Syeikh Tubagus Abdussalam
Syeikh Tubagus Abdussalam al-Bantani
h
Merupakan seorang Ulama, pejuang dan pengajar di Masjidil Haram Mekkah yang berasal dari Banten. Ia dilahirkan pada tahun 1849 di desa Cibeber, kec. Cibeber Cilegon, Banten dan wafat pada tahun 1930 di Mekkah al-Mukarramah dan dimakamkan di pemakaman Mua'lla Ia termasuk dzuriyat daripada kesulthanan Banten melalui jalur Syeikh Mansyuruddin Cikadueun,[1] nasabnya bersambung ke Sultan Maulana Hasanuddin dan Syeikh Syarif Hidayatullah "Sunan Gunung Jati" dan terus ke Rasulullah Muhammad Shalallahu alayhi wasallam. Ia merupakan anak ke 4 dari lima bersaudara, ayahnya KH. Tb. Jaya merupakan seorang Ulama yang berasal dari Saketi Pandeglang dan belajar di Pondok Pesantren Cibeber yang kemudian hari diambil mantu / dinikahkan dengan putri gurunya yaitu Hj. Ratu Nadzirah binti KH. Tb. Afifuddin, silsilah nasab ayah dan ibunya bertemu pada Sulthan Abul Fath Abdul Fattah atau yang lebih dikenal sebagai Sulthan Ageung Tirtayasa.
Dari pernikahan ini melahirkan 5 orang anak yang kesemuanya menjadi Ulama dan pejuang, anak pertama dan keduanya yaitu KH. Tb. Abdul Halim dan KH. Tb. Abdul Munib merupakan tokoh pejuang Geger Cilegon.[2]
Masa Kanak-kanak :
Abdussalam tumbuh dilingkunan keluarga pesantren dalam nuansa keislaman yang sangat kental. Ia berguru kepada ayahandanya sendiri yaitu KH. Tb Jaya dan juga kepada kakenya yaitu KH. Tb. Afifuddin serta paman-pamanya yang kesemuanya merupakan Ulama seperti KH. Tb. Abu Hayyi dan lainya, ia sangat menonjol dengan kecerdasanya sehingga dalam usia muda ia sudah dipercaya untuk mengasuh para santri dan mengampu pelajaran-pelajaran Islam. Bahkan sepeninggal ayahnya ialah yang menjadi tokoh sentral dalam lingkungan pesantren dan masyarakat cibeber kala itu.
Persinggahan di Johor Malaysia :
Pada tahun 1876 Abdussalam bersafar ke Mekkah untuk menuntut ilmu dan menyambung pelajaran, namun sebelum sampai di Mekkah ia terlebih dahulu singgah di Johor Malaysia. Pada saat di Malaysia ia tinggal di dekat sebuah Pesantren besar yang dipimpin oleh seorang Tok Guru yang masyhur sambil berjualan cendol, disuatu sore saat berdagang beliau dihampiri oleh beberapa santri yang kehausan dan saat membeli minuman tersebut mereka bermudzakarah tentang pelajaran yang baru saja disampaikan oleh Tuan Guru / Kyai sambil melayani Abdussalam meluruskan beberapa pemahaman santri-santri itu yang keliri dan terjadilah mudzakarah diantara mereka sampai akhirnya mereka mengagumi kealiman Abdussalam sehinggalah kabar ini tersiar dikalangan para santri sampai-sampai hampir seluruh santri berkumpul esok harinya di tempat Abdussalam berjualan untuk mendapatkan pengajaran dan mendengarkan ilmu. Sang Tuan Guru pun heran karena dimajlisnya kosong tidak ada yang mengaji melainkan tersisa 1 pelajar saja, setelah diketahui para santrinya mengaji ke pedagang cendol iapun bergegas menyusul mereka namun dengan pakaian biasa dalam rangka menyamar ingin mencuri dengar isi kajian yang disampaikan pedagang tersebut, setelah beberapa saat mendengarkan sang Tuan Guru pun menangis tersedu dan menghampiri Abdussalam lantas memeluknya seraya berkata "sungguh ilmu tuan jauh lebih tinggi daripada saya, izinkan saya untuk berguru kepada tuan dan mulai saat ini kami mohon tuan untuk tinggal dan mengajar di Pesantren kami", Abdussalam pun mengiyakan permintaan tersebut hingga ia menetap disana selama 3 tahun lamanya.
Masa Hidup di Mekkah :
Pada tahun 1879 sampailah Abdussalam di kota Mekkah Al-Mukarramah hijaz, Ia langsung mendatangi Syeikh Abdul Karim dan mengambil bai'ah Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah serta berguru pula pada Sayyid Ulama Hijaz sekaligus Imam besar Masjidil Haram yakni Syeikh Nawawi bin Umar Al-Bantani AlHusainy untuk berguru. Ditahun yang sama tepatnya pada saat musim haji terdapat sebuah musabaqah semacam 'sayembara' tentang 40 masalah Agama (diniyyah), sesiapa yang bisa menjawabnya maka akan dihadiahi menikah dengan salah seorang putri mesir bernama Halimah Assa'diyah, atas perintah dan izin gurunya itu majulah Abdussalam dengan inayah Allah ia mampu menjawab semua soalan tersebut dengan gamblang dan detil sehinggalah ia dinikahkan dengan Halimah yang dari pernikahan ini lahirlah 5 orang anak. Ratu Hafsah, Tubagus Afifuddin, Tubagus Abdullah, Tubagus Abdurrohim, dan Ratu Fathimah yang kesemuanya lahir di Mekkah. Di Mekkah Abdussalam tinggal dan memiliki rumah di daerah Alhujun sebelah utara Masjidil Haram dekat dengan Universitas Ummul Qura'. Ia serius menimba ilmu dari para Masyayikh disana sehinggalah ia diangkat menjadi salah satu pengajar di Masjidil Haram. Diantara yang menjadi muridnya saat di Mekkah adalah KH. Abdul Lathief pendiri pondok pesantren Al-jauharatunnaqiya yang mana merupakan kemenakanya sendiri, kemudian KH. Umar Bisri pendiri ponpes Al-Fauzan Garut, Syeikh Muhammad Jahari Ceger Bekasi, Syeikh Fadil Banten yang menjadi Mufti di Johor Malaysia dan masih banyak lagi. Karena adabnya pada gurunya yakni Syeikh Nawawi yang sudah mengarang kitab hampir disemua 'Fan' ilmu maka Abdussalam hanya menulis 1 buah kitab yakni kitab "هذه خطبة الجمعة وعيد الفطر وعيد الأضحى" kitab yang dipakai di seluruh masjid di banten yang masih menggunakan bahasa arab pada khutbahnya tidak hanya di banten kitab ini juga digunakan diberbagai daerah di nusantara.
Wafat :
Abdussalam Wafat pada tahun 1930 diusia 81 tahun dan dimakamkan di Ma'la Mekkah Al-Mukarramah.
Silsilah Nasab :
Nabiyullah Muhammad صلى الله عليه وسلم
Sayyidah Fatimah Az-Zahra
Al-Imam Sayyidina Husain Asyibti
Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin bin
Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin
Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
Sayyid Muhammad An-Naqib bin
Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi bin
Ahmad al-Muhajir bin
Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
Sayyid Alawi Awwal bin
Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India) bin
Sayyid Abdullah Al-’Azhomatu Khan bin
Sayyid Ahmad Shah Jalal Ahmad Jalaludin Al-Khan bin
Sayyid Syaikh Jumadil Qubro Jamaluddin Akbar Al-Khan bin
Sayyid ‘Ali Nuruddin Al-Khan ‘Ali Nurul ‘Alam
Sayyid ‘Umadtuddin Abdullah bin
Sunan Gunung Jati Syeikh Syarif Hidayatullah
Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Sultan Maulana Yusuf
Sultan Maulana Muhammad
Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Qadir
'Sultan Abul Fath Abdul Fattah (Ageng Tirtayasa)'
Syeikh Maulana Mansyur Cikaduen
Syeikh Tb. Abdurrahman
Syeikh Tb. Isa
KH. Tb. Syari'ah
KH. Tb. Kasamanggala
KH. Tb. Lana
Syeikh Tubagus Abdussalam bin KH Tb. Jaya /Tubagus Yahya bin
SILSILAH DARI IBUNYA:
Sulthan Abul Fath Abdul Fattah (Agenung Tirtayasa)
Sulthan Abu Nasr Abdul Qahhar
Sulthan Abul Mahasin Zainul Abidin
Sulthan Muhammad Syifa Zainul Arifin
P. Tubagus Hasanuddin (Makam Astana Cibeber)
KH. Tubagus Sawo
KH. Tubagus Marta
KH. Tubagus Thulu
KH. Tubagus Wahid
KH. Tubagus Burhan
KH. Tubagus Madhan
KH. Tubagus Afifuddin
Nyi Hj. Ratu Nadziroh
Syeikh Tubagus Abdussalam
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Maret 2023. |
- ^ 1964-, Munawiroh, (2009). Riwayat Maulana Mansyur Karomah Cikadueun : edisi teks dan analisis fungsi. Pustaka Firdaus. OCLC 847575517.
- ^ Sujana, Ahmad Maftuh; Iskandar, Saeful (2019-06-28). "Jihad dan Anti Kafir dalam Geger Cilegon 1888". Tsaqofah. 17 (1): 1. doi:10.32678/tsaqofah.v19i1.3167. ISSN 2622-7657.