Tabligh School Muhammadiyah Padang Panjang
Pada awal Januari 1929, Muhamadiyah Tjabang Padang Panjang menerima banyak permintaan dari luar daerah. Permintaan itu datang dari pengurus persyarikatan di Aceh, Tapanuli, Sumatra Timur, Sulawesi Selatan, Riau, Mukomuko, Lampung, dan lainnya [1]
Pengurus persyarikatan di luar Sumatra Barat meminta, agar Buya Sutan Mansur segera mengirimkan tenaga guru, administrasi, dan pimpinan andal ke daerah mereka. Mengingat, daerah mereka kekurangan tenaga untuk mengelola persyarikatan, sekolah, dan rumah yatim.
Pada awal abad ke-20, Padang Panjang menjadi lokus utama dari gerakan modernisasi Islam, pergerakan kebangsaan, sekolah, dan pers. Meskipun kota kecil, namun di kawasan ini tumbuh subur sekolah-sekolah, seperti Normaal School, Sumatra Thawalib dan Diniyah.
Padang Panjang turut bersaksi lahirnya surat kabar Almunir Almanar, Djago! Djago!, Pemandangan Islam, Kodrat Moeda, dan lainnya–yang turut mempercepat laju pertumbuhan Islam modernis, Komunis, dan Nasionalis di Sumatra Barat [2][3].
Di awal 1928, tinggal Muhammadiyah Tjabang Padang Panjang yang belum menggerakkan amal usaha pendidikan dalam skala besar. Usulan dari daerah, segera ditindak lanjuti oleh Sutan Mansur dengan mendirikan sekolah lanjutan untuk siswa Tsanawiyah, dan Muallimin bernama Tabligh School [4]
Pada pertengahan Januari 1928, untuk mempersiapkan berdirinya sekolah kader pimpinan persyarikatan, A.R Sutan Mansur menggandeng pengurus Tjabang Padang Panjang. Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, merespon cepat. Ia segera membentuk pantia Tabligh School, yang terdiri dari:
Adviseurs : Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul)
A.R Sutan Mansur.
Voorzitter : Saalah Jusuf Sutan Mangkuto
Vice-Voorzitter : Datuk Sati
Secretaris : A.Wahid R
Penningmeester : Sutan Saidi
Een lid : Jusuf Amrullah
Jusuf M.Nur Amrullah
A.Karim Dt. Rangkayo Majo[5]
Setelah resmi terbentuk, panitia melanjutkan tugas utamanya, dengan memilih directur dari sekolah baru itu. Pilihan pun jatuh pada adik ipar A.R Sutan Mansur, yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA). Dan Februari 1928 dicanangkanlah ide pendirian Tabligh School.
Surat kabar De Locomotief pada 2 April 1928 memberitakan rencana peresmian Tabligh School pada bulan April 1958. Tabligh School, menurut surat kabar berbahasa Belanda itu merupakan sekolah bagi para propagandis Muhammadiyah, yang di dalamnya terdapat sebuah internaat khusus. Kursus pengkaderan pimpinan persyarikatan berlangsung dua tahun. Untuk tujuan ini, hanya siswa sekolah yang dikader, untuk pelatihan kepemimpinan dan lebih mahir dalam Islam[6].
Tepat pada hari Kamis, 14 Syawal 1346 Hijriyah, atau bertepatan dengan 5 April 1928, Muhammadiyah Tjabang Padang Panjang secara resmi membuka Tabligh School Muhamadiyah di eks Hotel Merapi onderafdeling Batipuh X Koto [7].
Untuk sirkulasi administrasi pendidikan, ditetapkan bangunan Hotel Merapi sebagai sekolah, sekaligus sebagai tempat berkantornya pimpinan Muhammadiyah Padang Panjang dan Perwakilan Minangkabau. Seluruh anggota persyarikatan digerakkan, untuk segera membangun lokal, mengirim advertatie di surat kabar, ataupun di majalah-majalah lokal.
Satu syarat yang diajukan, untuk menerima calon murid Tabligh School adalah duduk di kelas lima Sumatra Thawalib, atau sederajat dengan sekolah tersebut. Di tahun-tahun awal, selaku directur HAMKA berhasil merekrut 16 orang calon murid –yang berasal dari seluruh Sumatra Barat. Satu diantara murid itu bernama Abdul Malik Ahmad – alumnus Sumatra Thawalib – juga intens mengikuti Debating Club ala Sutan Mansur.
Untuk tenaga pengajar yang dikerahkan untuk mendidik 16 orang murid Tabligh School, antara lain Haji Abdul Karim Amrullah, A.R Sutan Mansur, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, Rasjid Idris Dt. Sinaro Panjang, dan lainnya[5].
Sejak dimulainya, aktivitas di Tabligh School, HAMKA menunjuk Abdullah Kamil sebagai administratur yang bertugas mengelola segala sesuatu yang berhubungan dengan administrasi pendidikan.
Aktivitas awal belajar mengajar di Tabligh School dilaksanakan di kantor Muhammadiyah yang dibatasi sekat kayu. Masa itu, belum memakai meja, bangku karena pengurus persyarikatan masih terbatas dalam anggaran.
Enam belas orang murid itu belajar bersimpuh di lantai dan menjalani tiga shift jadwal pelajaran. Pertama, untuk pelajaran agama dilaksanakan pagi pukul 06.30-10.00. Kedua, pada pukul 14.00-16.30 mereka diajarkan pengetahuan umum. Ketiga, untuk ilmu kepemimpinan diberikan pada malam harinya, pukul 18.30-22.00.
Ilmu kepemimpinan yang dibekali untuk murid-murid Tabligh School, memang mempunyai pengaruh besar terhadap mereka. Pengkaderan yang langsung ditangani Sutan Mansur, memberi pengalaman untuk mereka, yang nantinya bergerak sebagai administratur, ataupun sebagai pimpinan di persyarikatan.
- ^ Suara Muhammadiyah No.6/66 tahun 1986
- ^ Sufyan, Fikrul Hanif (2017). Menuju Lentera Merah. Gerakan Propagandis Komunis di Serambi Mekah 1923-1949. Yogyakarta: UGM Press. ISBN 9786023861125.
- ^ Sufyan, Fikrul Hanif (2022). Gejolak Sosial di Sumatra Barat. Islam Modernis dan Komunis 1915-1930. Yogyakarta: Kendi. ISBN 9786239671945.
- ^ Sufyan, Fikrul Hanif (2014). Sang Penjaga Tauhid. Studi Protes Tirani Kekuasaan 1982-1985. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 9786022808138.
- ^ a b Sufyan, Fikrul Hanif (2022). Kulliyatul Muballighien. Dari Kauman Padang Panjang untuk Indonesia. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. ISBN 9786235303062.
- ^ "Het Kweeken van Islam Propagandisten" De Locomotief, tanggal 2 Februari 1928 [1]
- ^ Tjaja Sumatra, 7 April 1928.