Hang Tuah

Laksamana kesultanan Melaka
Revisi sejak 16 Agustus 2023 03.48 oleh Surijeal (bicara | kontrib) (Tambah keterangan awal)

Hang Tuah merupakan seorang tokoh legendaris Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Shah pada abad ke-15.[1] Namun, keberadaannya masih diragukan, bahkan mungkin ia adalah tokoh fiktif.[1] Dia dianggap sebagai laksamana, seorang diplomat dan ahli silat yang hebat. Hang Tuah adalah tokoh pejuang yang paling terkenal dalam sastra Melayu. Namun, dia adalah sosok yang agak kontroversial dan ada banyak perselisihan tentang kesejarahan faktual cerita Hang Tuah.[2]

Mural perunggu Hang Tuah di lobi Museum Sejarah Nasional Malaysia

Biografi

 
Makam Hang Tuah

Penggambaran Hang Tuah dari beberapa versi Sulalatus Salatin berbeda, ada yang menyebutkan bahwa ia dahulunya adalah seorang nelayan miskin. Hang Tuah ialah seorang pahlawan legenda berbangsa Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Melaka pada abad ke-15 (Kesultanan Melayu Melaka) bermula pada abad ke-15.[3]

Pada masa mudanya, Hang Tuah beserta empat teman seperjuangannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu membunuh sekelompok bandit-bandit dan dua orang yang berjaya menghancurkan desa dengan amarahnya. Bendahara (sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan sekarang) dari Melaka mengetahui kehebatan mereka dan mengambil mereka untuk berkerja di istana.

Semasa ia bekerja di istana, Hang Tuah telah menemani Sultan Mansur Syah dalam berbagai tugas kenegaraan. Dalam kunjungan diplomatik ke Majapahit, Hang Tuah berduel dengan seseorang petarung dari Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari. Dalam duel tersebut Hang Tuah berhasil membunuh Taming Sari, dan keris peninggalan Taming Sari lalu dianugerahkan oleh Raja Suraprabhawa kepada Hang Tuah.

Hang Tuah pernah dituduh berzina dengan pelayan Raja, dan di dalam keputusan yang cepat, Raja menghukum mati Laksamana yang tidak bersalah. Namun, hukuman mati tidak pernah dikeluarkan, karena Hang Tuah dikirim ke sesebuah tempat yang jauh untuk bersembunyi oleh Bendahara.

Setelah mengetahui bahwa Hang Tuah akan mati, teman seperjuangan Hang Tuah, Hang Jebat, dengan murka ia membalas dendam melawan raja, mengakibatkan semua rakyat menjadi kacau-balau. Raja menyesal menghukum mati Hang Tuah, karena dialah satu-satunya yang dapat diandalkan untuk membunuh Hang Jebat. Secara tiba-tiba, Bendahara memanggil kembali Hang Tuah dari tempat persembunyiannya dan dibebaskan secara penuh dari hukuman raja. Setelah tujuh hari bertarung, Hang Tuah merebut kembali keris Taming Sarinya dari Hang Jebat, dan membunuhnya. Setelah teman seperjuangannya gugur, Hang Tuah menghilang dan tidak pernah terlihat kembali.

Penghargaan

Kehebatan Hang Tuah, menginspirasikan masyarakat untuk tetap mengabadikan namanya. Selain digunakan untuk nama jalan, namanya juga dikaitkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan bahari. Nama Hang Tuah digunakan untuk beberapa institusi pendidikan kemaritiman, antara lain Universitas Hang Tuah di Surabaya serta Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran Hang Tuah di Kediri Jawa Timur. Selain itu salah satu kapal perang Indonesia, juga menggunakan namanya yaitu, KRI Hang Tuah.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b Arman Ahmad (12 December 2015). "Hang Tuah 'did not exist', claims historian". New Straits Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 May 2016. 
  2. ^ Nadia, Alena (2022-05-15). "Filmmakers attempt to piece together fragments of Hang Tuah". Malaysiakini. Diakses tanggal 2022-05-17. 
  3. ^ "Britannica CD - Sejarah Melayu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-25. Diakses tanggal 2012-12-27.