Lamoa
Lamoa[2] adalah bentuk kepercayaan lama kepada tuhan PueMpalaburu (Pue Mpalaburu) yang dipraktikkan dan dianut oleh semua penduduk asli Suku Bare'e, di Sulawesi Tengah.
Total populasi | |
---|---|
~ 210.000 | |
Pendiri | |
Pilewiti (Raja Pertama Kerajaan Tojo) hanya melestarikan kepercayaan lamoa, penganut pertama kepercayaan lamoa tidak diketahui | |
Wilayah dengan populasi signifikan | |
Sausu • Poso • Tojo • Sulawesi Tengah • dan semua bekas wilayah kekuasaan kerajaan tojo | |
Agama | |
Agama Islam, dan Lamoa (PueMpalaburu) | |
Kitab suci | |
- | |
Bahasa | |
Bahasa Bare'e • Melayu | |
Kelompok etnik terkait | |
Suku Bare'e | |
Situs | |
https://sukubaree.weebly.com | |
Dijaman penjajah, hindia belanda melarang semua bentuk kepercayaan Lamoa yang bertuhan kepada puempalaburu, dan membebaskan budaya dan adat yang tidak berhubungan dengan kepercayaan lamoa seperti tari moraego, tari torompio, dll.[1] |
Bentuk peribadatannya disebut "Molamoa" yaitu membentuk lingkaran dengan berpegangan tangan, ataupun tanpa berpegangan tangan, tetapi yang terbanyak dan yang umum dilakukan adalah Molamoa dengan berpegangan tangan.
Molamoa dilakukan ketika pasukan perang dari sebuah Kampung (Kampu; Lipu; Wawo); pulang mengayau, pengayauan (penggal kepala). Mereka melakukan pengayauan karena dorongan kepercayaan mereka dimana diajarkan apabila ada musibah seperti panen gagal atau ada anggota masyarakat yang meninggal maka mereka harus mencari tengkorak kepala orang sebagai penolak bala. Demikian lalu tengkorak kepala yang didapatkan dari hasil pengayauan kemudian di letakan di tengah Lobo, lalu ditarikan oleh masyarakat suku bare'e secara melingkar dengan gaya yang sama seperti yang kita kenal sekarang dengan nama "Dero[3]".
Kepercayaan Lamoa dijaman Kerajaan Tojo tahun 1770 tetap dipertahankan bentuk keasliannya karena merupakan ciri khas dari Suku Bare'e yang merupakan suku asli yang tinggal di wilayah Tananto Bare'e, tetapi tidak demikian dengan Penjajah Hindia Belanda yang melarang semua bentuk kepercayaan Lamoa yang bertuhan kepada PueMpalaburu, dan membebaskan budaya dan adat yang tidak berhubungan dengan kepercayaan lamoa seperti Tari Moraego, Tari Torompio, dll.
PueMpalaburu
PueMpalaburu (Pue Mpalaburu) (Ejaan Van Ophuijsen: PoeemPalaboeroe) adalah tuhan tertinggi dalam kepercayaan lama Lamoa, yang dianut oleh Suku Bare'e di Sulawesi Tengah.[4]
PueMpalaburu adalah penguasa langit dan bumi, serta seluruh umat manusia.[5] Ia berkuasa atas segalanya dan memberikan hukuman bagi mereka yang melanggar sumpahnya. Dalam kepercayaan Lamoa, Pue Mpalaburu merupakan anak dari pasangan dewa langit dan dewi bumi. Ayahnya adalah Lai to Wawo Yangi atau Lai, sedangkan ibunya ialah Indo i Ntaludidi atau Ndara.[6]
Wujud
Berbagai pendapat muncul tentang perwujudan dari tuhan PueMpalaburu ini. Duet ahli bahasa, misionaris, dan etnolog Belanda, Nicolaus Adriani dan Albertus Christiaan Kruyt menyatakan bahwa wujud PueMpalaburu memiliki sifat-sifat langit, dan menyebut bahwa matanya adalah matahari. Di sisi lain, R. Pettazoni menyebutkan bahwa PueMpalaburu adalah dewa angin, sebagai penegasan dari fakta bahwa ia adalah dewa langit.[7] Jika kedua orangtuanya, Lai dan Ndara, yang menciptakan manusia-manusia pertama, maka PueMpalaburu yang akan menyempurnakannya. Seperti menciptakan dan memisahkan jari dan bibir pada tubuh manusia.[8]
Adriani dan Kruyt menyimpulkan bahwa PueMpalaburu adalah dewa matahari yang membalas semua perbuatan dan melihat segalanya. Pada malam hari, di saat matahari akan segera terbenam dan langit mulai gelap, orang bare'e mengatakan bahwa matahari sedang menoleh ke belakang (Bahasa Bare'e;meelireme), menandakan ada seseorang yang meninggal.[9] Mereka berpendapat bahwa PueMpalaburu lebih dari sekadar dewa matahari. Ini karena PueMpalaburu berada di saat terbit dan terbenamnya matahari dan di kedua sisi surga, juga karena dia adalah penerus tuhan (dewa-dewa) sebelumnya (orangtuanya): Lai dan Ndara (Langit dan Bumi).
Hal lainnya yang menegaskan teori Adriani-Kruyt adalah salah satu metode hukuman yang diberikan PueMpalaburu —bencana kekeringan jika terjadi pertumpahan darah— menunjukkan sifat-sifat dewa langit dan matahari, sama seperti kedua orangtuanya. [10] Doa untuk PueMpalaburu diucapkan dengan bahasa bare'e dan selalu diawali dengan: "Bu PueMpalaburu, ane pebete ndeme, anu ri kasoyoa" (bahasa Indonesia: Wahai PueMpalaburu, yang berada di atas dan di bawah matahari.) Kalimat di dalam doa ini membenarkan teori Adriani-Kruyt bahwa perwujudan tuhan PueMpalaburu memang tidak jauh dari matahari. Mereka berdua bertanya kepada salah satu orang bare'e yang menganut kepercayaan Lamoa, dan orang tersebut menyatakan bahwa matahari adalah mata dari PueMpalaburu (Pue Mpalaburu).[11]
Pelayan
Sebagai tuhan lamanya Suku Bare'e, PueMpalaburu (Pue Mpalaburu) memiliki seorang pelayan bernama Indo Ntegolili. (Versi yang lain menyebutkan bahwa Pue Mpalaburu memiliki dua pelayan, masing-masing pria dan wanita). Indo Ntegolili mengelilingi bumi 9 kali pada pagi hari, dan 9 kali pada malam hari. Ia melaporkan segala hak baik dan buruk yang terjadi di dunia kepada Pue Mpalaburu selaku tuannya, dan tidak ada yang dilewatkan oleh matanya. Jika seseorang tidak mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh Pue Mpalaburu, maka ia harus membayar denda tiga lembar untuk kejahatan yang diakibatkan oleh mulutnya, lima lembar untuk kejahatan yang dilakukan dengan tangannya, dan tujuh lembar untuk kejahatan terhadap seluruh manusia.[11]
Kejahatan atau pelanggaran seperti menyumpah atau berbohong, atau saat seseorang mencuri, semuanya akan diadili oleh Pue Mpalaburu. Berbeda dengan biasanya, Pue Mpalaburu menghukum seseorang dengan kejadian yang mendadak: Jika seseorang berbohong, Pue Mpalaburu akan memerintahkan seekor buaya untuk memakannya, dan jika seseorang mencuri, Pue Mpalaburu akan menjatuhkan pohon saat orang tersebut kebetulan lewat. Pue Mpalaburu menghukum pertumpahan darah dengan memberikan musim kekeringan yang panjang atau dengan angin topan yang hebat, dan mengungkapkan amarahnya atas pelanggaran lain dengan menciptakan gempa bumi yang keras. Untuk menghindari kemarahan Pue Mpalaburu, orang Bare'e biasanya akan mengurbankan seekor kerbau, babi berwarna coklat yang dijaman Kerajaan Tojo binatang babi diganti dengan Sapi, kambing dan seekor ayam berwarna putih.[9]
Dewa-dewa
Dalam beberapa doa Suku Bare'e yang muncul dalam doa Molamoa, kita akan menemukan lebih banyak nama dewa dari suku bare'e. Tetapi hal itu akan memerlukan banyak waktu, sehingga akan dipersingkat saja, karena suku bare'e memiliki banyak sekali Dewa dan Roh bawahan dari PueMpalaburu, dan yang akan diterangkan disini adalah Dewa dan Roh milik khusus para pendeta wanita.
Berikut nama Dewa dan Roh[12] dari suku bare'e :
• Puedi Songi yang berarti "pria di dalam ruangan", Dewa Puedi Songi mungkin karena dia dibayangkan (bare'e:Maponawa-nawa, arti melayunya dihayal-hayalkan) sebagai seorang pria, yang selalu tinggal di sebuah rumah. Saya kemudian membicarakan kasus ini dengan sesama dewa, dan kemudian dikomunikasikan kepada pendeta wanita roh mana yang telah mengambil debu jiwa, sehingga pendeta wanita mengetahui apa yang telah dia lakukan.
• Ngkai mantande Songka yang namanya juga menunjukkan fungsinya: "kakek (tuan), yang menerima perintah", yaitu dari Pue MPalaburu, di bawahnya. jatuh ke bawah ini, seorang pria mati. Rambut dewa ini terdiri dari untaian manik-manik. Dalam beberapa doa Molamoa, yang muncul dalam kepercayaan Lamoa ini, kita akan menemukan lebih banyak nama dewa dan roh.
Dari yang paling diatasnya para Dewa dari Suku Bare'e yaitu PueMPalaburu berarti "tuan adonan," dan ini menunjukkan aktivitasnya sebagai "pembuat manusia." Sementara Lai dan Dara yang membuat Dewa pertama yaitu PueMPalaburu melanjutkan pekerjaan ini.
Anitu dan Tanoana
Anitu[13] adalah roh-roh dari orang suku bare'e yang telah meninggal (gugur) dalam suatu pertempuran ataupun perang, dan anitu ini mereka percayai akan ikut serta dalam perang berikutnya. Jadi dalam hal ini Anitu adalah roh perang, dan anitu banyak didapati didalam semua kuil-kuil Lobo diwilayah-wilayah tempat tinggal suku bare'e.
Berbeda halnya dengan acara Pengayauan yang dilakukan karena dorongan kepercayaan jika ada musibah seperti panen gagal atau ada anggota masyarakat yang meninggal maka orang Bare'e harus menjadi Tadulako untuk mengambil roh (Tanoana) dari dunia lain dengan memenggal kepala manusia sebagai penolak bala, dan orang suku bare'e yang mengayau tersebut diwajibkan harus pulang dulu dari acara pengayauan sebelum pergi ke pertempuran (perang), dengan begitu setiap orang bare'e yang berangkat perang ini percaya bahwa ada Anitu ikut serta dalam perang mereka.
Selain Anitu, suku bare'e juga mempercayai adanya Tanoana, Tanoana adalah Roh-roh orang yang telah meninggal. Dan Tanoana biasa didapat dari upacara adat pengayauan (memenggal kepala manusia), dan juga upacara adat Mongkariang yaitu menyimpan jasad manusia yang telah meninggal.
Keagamaan
Khusus di wilayah Sulawesi bagian tengah (midden celebes) yaitu Wilayah Grup Poso-Tojo Istilah Toraja diciptakan Belanda untuk menamakan Suku Bare'e (Alfouren) yang masih beragama Lamoa (Tuhan PueMpalaburu), dan semua Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang masih beragama Lamoa harus mengakui dirinya adalah orang Toraja (Toradja) dan bukan lagi Bare'e, tetapi walaupun begitu masih sangat banyak juga Suku Bare'e yang beragama Lamoa yang ikut Suku Bare'e yang beragama Islam (Mohammadisme) karena Suku Bare'e tersebut tidak cocok dengan gaya hidup orang Belanda yang berkulit putih dan berambut kuning.
Maka penduduk asli atau ALFOUREN di wilayah Grup Poso-Tojo dibagi 2 Kelompok yaitu :
1. Bare’e, atau Suku Bare'e[14] (Bare’e-Stammen) yang beragama Islam (Mohammadisme), dan Suku Bare'e yang masih beragama Lamoa (Bertuhan PueMpalaburu), dan
2. Toraja (Toradja)[15] yang Orang-orangnya diambil dari Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang beragama Lamoa, dan Alfouren yang mau ikut Belanda inilah yang disebut Toraja, sehingga bagi pihak Belanda kemudian mengistilahkan “Van Heiden tot Christen”, yang semua Toraja tersebut berasal dari wilayah wotu, luwu, yang sekarang wilayah dari Kabupaten Luwu Timur, yang dijelaskan dalam buku "De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes" jilid 1 halaman 5, sub.bab Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen[16].
Tetapi perkembangannya Suku Bare'e yang beragama Lamoa lebih banyak yang ikut dengan Suku Bare'e yang beragama islam karena belum terbiasa dengan kebiasaan hidup Orang-orang Belanda yang berkulit putih dan bermata biru.
Referensi
- ^ Sumber buku "POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151: BELANDA MELARANG SEMUA BUDAYA BARE'E, dan menyatakan lazarus melarang semua budaya dan baju inodo dari bare'e-stammen", [1], Diakses 30 Juni 2023.
- ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, [2]", Diakses 30 Juni 2023.
- ^ Sumber buku "POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151: MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen), menyatakan semua toraja (toradja) desa pamona Watu Mpoga'a berasal dari wotu, luwu timur, ciptaan Misionaris Belanda dengan meminjam nama dari Kerajaan Luwu , [3], Diakses 30 Juni 2023.
- ^ Pettazoni 1955, hlm. 10.
- ^ Waida 1982, hlm. 620; Adriani & Kruyt 1912, hlm. 269
- ^ Angel Fire 2018, hlm. 0.
- ^ Pettazoni 1955, hlm. 11.
- ^ Adriani & Kruyt 1912, hlm. 269.
- ^ a b Adriani & Kruyt 1912, hlm. 271.
- ^ Adriani & Kruyt 1912, hlm. 273.
- ^ a b Adriani & Kruyt 1912, hlm. 270.
- ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 269, POEË DI SONGI, EN ANDERE GÓDEN ,[4]",
- ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja van midden celebes jilid 1 halaman 285, DE GEESTEN INDEN DORP STEMPEL,[5]",
- ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, De Namen of Stamenners [6]", Diakses 21 Juni 2023.
- ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 6, Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen [7]", Diakses 21 Juni 2023.
- ^ Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen [8]", Diakses 30 Juni 2023.