Kesultanan Palembang

Kerajaan 1659-1821 di Sumatra Selatan
Revisi sejak 29 Agustus 2023 04.11 oleh RM Abdurrofi (bicara | kontrib) (populasi)

Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Melayu Islam di Sumatra yang berpusat di Kota Palembang, Sumatra Selatan sekarang. Kesultanan ini diproklamirkan oleh Sri Sultan Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam, seorang bangsawan Palembang pada tahun 1659,[1] dan monarki masih berlaku dikesultanan secara adat turun temurun.

Palembang Darussalam

ڤالمبڠ دار السلام
1659–1821
Peta Palembang di abad ke-17
Kesultanan Palembang menguasai wilayah muara Sungai Musi hingga ulu sungai.
Ibu kota
Palembang
Bahasa yang umum digunakanBahasa Melayu Palembang dibagi menjadi dua dialek, Bahasa Palembang Alus digunakan oleh Wong Jero dan Palembang Sari-Sari digunakan oleh Wong Jabo
Agama
Islam
DemonimOrang Palembang
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1659-1706
Susuhunan Abdurrahman
• 1724-1758
Sultan Badaruddin I
• 1776-1803
Sultan Bahauddin
• 1804-1821
Susuhunan Badaruddin II
• 1819-1821
Sultan Najamuddin III
Sejarah 
• Didirikan
1659
• Dibubarkan
1821
Penduduk
 - Perkiraan
100.000
Mata uangPitis Palembang
Real Spanyol
Gulden Hindia Belanda
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Demak
kslKesultanan
Banten
krjKerajaan
Palembang
krjKerajaan
Majapahit
kslKesultanan
Aceh Darussalam
Hindia Belanda
Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kekuasaan

Kesultanan yang pernah berkuasa dari tahun 1659 - 7 Oktober 1823[2] ini merupakan Kesultanan terbesar di Sumatera Bahagian Selatan. Daerah Kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam ini sekarang mencakup Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu (dulu Bangka Hulu), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Lampung.[3] Diluar Sumatera, Kasultanan ini juga menjalin hubungan diplomatik dengan Kesultanan Banten,[4] Kesultanan Demak[5] dan Kerajaan Blambangan[6] di Banyuwangi. Sedangkan dalam Kesultanan Kubu, Kesultanan Palembang Darussalam menikah dengan Yang dipertuan Besar Kubu I, Sayyid Idrus melakukan pernikahan dengan putri Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikrama[7]. Dalam Tarsilah Kesultanan Brunei Darussalam, disebutkan bahwa Tumenggung Mancanegara (Pangeran Manchu Negoro) yang merupakan kakek dari Sultan Abdurrahman, pendiri kesultanan Palembang Darussalam adalah isteri dari Sultan Brunei, Sultan Abdul Jalilul Akbar, dengan masa periode pemerintahan 1598-1659.[8]

Pendirian

 
Replika takhta sultan Palembang

Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan[9] disebutkan seorang tokoh Anak brawijaya sebagai bupati Palembang turut serta menaklukan Bali bersama dengan Gajah Mada Mahapatih Majapahit pada tahun 1343. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman.[10] Begitu juga dalam Nagarakretagama, nama Palembang telah disebutkan sebagai daerah jajahan Majapahit serta Gajah Mada dalam sumpahnya yang terdapat dalam Pararaton juga telah menyebutkan Palembang sebagai sebuah kawasan yang akan ditaklukannya.

 
Replika masjid agung kesultanan Palembang

Selanjutnya berdasarkan kronik Tiongkok nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang, dan kemudian sekitar tahun 1513, Tomé Pires seorang petualang dari Portugis menyebutkan Palembang, telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk kepada kesultanan Demak serta turut serta menyerang Malaka yang waktu itu telah dikuasai oleh Portugis. Kemudian pada tahun 1596, Palembang juga ditaklukan oleh VOC Seterusnya nama tokoh yang dirujuk memimpin kesultanan Palembang dari awal adalah Sri Susuhunan Abdurrahman tahun 1659. Walau sejak tahun 1601 telah memiliki hubungan dengan VOC dari yang mengaku Sultan Palembang.[11]

Ekonomi

Situasi di Palembang mengalami naik turun setelah kejatuhan Kerajaan Palembang Pada masa Pangeran Sedo Ing Rejek Jamaluddin Mangkurat VI (1652 - 1659). Palembang muncul kembali dalam wujud Kesultanan Palembang dan kondisi perkenomiannya yang kembali bangkit pada abad ke-16 berkat pengiriman hasil panen lada oleh petani lada dari Minang ke pasar Palembang melalui sungai Musi. Hal itu berhasil menarik perhatian pembeli lada dari Cina, Portugis, Belanda dan Inggris.[12]

Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil rempah-rempah dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tambang timah dan telah diperdagangankan sejak abad ke-18.[13]

Peperangan


Para Penguasa Palembang (1455-1823)[14]

Rujukan

  1. ^ Bruun, M.C. (1822). Universal geography, or A description of all the parts of the world. hlm. 441. 
  2. ^ Kisah Berdiri dan Hancurnya Kesultanan Palembang Darussalam di Indephedia
  3. ^ Bincang-Bincang bersama SMB IV di RRI Net Palembang
  4. ^ Hubungan Kesultanan Banten dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  5. ^ Hubungan Kesultanan Demak dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  6. ^ Kyai Saleh Lateng Islamkan Kerajaan Blambangan
  7. ^ Hubungan Kesultanan Kubu dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  8. ^ Hubungan Brunei Darussalam dengan Kesultanan Palembang Darussalam
  9. ^ Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria, (1996), Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan, Denpasar: Upada Sastra.
  10. ^ Berg, C.C., (1985), Penulisan Sejarah Jawa, (terj.), Jakarta: Bhratara.
  11. ^ Poesponegoro, M.D. Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. hlm. 46. 
  12. ^ Reid, Anthony (2014). Sumatera Tempo Doeloe. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 146. ISBN 979-3731-94-X. 
  13. ^ Ricklefs, M.C. A history of modern Indonesia since c. 1300. hlm. 139. 
  14. ^ Soetadji, Nanang S. (1996). “Kesultanan Palembang” Perang Palembang Melawan VOC. Palembang: Pemerintah Kotamadya Palembang. hlm. 27–30. 

Bacaan Lanjut

  • Bruun, M.C. (1822). Universal geography, or A description of all the parts of the world. Edinburgh: Balfour & Clarke. 
  • Andaya, B.W. (1993). To live as brothers: southeast Sumatra in the seventeenth and eighteenth centuries. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1489-4. 
  • Ricklefs, M.C. (1993). A history of modern Indonesia since c. 1300. California: Stanford University Press. ISBN 0-8047-2194-7. 
  • Poesponegoro, M.D. (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. jakarta: PT Balai Pustaka. ISBN 979-407-409-8. 

Pranala luar