Studi mengenai dampak drainase pada perubahan sosial memang cukup terbatas, dan fokus penelitian lebih sering ditemukan dalam konteks dampak drainase terhadap lingkungan fisik dan kesehatan manusia. Meskipun demikian, ada beberapa faktor sosial yang terkait dengan sistem drainase dan dapat berdampak pada perubahan sosial. Berikut adalah beberapa aspek yang mungkin mempengaruhi perubahan sosial terkait dengan drainase:

1. Infrastruktur Kota: Sistem drainase yang baik merupakan bagian penting dari infrastruktur perkotaan. Ketika sistem drainase tidak memadai, dapat terjadi banjir yang merusak infrastruktur seperti jalan, bangunan, dan sarana umum lainnya. Banjir berulang yang disebabkan oleh masalah drainase yang tidak teratasi dapat mengganggu kehidupan sehari-hari penduduk, mengganggu transportasi, dan menyebabkan kerugian ekonomi. Hal ini dapat memicu perubahan sosial, seperti migrasi penduduk dari daerah yang terkena banjir ke daerah yang lebih aman. 2. Kesehatan Masyarakat: Sistem drainase yang buruk juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Air yang tergenang akibat masalah drainase dapat menjadi tempat berkembang biak bagi nyamuk yang membawa penyakit seperti demam berdarah dan malaria. Penyebaran penyakit ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat secara keseluruhan, mempengaruhi tingkat kehadiran sekolah, produktivitas pekerja, dan kemampuan ekonomi individu. Dalam beberapa kasus, hal ini juga dapat menyebabkan perubahan sosial melalui kerugian ekonomi dan perubahan pola migrasi. 3. Ketimpangan Sosial: Dampak drainase yang tidak merata dapat mengakibatkan ketimpangan sosial di masyarakat. Daerah dengan sistem drainase yang buruk, terutama di daerah perkotaan yang padat penduduk, cenderung menderita lebih banyak dampak negatif seperti banjir dan masalah kesehatan. Hal ini dapat memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah yang mampu memperbaiki sistem drainase dan daerah yang tidak mampu. Ketimpangan sosial semacam ini dapat memicu ketegangan sosial dan perubahan sosial yang lebih luas, seperti pergeseran politik dan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah setempat. 4. Kesadaran Lingkungan: Perubahan sosial juga dapat muncul melalui peningkatan kesadaran akan pentingnya sistem drainase yang berkelanjutan. Ketika masyarakat dan pemerintah mengakui pentingnya pengelolaan drainase yang baik, mereka mungkin melakukan upaya kolaboratif untuk memperbaiki dan memelihara sistem drainase. Hal ini bisa berdampak pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan lingkungan, pembentukan kelompok advokasi, dan peningkatan pemahaman tentang ketergantungan kita terhadap sumber daya air yang bersih dan terpelihara. Meskipun hubungan langsung antara drainase dan perubahan sosial tidak selalu jelas, faktor-faktor tersebut dapat memberikan gambaran tentang beberapa aspek sosial yang terkait dengan sistem drainase. Penting untuk diingat bahwa dampak drainase pada perubahan sosial dapat bervariasi tergantung pada konteks geografis, ekonomi, dan sosial masyarakat yang bersangkutan.

Kamuflase militer

Dalam peperangan pada masa lampau kamuflase tidak banyak digunakan. Pasukan-pasukan pada abad ke-19 cenderung mengenakan warna-warna yang cerah dan berani, serta rancangan-rancangan yang mencolok. Semua ini dimaksudkan untuk membuat lawan kecil hati, meruntuhkan mental dan nyali, menarik rekrut, memperkuat ikatan dalam kesatuan atau mempermudah identifikasi satuan dalam kabut perang.

Satuan-satuan perintis yang lebih kecil dan tidak reguler pada abad ke-18 adalah orang-orang pertama yang mengadopsi warna-warna hijau dan coklat pucat. Pasukan-pasukan besar mempertahankan warnanya hingga akhirnya diyakinkan untuk menggantinya. Setelah menderita banyak korban, tentara Britania di India pada 1857 mencelup warna celana mereka yang merah menjadi warna-warna netral, mulanya dengan warna lumpur yang disebut khaki (dari bahasa Urdu yang berarti 'berdebu'). Ini hanyalah upaya sementara, dan baru menjadi standar di kalangan dinas militer di India pada tahun 1880-an. Tapi baru setelah Perang Boer Kedua pada 1802, seragam seluruh tentara Britania distandarkan dengan warna ini untuk seragam tempur mereka.

Amerika Serikat segera mengikuti Britania, mengadopsi warna khaki pada tahun yang sama. Rusia mengikutinya, sebagian, pada 1908. Tentara Italia menggunakan grigio-verde ("kelabu-hijau") di Pegunungan Alpen dari 1906 dan seluruh tentara pada 1909. Jerman mengadopsi warna feldgrau ("kelabu lapangan") pada 1910.

Tentara-tentara lainnya tetap mempertahankan warna-warna yang lebih cerah. Pada permulaan Perang Dunia I Prancis mengalami kekalahan besar karena pasukan-pasukannya mengenakan celana merah (garance) sebagai seragam mereka. Ini diubah pada awal 1915, sebagian karena korban yang jatuh dan sebagian lagi karena warna merah diproduksi di Jerman. Tentara Prancis juga mengadopsi jaket dengan warna baru "biru cakrawala". Tentara Belgia mulai menggunakan seragam khaki pada 1915.


Referensi

Pranala luar