Kamuflase
Beberapa ilmuwan merumuskan teori sosiologi, diantaranya : 1. Teori August Comte Filsuf Perancis ini mengenyam pendidikan di bidang kedokteran di Montpellier. Menurut Comte, agar tercipta masyarakat yang adil, setidaknya diperlukan metode postif yang tidak dapat ditawar. Metode positif tersebut harus mempunyai empat ciri-ciri, yaitu mengarah pada fakta dan realita, perbaikan yang berkesinambungan sebagai syarat hidup, menuju kepastian, dan menuju kecermatan. August Comte juga membagi ilmu sosiologi menjadi dua, yakni social statics dan social dynamic. Ia memandang bahwa social statics sebagai sebuah studi tentang hukum aksi-reaksi yang terjadi antara satu bagian sistem sosial dengan bagian yang lain. Bagian yang paling penting adalah social dynamic karena bagian ini merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Menurutnya, manusia ditentukan oleh pertumbuhan dari perkembangan pemikirannya. Maka sudah selayaknya hukum tertinggi dalam sosiologi seharusnya memfokuskan kajian pada perkembangan intelegensia manusia. Hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam teorinya, August Comte juga menjelaskan tahap perkembangan masyarakat hingga kebudayaan materiil dan kebudayaan non-materiil. 2. Teori Emile Durkheim Filsuf asal Perancis ini merupakan keturunan pendeta Yahudi namun pada akhirnya ia menolak untuk menjadi pendeta. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan menjadikan perhatiannya terhadap akademi bersifat akademis, bukan lagi teologis. Dalam teorinya, ia membahas tentang fakta sosial sebagai objek kajian sosiologi, solidaritas sosial, asal-usul agama, bunuh diri, pendidikan, dan moralitas. 3. Teori Max Weber Maximilian Weber nama lengkapnya. Ia lahir di Erfrut, Jerman pada 21 Juni 1864 di keluarga kelas menengah Eropa. Akibat kehidupan orang tuanya yang bertolak belakang, ayahnya seorang borjouis yang suka kemewahan dunia sementara ibunya seorang Calvnis yang taat rela menjalani hidup prihatin, orientasi intelektual dan padangan kehidupannya benar-benar terpengaruh. Ia dikatakan lebih banyak memfokuskan perhatian hidupnya untuk tujuan akhirat. Ia termasuk sosiolog yang resah saat agama tidak memiliki otoritas yang kuat dalam menjaga nilai-nilai moral di Eropa. Ia memberikan pandangan posisi metodologi Max Weber, menjelaskan konsep tipe ideal, menjabarkan etika Protestan dan spirit kapitalisme, berbicara tentang birokrasi, agama dan kapitalisme di India dan China. 4. Teori Karl Marx Karl Marx merupakan pencetus ide sistem sosialisme, sebuah sistem yang menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dalam teorinya, Karl Marx menyampaikan bahwa chaos yang terjadi saat itu hanya dapat diatasi dengan sosiologi yang meneraplan sistem sosialisme.
Karl Marx juga menyatakan bahwa agama merupakan candu masyarakat, yang digunakan oleh mereka yang lemah untuk mengadu kepada Tuhan. Karl Marx juga mengungkapkan beberapa teori sosiologi, yakni materialisme historis, nilai lebih atau surplus value, kesadaran palsu dan munculnya kesadaran kelas, teori moda produksi, dan alienasi. 5. Teori George Simmel George Simmel merupaka filsuf dari Jerman yang lahir pada tahun 1858 di Berlin. Simmel terkenal karena karya-karyanya tentang sosiologi yang banyak berkaitan dengan masalah skala kecil, seperti tindakan dan interaksi individual. Ia berpendapat, tugas utama sosiologi adalah memahami interaksi antar individu sehingga dapat memahami interaksi skala besar (populasi). Oleh karena Simmel fokus pada masalah-masalah ini, ia dikenal ahli dalam membahas tentang interaksi. Awalnya interaksi yang ia amati hanyalah interaksi dua atau tiga orang. Atau sedikit lebih banyak. Namun kemudian, dapat dipahami bahwa pemahaman tersebut dapat mengantarkan pada pemahaman pada hubungan yang lebih luas. Setidaknya Simmel telah menulis lebih dari 200 artikel dan 20 buku dengan berbagai macam tema. Beberapa di antaranya adalah Philosophie des Geldes (1900), Soziologie (1908), Undpsykologische Untersuchungen, Leipzig (1890), dan lainnya. Simmel juga membahas tentang masyarakat sebagi hasil dari timbal balik, bentuk versus isi, konsep dyad dan tryad, superordinasi dan subordinasi, uang, serta kerahasiaan dalam pandangan Simmel. Salah satu teori sosiologi yang relevan adalah teori konflik. Teori konflik dalam sosiologi mengarahkan perhatian pada ketidaksetaraan, konflik sosial, dan perjuangan kekuasaan dalam masyarakat. Teori ini berpendapat bahwa konflik adalah bagian alami dari kehidupan sosial dan merupakan dorongan utama di balik perubahan sosial. Konflik dapat terjadi antara kelompok sosial yang berbeda, seperti antara kelas sosial, ras, agama, atau gender. Ada beberapa teori sosiologi yang relevan dalam memahami fenomena sosial. Berikut ini adalah beberapa di antaranya: 1.Teori Konflik: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, teori konflik menekankan pada ketidaksetaraan sosial, konflik, dan perjuangan kekuasaan sebagai faktor utama dalam perubahan sosial. Teori ini mengajukan bahwa konflik antara kelompok sosial yang berbeda, seperti kelas sosial, ras, agama, atau gender, dapat memengaruhi dinamika sosial. 2.Teori Fungsionalisme: Teori fungsionalisme melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri dari berbagai bagian yang saling bergantung dan saling melengkapi. Teori ini menekankan pada fungsi-fungsi sosial dari institusi dan bagaimana mereka berkontribusi dalam mempertahankan keseimbangan dan kestabilan sosial. 3.Teori Simbolik: Teori simbolik berfokus pada makna yang diberikan individu kepada simbol-simbol sosial dan interaksi sosial dalam pembentukan realitas sosial. Teori ini menekankan pentingnya persepsi, interpretasi, dan tindakan individu dalam memahami dan membentuk dunia sosial. 4.Teori Pertukaran Sosial: Teori pertukaran sosial melihat interaksi sosial sebagai proses pertukaran yang melibatkan pemberian dan menerima imbalan atau ganjaran. Teori ini mengajukan bahwa individu cenderung mencari hubungan sosial yang memberikan imbalan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. 5.Teori Konstruksi Sosial: Teori konstruksi sosial berpendapat bahwa realitas sosial dibangun melalui proses sosial dan interaksi. Konsep-konsep sosial dan norma-norma dibentuk oleh masyarakat dan memiliki makna yang bervariasi tergantung pada konteks sosial dan budaya. 6.Teori Interaksi Simbolik: Teori interaksi simbolik menekankan pada peran bahasa, simbol, dan interaksi dalam membentuk identitas sosial dan tindakan individu. Teori ini menekankan pentingnya komunikasi, persepsi, dan interpretasi dalam interaksi sosial. Keenam teori di atas merupakan beberapa contoh teori sosiologi yang relevan dalam memahami berbagai aspek kehidupan sosial. Pemilihan teori yang paling relevan tergantung pada konteks penelitian atau analisis yang ingin dilakukan.
Kamuflase militer
Dalam peperangan pada masa lampau kamuflase tidak banyak digunakan. Pasukan-pasukan pada abad ke-19 cenderung mengenakan warna-warna yang cerah dan berani, serta rancangan-rancangan yang mencolok. Semua ini dimaksudkan untuk membuat lawan kecil hati, meruntuhkan mental dan nyali, menarik rekrut, memperkuat ikatan dalam kesatuan atau mempermudah identifikasi satuan dalam kabut perang.
Satuan-satuan perintis yang lebih kecil dan tidak reguler pada abad ke-18 adalah orang-orang pertama yang mengadopsi warna-warna hijau dan coklat pucat. Pasukan-pasukan besar mempertahankan warnanya hingga akhirnya diyakinkan untuk menggantinya. Setelah menderita banyak korban, tentara Britania di India pada 1857 mencelup warna celana mereka yang merah menjadi warna-warna netral, mulanya dengan warna lumpur yang disebut khaki (dari bahasa Urdu yang berarti 'berdebu'). Ini hanyalah upaya sementara, dan baru menjadi standar di kalangan dinas militer di India pada tahun 1880-an. Tapi baru setelah Perang Boer Kedua pada 1802, seragam seluruh tentara Britania distandarkan dengan warna ini untuk seragam tempur mereka.
Amerika Serikat segera mengikuti Britania, mengadopsi warna khaki pada tahun yang sama. Rusia mengikutinya, sebagian, pada 1908. Tentara Italia menggunakan grigio-verde ("kelabu-hijau") di Pegunungan Alpen dari 1906 dan seluruh tentara pada 1909. Jerman mengadopsi warna feldgrau ("kelabu lapangan") pada 1910.
Tentara-tentara lainnya tetap mempertahankan warna-warna yang lebih cerah. Pada permulaan Perang Dunia I Prancis mengalami kekalahan besar karena pasukan-pasukannya mengenakan celana merah (garance) sebagai seragam mereka. Ini diubah pada awal 1915, sebagian karena korban yang jatuh dan sebagian lagi karena warna merah diproduksi di Jerman. Tentara Prancis juga mengadopsi jaket dengan warna baru "biru cakrawala". Tentara Belgia mulai menggunakan seragam khaki pada 1915.
Referensi
- (Inggris) Alan Raven - Development of Naval Camouflage 1914 – 1945
- (Inggris) Craig Roland - The Art of Camouflage - The History of Camouflage[pranala nonaktif permanen]
- (Inggris) Roy R. Behrens - Art and Camouflage: An Annotated Bibliography Diarsipkan 2006-06-16 di Wayback Machine.
- (Inggris) Manual tentara AS FM 21-76 tentang kamuflase Diarsipkan 2011-07-18 di Wayback Machine.
- (Inggris) Guy Hartcup - Camouflage: A History of Concealment and Deception in War (1980)
- (Inggris) WWII War Department Field Manual FM 5-20B: Camouflage of Vehicles (1944)
- Blechman, Hardy and Newman, Alex (2004). DPM: Disruptive Pattern Material. DPM Ltd. ISBN 0-9543404-0-X.
- Behrens, Roy R. (2002). FALSE COLORS: Art, Design and Modern Camouflage. Bobolink Books. ISBN 0-9713244-0-9.
Pranala luar
- How Stuff Works
- Camouflage of Individuals and Infantry Weapon Diarsipkan 2012-11-25 di Wayback Machine.
- Roy R. Behrens, "The Thinking Eye: a Chronology of Camouflage" 2006
- Roy R. Behrens, "Dazzle Camouflage: High Difference Camouflage (Hodgepodge)" 2006
- "An informal study into camoflage" Diarsipkan 2010-03-13 di Wayback Machine.