Andi, atau Daeng, ialah nama atau gelaran Bugis yang diberikan kepada mereka yang berketurunan bangsawan diraja Bugis pada zaman Koloni belanda di Sulawesi selatan Indonesia. sebelum zaman Koloni belanda Golongan Bangsawan Diraja Bugis menggunakan Gelaran Daeng untuk lelaki dan wanita. Nama ini diletakkan sebagai nama pertama dalam nama seorang Bugis,contohnya (Andi Sipolan bin Andi Sipolan. Atau Daeng Sipolan Bin Daeng Sipolan Atau Andi Sipolan Bin Daeng Sipolan). Gelaran ini merupakan yang tertinggi dan hanya diberikan kepada anak bangsawan diraja Bugis asli, iaitu ibu bapanya kedua-duanya berketurunan bangsawan diraja Bugis atau bapanya berketurunan bangsawan diraja Bugis.

Contoh yang betul Nama dan Gelar Bangsawan Diraja Bugis.

Yang Mulia Andi Haji (Nama).

Yang Mulia Andi Hajah (Nama) Untuk Wanita.

Yang Amat Mulia Jeneral Andi Haji (Nama).

Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan/Raja/Datu Luwu Andi Haji (Nama).

Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan/Raja Bone Andi Haji (Nama).

Asal Uatau Daeng sul

Kata Andi dikenalkan oleh B.F. Matthess, misionaris asal Belanda dan juga pendiri sekoleh OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) di zaman Kolonial Belanda di Indonesia. Ketika hendak menulis Standen Stelsel (asal usul) di Zuid Celebes (Sulawesi Selatan, dia memberikan titel Andi kepada semua golongan bangsawan yang berada di jangkauan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).[1][2]

Setelah menguasai Makassar, pemerintah kolonial Belanda mengintervensi kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Dan ketika sistem pemerintahan kolonial berjalan maka dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang memiliki kemampuan baca tulis –singkatnya kaum terpelajar. Upaya tersebut dilakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah Belanda. Di Makassar sebagai tempat kedudukan pemerintahan kolonial dibangun sekolah lanjutan seperti OSVIA, MULO (Meerder Uitbreiding Lager Onderwijs), AMS (Algemene Middelbare School), Normaal School, dan HK (Holland Indlands Kwekschool).[3]

Sementara di wilayah distrik, dibangun sekolah Gubernemen atau Sekolah Desa dan Volks-School untuk sekolah lanjutan tiga tahun. Dan untuk pendidikan di tingkat Afdeling didirikan sekolah seperti HIS dan Schakel School.

Untuk dapat mengikuti sekolah dari tingkat HIS atau sekolah pamongpraja yang lazim disebut Sekolah Raja seperti OSVIA, maka setiap siswa harus menyertakan stamboom (daftar silsilah keturunan) dan lembar pernyataan kesetiaan pada pemerintah Hindia Belanda. Karena sekolah-sekolah ini mencetak pegawai untuk pejabat-pejabat pemerintahan dan pegawai administrasi di perusahaan Belanda.[4]

Anak-anak bangsawan yang telah menamatkan sekolah memperoleh gelar “Andi” di depan nama. Mattulada mencatat penggunaan gelar “Andi” ini dimulai sekitar tahun 1930-an oleh para kepala swapraja dan keluarga bangsawan untuk memudahkan identifikasi keluarga raja

Penggunaan

Dalam penggunaannya, terdapat peraturan dalam pemberian gelar andi. Aturan berdasarkan kebudayaan masyarakat Sulawesi Selatan, gelar Andi hanya boleh diturunkan dari garis ayah. Jika ayahnya tidak/bukan bergelar “Andi” atau 'Daeng', ia tidak boleh menempatkan gelar tersebut di depan namanya. Contohnya, Pahlawan nasional dari Kabupaten Bulukumba, Yang Mulia Andi Sultan Daeng Radja, Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang (ayah) dan Yang Mulia Andi Ninong (ibu).

Tokoh-tokoh terkenal

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Rusdianto, Eko. "Asal Usul Gelar Andi di Sulawesi Selatan". Historia.id. Diakses tanggal 2019-09-24. 
  2. ^ Thomas, Benmetan (2017-09-07). "Gelar "Andi" Untuk Bangsawan Sulawesi Selatan Ternyata Ciptaan Belanda. Benarkah?". Good News From Indonesia. Diakses tanggal 2019-09-24. 
  3. ^ Mattalatta, Andi (2003). Meniti Siri dan Harga Diri: Catatan dan Kenangan. Jakarta: Khasanah Manusia Nusantara. ISBN 9789795300205. 
  4. ^ Mattulada (1998). Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Makassar: Hasanuddin University Press. ISBN 9799730503.