Tarigan

salah satu marga induk Batak Karo

Tarigan (tulisen Karo: ᯗᯒᯪᯎᯉ᯳ atau ᯗᯒᯫᯎᯉ᯳) adalah salah satu dari lima induk marga suku Karo yang disebut Merga Silima.[1]

Kisah Rakyat Mengenai Tarigan

Marga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang kini berubah menjadi Danau Toba.[2] Mereka disebut sebagai bangsa Umang.[2] Pada suatu hari, istri manusia Umang Tarigan ini mengeluarkan banyak darah saat melahirkan.[2] Darah ini tiba-tiba menjadi kabut, dan kemudian jadilah sebuah danau.[2] Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tungtung Batu.[2] Tiga orang keturunan marga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung Sigurda-gurda berkepala tujuh.[2] Untuk itu Tarigan, memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh burung Sigurda-gurda tersebut.[2]

Di bawah gadis itu digalilah lubang tempat sebagai benteng marga Tarigan.[2] Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu.[2] Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu.[2] Salah seorang marga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau.[2] Melalui kisah ini, marga Tarigan dikenal tangguh dan dapat mengalahkan musuh.[2]

Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan marga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni:[3]

  • Tarigan Pertendong (ahli telepati).[3]
  • Pengeltep (ahli menyumpit).[3]
  • Pernangkih-nangkih (ahli panjat).[3]

Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik.[2] Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep.[2] Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu.[2] Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan Gersang.[2] Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun.[2] Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang marga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng.[2] Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan).[2] Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Tarik (laki-laki) dan Lumbung (perempuan).[2] Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (perempuan).[2]

Submarga Tarigan

 
Desa Lingga asal marga Tarigan Sibero
  • Tarigan Tua kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen.[4]
  • Tarigan Bondong di Lingga.[4]
  • Tarigan Jampang di Pergendangen.[4]
  • Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu.[4]
  • Tarigan Gana-gana di Batu Karang .[4]
  • Tarigan Peken di Sukanalu dan Namo Enggang.[4]
  • Tarigan Tambak di Cingkes, Kebayaken dan Sukanalu.[4]
  • Tarigan Purba di Purba, Cingkam.[4]
  • Tarigan Sibero di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga.[5]
  • Tarigan Silangit di Gunung Meriah (Deli Serdang).[5]
  • Tarigan Kerendam di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana.[5]
  • Tarigan Tegur di Suka.[5]
  • Tarigan Tambun di Rakut Besi dan Binangara.[5]
  • Tarigan Sahing di Sinaman.[5]

Tokoh

Referensi

  1. ^ (Indonesia)Ginting, Malem Ukur. 2008. Adat Karo.Medan: Sirulo.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u (Indonesia)Bangun, Roberto. 1989. Mengenal orang Karo.Jakarta: Yayasan Pendidikan Bangun.
  3. ^ a b c d (Indonesia)Peranginangin, Marthin Luther. 2004. Orang Karo Di antaraOrang Batak.Jakarta: Pustaka Sora Mido.
  4. ^ a b c d e f g h (Indonesia)Ginting, Nalinta. 1984. Turi-turin Beru Rengga Kuning: Turi-turin Adat Budaya Karo.Deli Tua: Toko Buku Kobe.
  5. ^ a b c d e f (Indonesia)Tarigan, Henry Guntur dan Jago Tarigan. 1979. Bahasa Karo.Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.