing-masing pihak menuduh pihak lain melakukan skisma, tetapi tidak lagi saling tuding sesat.

Perpecahan-perpecahan utama dari persekutuan Gereja:

  1. Gereja-Gereja yang menerima ajaran Konsili Efesus tahun 431, yang mengutuk pandangan-pandangan Nestorius, menggolongkan pihak yang menolak ajaran Konsili itu sebagai bidaah. Pihak yang menerima ajaran Konsili sebahagian besar hidup dalam wilayah Kekaisaran Romawi dan menyebut dirinya ortodoks; mereka menganggap pihak yang lain, yang sebahagian besar hidup dalam wilayah Kekaisaran Persia, sebagai bidaah Nestorian. Kaum yang dianggap bidaah Nestorian ini sekali waktu melakukan ekspansi besar di Asia. Monumen-monumen tanda kehadiran mereka masih ada sampai sekarang di negeri Tiongkok. Saat ini jumlah mereka relatif kecil dan terbagi-bagi dalam tiga Gereja, yakni Gereja Kaldea (bersatu dengan Roma) yang anggotanya paling banyak, Gereja Timur Asiria, dan Gereja Kuno Timur (pecahan dari Gereja Timur Asiria).
  2. Gereja-Gereja yang menerima ajaran Konsili Khalsedon tahun 451 dengan cara serupa menggolongkan pihak yang menolak ajaran Konsili itu sebagai bidaah Monofisit. Gereja-Gereja yang menolak untuk menerima hasil Konsili justru beranggapan bahwa merekalah yang ortodoks. Enam Gereja yang tidak menerima hasil Konsili Khalsedon tersebut saat ini menolak disebut Monofisit, dan lebih suka disebut Miafisit. Mereka kerap disebut Gereja Ortodoks Oriental agar dapat dibedakan dari Gereja-Gereja Ortodoks Timur. Kata Oriental dan Timur sebenarnya sama saja artinya, akan tetapi digunakan sebagai label untuk realita-realita yang berbeda, dalam banyak bahasa, perbedaan dua label itu sulit untuk diterjemahkan. Gereja-Gereja ini juga disebut Gereja-Gereja pra-Khalsedonia atau yang kini jarang digunakan, non-Khalsedonia atau anti-Khalsedonia.
  3. Skisma Timur-Barat antara Roma dan Roma Baru timbul akibat masalah-masalah otoritas, dan didorong oleh persaingan dan perbedaan-perbedaan budaya (Bahasa Yunani sudah jarang dikenal di Barat, demikian pula dengan Bahasa Latin di Timur), bukannya akibat masalah-masalah doktrin, meskipun di kemudian hari timbul kontroversi mengenai pokok-pokok tertentu seperti penyisipan klausa Filioque dalam Kredo Nicea oleh pihak Barat, penggunaan roti beragi atau tidak beragi dalam Ekaristi, serta aturan-aturan mengenai pernikahan/perceraian. Masing-masing pihak menganggap pihak yang lain bukan lagi bagian dari Gereja yang ortodoks dan katolik. Namun seiring perjalanan waktu, tumbuh kebiasaan untuk menyebut pihak Timur sebagai Gereja Ortodoks dan pihak Barat sebagai Gereja Katolik, tanpa masing-masing pihak mencabut klaimnya sebagai Gereja ortodoks yang sejati atau Gereja katolik yang sejati. Gereja-Gereja yang berpihak ke Konstantinopel kini secara kolektif dikenal sebagai Gereja Ortodoks Timur.

Dalam tiap Gereja yang persekutuannya dengan Gereja Roma telah hancur akibat tiga perpecahan di atas, dalam beberapa kesempatan, timbul sekelompok orang yang merasa penting untuk memulihkan persekutuan itu. Tahta keuskupan Roma menerima mereka sebagaimana mereka adanya yakni tanpa mengharuskan mereka mengadopsi adat-kebiasaan Gereja Latin.

Dalam suatu pertemuan di Balamand, Libanon pada bulan Juni 1993, Komisi Internasional Gabungan untuk Dialog Teologis antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks menyatakan bahwa inisiatif-inisiatif yang "mendorong terjadinya persatuan komunitas-komunitas tertentu dengan Tahta Roma dan yang bagi mereka, sebagai konsekuensinya, mengakibatkan retaknya persekutuan dengan Gereja-Gereja Timur Induk mereka ... terjadi tanpa melibatkan kepentingan-kepentingan luar-gerejawi" (bagian 8 dari dokumen Balamand); dan apa yang telah disebut sebagai "uniatisme" "tidak lagi dapat diterima sebagai suatu metode untuk diikuti, tidak pula sebagai suatu model dari persatuan yang diupayakan oleh Gereja-Gereja kita" (bagian 12).

Dalam kesempatan yang sama, Komisi tersebut menyatakan:

  • Sehubungan dengan Gereja-Gereja Katolik Timur, jelas bahwa mereka, sebagai bagian dari persekutuan Katolik, berhak untuk eksis dan untuk bertindak dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan spiritual umat mereka (bagian 3).
  • Gereja-Gereja Katolik Oriental yang telah berniat memulihkan kembali persekutuan-penuh dengan Tahta Roma dan telah tetap setia padanya, memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait dengan persekutuan tersebut (bagian 16).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, identitas Gereja Maronit dan Gereja Siro-Malabar tidak terkait dengan perpecahan serupa dalam suatu Gereja Timur.

Gereja-Gereja Katolik Timur merupakan 2% dari keanggotaan Gereja Katolik, dan kurang dari 10% dari keseluruhan umat Kristiani Timur.

Daftar Gereja-gereja Katolik Timur

Annuario Pontificio dari Tahta Suci memuat daftar Gereja-gereja Katolik Timur berikut ini beserta negara-negara (atau wilayah-wilayah politik lainnya) tempat mereka memiliki yurisdiksi gerejawi tingkat keuskupan (tanggal persatuan dalam tanda kurung):

Sebagaimana jelas tampak dalam daftar di atas, suatu Gereja Partikular otonom tertentu dapat memiliki yurisdiksi tersendiri (Gereja-Gereja partikular lokal) di beberapa negara.

Gereja Katolik Ruthenia diorganisir secara eksepsional karena status keanggotaan salah satu metropolianya yakni Gereja Metropolitan Katolik Byzantium di Pittsburgh, yang juga secara tidak resmi disebut sebagai Gereja Katolik Byzantium di Amerika. Hukum kanonik memperlakukannya seolah-olah Gereja ini berstatus sebuah Gereja partikular metropolitan otonom ("sui iuris") karena situasi dan kondisi seputar pendiriannya pada tahun 1969 sebagai sebuah provinsi gerejawi.

Pada masa itu, kondisi di tanah air bangsa Rusyn, yang dikenal sebagai Karpatho-Rus, tidak memungkinkan adanya solusi lain karena Gereja Katolik Byzantium telah ditutup secara paksa oleh pemerintah Soviet. Ketika pemerintahan Komunis berakhir, Eparki Mukacheve (didirikan tahun 1771) muncul kembali.

Jumlah umatnya sekitar 320,000 orang, lebih besar dari pada jumlah umat metropolia Pittsburgh. Selain itu, sebuah eksarkat apostolik didirikan pada tahun 1996 bagi umat Katolik dari ritus byzantium di Republik Ceko digolongkan sebagai salah satu bagian dari Gereja Katolik Ruthenia.

Dalam situs web EWTN Eksarkat Apostolik untuk umat Katolik ritus-Byzantium di Republik Ceko tertera dalam sebuah daftar Gereja-Gereja Timur, yang semuanya merupakan Gereja partikular otonom. Tampaknya hal ini adalah suatu kekeliruan, karena pengakuan status otonom dari suatu Gereja partikular dalam Gereja Katolik hanya dapat dikeluarkan oleh Tahta Suci (lihat kanon 27 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur), yang justru menggolongkan Gereja ini sebagai salah satu dari Gereja-Gereja partikular lokal yang merupakan bagian dari Gereja Katolik Ruthenia otonom (sui iuris).

Biritualisme

Klerus Katolik wajib merayakan sakramen-sakramen menurut Ritus mereka masing-masing.[15] Beberapa klerus dapat diizinkan merayakan liturgi menurut Ritus lain. Jadi seorang imam Ritus Timur tertentu dapat diotorisasi untuk mendoakan Misa dalam kesempatan tertentu atau pun untuk seterusnya menurut Ritus lain, baik Ritus Timur maupun Ritus Barat, sesuai dengan Ritus umat beriman yang dilayaninya, sebaliknya seorang imam Ritus Latin dapat pula diotorisasi untuk menggunakan Ritus Timur tertentu. Bilamana izin biritual diberikan, biasanya dibatasi pada satu Ritus tertentu sebagai tambahan pada Ritus asli dari imam yang bersangkutan.

Satu pengecualian adalah jikalau seorang imam ditahbiskan dalam suatu Ritus yang bukan Ritus di mana dia dibaptis, dan belum dilakukan pertukaran-Ritus atau penyesuaian, maka dia bebas menggunakan Ritus aslinya sekaligus Ritus adopsinya, karena seseorang senantiasa diperbolehkan menggunakan Ritus di mana dia dibaptis tanpa pengecualian serius.

Sri Paus, sebagai kepala semua Gereja, dapat dan memang mendoakan Misa menurut Ritus manapun; meskipun demikian, karena dia sekaligus adalah juga Uskup Roma, dan Keuskupan Roma adalah sebuah keuskupan Ritus Latin, maka lebih umum bagi Paus untuk merayakan Misa menurut ritus Gereja Roma, yakni Ritus Roma, salah satu dari Ritus-Ritus liturgis Latin. Dalam keadaan tertentu dan dengan izin dari uskup setempat, para imam dari Ritus-Ritus yang berbeda boleh bebas merayakan Misa bersama-sama (konselebrasi), dengan sepenuhnya mengikuti Ritus dari selebran utama dan bebas menggunakan vestimentum menurut Ritusnya masing-masing.[16]

Keharusan selibat bagi klerus

 
Uskup merayakan Liturgi Suci dalam gereja Katolik-Yunani di Presov, Slowakia Timur. Uskup lain berdiri persis di sisi kanannya (tampak omoforion putih yang dikenakannya), serta dua imam berumahtangga berdiri di sebelah kanan (menghadap kamera).

Umat Kristiani Gereja Timur dan Barat menganut tradisi yang berbeda sehubungan dengan keharusan selibat bagi klerus. Perbedaan tradisi ini beserta kontroversi yang ditimbulkannya telah memainkan suatu peranan dalam hubungan antara kedua kelompok tersebut di beberapa negara Barat.

Kebanyakan Gereja Timur menggolongkan klerus menjadi dua, yakni "klerus monastik" dan "klerus non-monastik." Digolongkan sebagai klerus monastik tidaklah berarti para klerus yang bersangkutan hidup sebagai biarawan atau di dalam biara, melainkan karena mereka telah menjalani sekurang-kurangnya sebagian dari masa pelatihan mereka sebagai biarawan. Kaul monastik mereka mencakup kaul kemurnian yakni ikrar untuk menjalani hidup selibat.

Uskup-uskup biasanya dipilih dari kalangan klerus monastik, dan dalam kebanyakan Gereja Timur suatu persentase besar dari para imam dan diakon juga selibat, sementara sebagian klerus (biasanya para pastor paroki) boleh menikah. Jika seorang calon imam atau diakon hendak menikah, pernikahannya harus dilangsungkan sebelum ditahbiskan ke jenjang diakonat. Meskipun di beberapa negara pernikahan semacam itu biasanya masih diprakarsai oleh keluarga, perubahan-perubahan kultural terkadang mempersulit para siswa seminari untuk mendapatkan perempuan-perempuan yang siap menjadi isteri seorang imam, sehingga mengharuskan adanya suatu masa lowong dalam studi para siswa seminari.

Di negara-negara yang umat Kristianinya menganut tradisi Timur, seorang klerus yang menikah hanya menimbulkan sedikit kontroversi; namun hal yang sama menimbulkan pertentangan di negara-negara lain ke mana umat Katolik Timur tersebut berimigrasi. Atas permintaan para uskup Latin di negara-negara tersebut, Kongregasi Suci untuk Propaganda Iman menetapkan seperangkat aturan dalam sepucuk surat tertanggal 2 Mei 1890 yang ditujukan kepada Uskup Agung Paris,[17] yang juga diterapkan kongregasi tersebut pada 1 Mei 1897 untuk Amerika Serikat,[18] menyatakan bahwa hanya imam yang selibat atau yang sudah menduda yang datang tanpa anak-anaknya yang diizinkan berkarya di Amerika Serikat. Aturan ini diterapkan kembali sehubungan dengan keberadaan umat Katolik Ritus Ruthenia dengan dekrit Cum data fuerit tertanggal 1 Maret 1929, yang selanjutnya diperbaharui untuk sepuluh tahun berikutnya pada 1939. Ketidakpuasan banyak umat Katolik Ruthenia di Amerika Serikat mengakibatkan munculnya Keuskupan Ortodoks Karpato-Russia Amerika. Aturan ini dihapuskan dengan dikeluarkannya Dekrit mengenai Gereja-Gereja Katolik Ritus Timur; sejak itu, kaum pria beristeri juga ditahbiskan menjadi imam di Amerika Serikat, dan banyak imam beristeri yang datang dari negara-negara Timur untuk melayani paroki-paroki di Amerika.[19]

Beberapa Gereja Katolik Timur telah memutuskan untuk mengadopsi keharusan hidup selibat bagi kaum klerus, seperti dalam Gereja Latin. Gereja-Gereja Timur tersebut adalah Gereja Katolik Suriah, Gereja Katolik Siro-Malankara, dan Gereja Katolik Ethiopia.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Dalam ensiklik paus Divini illius Magistri dan Humani generis istilah "Gereja Katolik Roma" digunakan dalam pengertian keseluruhan Gereja yang berada dalam persekutuan dengan tahta keuskupan Roma, termasuk umat Katolik Timur. Istilah ini berulang kali digunakan dalam pengertian tersebut dalam dokumen-dokumen resmi berkaitan dengan dialog antara Gereja Katolik secara keseluruhan (tidak saja Gereja Katolik Barat) dengan kelompok-kelompok di luar ruang lingkup Gereja Katolik. Contoh-contoh dari dokumen semacam itu dapat dijumpai dalam link-link pada situs web Vatikan di bagian Pontifical Council for Promoting Christian Unity. Kenyataannya, Tahta Suci tidak pernah menggunakan istilah "Gereja Katolik Roma" dalam pengertian Gereja Barat atau Latin saja. Dalam Konstitusi dogmatis de fide catholica Konsili Vatikan Pertama, frase Gereja yang Kudus, Katolik, Apostolik, dan Romawi (dalam bahasa Latin, Sancta Catholica Apostolica Romana Ecclesia) tidak saja berarti Gereja Barat atau Ritus Latin, namun mencakup pula yang lainnya. Umat Katolik Timur dari Gereja Maronit pernah berkata bahwa, "di tengah-tengah umat Muslim, kaum skismatik, dan kaum bidaah, mereka bangga menyebut diri mereka umat Katolik Roma."[1]
  2. ^ The New York Times Guide To Essential Knowledge: A Desk Reference for the Curious Mind - halaman 499 oleh Times The New
  3. ^ "Nota mengenai Ungkapan Gereja-Gereja Bersaudari", Bagian 11. Tersedia online di: http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_20000630_chiese-sorelle_en.html
  4. ^ Dekrit mengenai Gereja-Gereja Katolik Timur, Bagian 3
  5. ^ Katekismus Gereja Katolik Bagian 1233
  6. ^ Kanon 27 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur Dalam bahasa Latin aslinya kata yang digunakan sebagai padanan kata otonom adalah "sui iuris": Coetus christifidelium hierarchia ad normam iuris iunctus, quem ut sui iuris expresse vel tacite agnoscit suprema Ecclesiae auctoritas, vocatur in hoc Codice Ecclesia sui iuris
  7. ^ Kanon 28 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  8. ^ Dekrit Konsili Vatikan II mengenai Gereja-Gereja Timur Katolik Orientalium Ecclesiarum, bagian 2
  9. ^ Umat Katolik Timur di Amerika Serikat tersedia dari NCCB pada: http://www.usccbpublishing.org/productdetails.cfm?sku=5-287&disccode=sum0625
  10. ^ Catholic Update: What All Catholics Should Know About Eastern Catholic Churches
  11. ^ Lihat "Kata 'Uniat'" from www.oca.org
  12. ^ Istilah Uniat digunakan oleh Tahta Suci (misalnya, dalam Ex Quo dari Paus Benediktus XIV). Tersedia online di: http://www.catholic-forum.com/saints/pope0247m.htm. ''Catholic Encyclopedia'' (1909) dengan konsisten menggunakan istilah "Uniat" untuk menyebut umat Katolik Timur, dengan menyatakan: "Gereja Uniat oleh karena itu sungguh-sungguh sinonim dengan Gereja-Gereja Timur yang bersatu dengan Roma, dan kaum Uniat sinonim dengan umat Kristiani Timur yang bersatu dengan Roma. Tersedia online di: http://www.newadvent.org/cathen/06752a.htm
  13. ^ "Haruslah disebutkan bahwa di masa lalu Gereja-Gereja Katolik Timur kerap disebut sebagai Gereja-Gereja 'Uniat'. Karena kini dianggap sebagai penghinaan, istilah tersebut tidak lagi dipergunakan." "Gereja-Gereja Timur Katolik" dari situs web CNEWA: Agensi Kepausan untuk Dukungan Kemanusiaan dan Pastoral
  14. ^ ”Ortodoksi dan Monolog-Monolog Paralel” dalam First Things edisi Maret 2002
  15. ^ kanon 40 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  16. ^ kanon 701 dari Kitab Hukum Kanonik Gereja-Gereja Timur
  17. ^ Acta Sanctae Sedis, jil. 1891/92, hal.390
  18. ^ Collectanea No. 1966
  19. ^ Faulk, Edward (2007). 101 Questions & Answers on Eastern Catholic Churches. New York: Paulist Press, pp.87-88. ISBN 978-0-8091-4441-9. 

Pranala luar