Cabang olahraga tradisional

Revisi sejak 8 September 2023 09.14 oleh Eryantii (bicara | kontrib) (Memparbaiki kata-kata yang typo dan menambahkan sebagian pranala)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Olahraga tradisional atau permainan tradisional merupakan permainan asli rakyat sebagai aset budaya bangsa yang memiliki unsur olah fisik tradisionalPermainan rakyat yang berkembang cukup lama ini perlu dilestarikan karena selain sebagai sarana hiburan, kesenangan, dan kebutuhan interaksi sosial, olahraga ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas jasmani pelakunya. Pada umumnya, olahraga tradisional memiliki ciri kedaerahan asli yang sesuai dengan tradisi budaya setempat dan berkaitan erat dengan kebiasaan atau adat suatu kelompok masyarakat tertentu.[1]

Olahraga tradisional memiliki keunikan-keunikan yang jarang atau mungkin tidak ditemukan pada masyarakat modern karena ia merupakan masyarakat zaman dulu sebagai cerminan dari budaya mereka. Keunikan-keunikan tersebut tidak hanya menarik untuk ditonton tetapi juga merupakan sajian yang tidak ditemukan di tempat lain. Oleh karena itu, olahraga tradisional juga bisa menjadi objek wisata yang dapat disajikan kepada para wisatawan.[2]

Permainan tradisional memiliki manfaat yang baik bagi perkembangan anak, baik secara fisik maupun mental. Misalnya, permainan congklak atau dakon yang bermanfaat dalam mengembangkan kecerdasan intelektual dan melatih penggunaan strategi dalam mengumpulkan biji lebih banyak daripada lawannya. Ada pula permainan yang dapat mengembangkan kecerdasan mental atau emosional, misalnya permainan layang-layang. Melalui permainan tersebut anak akan belajar tentang kesabaran dalam mencari arah angin yang tepat untuk dapat menerbangkan layang-layang.[2]

Gambaran umum dan sejarah perkembangan olahraga tradisional di Indonesia

sunting

Dalam pelaksanaannya, olahraga tradisional dapat memasukkan unsur-unsur permainan rakyat dan permainan anak. Bahkan mungkin juga memasukkan unsur seni sehingga lazim disebut sebagai seni tradisional. Suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai olahraga tradisional jika teridentifikasi unsur tradisinya memiliki kaitan erat dengan kebiasaan atau adat suatu kelompok masyarakat tertentu. Kegiatan tersebut juga harus kuat mengandung unsur-unsur fisik yang nyata-nyata melibatkan kelompok otot-otot besar dan adanya strategi serta dasar-dasar yang tidak terlihat seperti apa yang ditampilkannya.[3]

Pada awalnya olahraga tradisional tercipta dari permainan rakyat sebagai pengisi waktu luang karena permainan tersebut sangat menyenangkan dan tidak membutuhkan biaya besar. Akhirnya permainan tersebut semakin berkembang dan digemari masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, tergantung karakter permainannya. Beberapa permainan rakyat yang sudah cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia dan menjadi olahraga tradisional, misalnya egrang, terompah panjang, patok lele, gobak sodor (hadang), sumpitan, gebuk bantal, gasing, lari balok, tarik tambang, benteng, dagongan, panjat pohon pinang, sepak raga, lomba perahu, lompat batu Nias, karapan sapi dan sebagainya.[2]

Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, pemerintah mulai memberi perhatian pada pelestarian dan pengembangan budaya permainan tradisional. Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia telah mencanangkan dua program kegiatan unggulan tingkat nasional, yaitu Festival Olahraga Tradisional dan Invitasi Olahraga Nasional. Kedua kegiatan berskala nasional ini diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Kegiatan Festival Olahraga Tradisional dilaksanakan pada tahun genap sedangkan Invitasi Olahraga Nasional diselenggarakan pada tahun ganjil. Perbedaan dari dua kegiatan tersebut adalah Festival Olahraga Tradisional bersifat pertunjukan yang memiliki unsur cerita rakyat asli daerah setempat. Penyajian materi pertunjukan harus memuat unsur pendidikan, olahraga, religiusitas dan budaya asli daerah setempat. Dari keempat unsur tersebut, unsur olahraga memiliki persentase tertinggi, yaitu 60%. Sementara Invitasi Olahraga Nasional merupakan permainan yang dilombakan oleh para peserta untuk menjadi juara. Beberapa permainan olahraga tradisional yang telah dibakukan di tingkat nasional antara lain egrang, terompah panjang, hadang (gobak sodor), dagongan, tarik tambang, gebuk bantal dan lain-lain. Hingga tahun 2018, Festival Olahraga Tradisional telah dilaksanakan sebanyak sebelas kali dan tujuh kali untuk Invitasi Olahraga Nasional. Sejak tahun 2017 lalu, Invitasi Olahraga Nasional berubah nama menjadi Pekan Olahraga Tradisional Tingkat Nasional (Potradnas).[2]

Cabang olahraga tradisional yang dipertandingkan di tingkat nasional

sunting

Egrang

sunting

Egrang merupakan permainan tradisional yang menggunakan sepasang bambu berukuran sama dengan panjang kira-kira 1,5 meter, berdiameter seukuran lengan orang dewasa dan di salah satu pangkalnya (sekitar 20–30 cm dari salah satu pangkal bambu) dilubangi untuk memasukkan potongan bambu selebar 20 cm sebagai tempat pijakan kaki. Permainan egrang disebut juga permainan orang dewasa karena permainan ini dulunya digunakan untuk sarana transportasi ke masjid. Namun, biasanya anak-anak juga menggunakannya dan tinggi bambu disesuaikan dengan tinggi si anak. Permainan egrang sering pula dilombakan, seperti lomba lari mulai dari garis awal hingga akhir dengan jarak 100-200 meter. Selain itu, permainan ini dilakukan dengan cara menendang kaki-kaki lawan untuk saling menjatuhkan dan yang jatuh berarti kalah. Permainan egrang merupakan permainan ketangkasan, di mana kedua bambu harus dipegang erat dalam posisi tegak, lalu salah satu kaki diangkat tepat mengenai bambu pendek tempat pijakan kaki dan kaki satunya ikut diangkat. Keseimbangan juga sangat diperlukan dalam hal ini agar tidak jatuh.[4]

Selain di Indonesia, egrang juga dikenal dan dimainkan di beberapa negara, seperti Belgia, Meksiko dan Nigeria. Di Belgia, egrang dijadikan mainan untuk bertarung antar dua kelompok yang saling menjatuhkan. Menurut legenda Belgia, pada abad ke-14, seorang raja, John dari Flanders yang kemudian menjadi maharaja di negara Namur memohon kepada masyarakat untuk tidak menggunakan alas kaki, menunggang kuda dan naik perahu atau kereta. Awalnya orang-orang kota tidak menyukai hal tersebut dengan sejumlah egrang yang muncul. Namun, setelah permainan egrang dapat membuat orang kota terhibur, sejumlah orang kota setuju dengan permohonan tersebut. Sejak saat itulah penduduk Namur memulai kebiasaan menggunakan egrang. Di Meksiko, egrang merupakan bagian dari tradisi Zaachila, di mana orang-orang akan menari di atas egrang. Sementara di Nigeria, egrang tidak lepas dari legenda Tuhan Moko yang berasal dari Kongo dan Nigeria. Dia digambarkan sebagai sosok laki-laki berperawakan sangat tinggi, berdiri di atas egrang dan melakukan aksinya yang tidak dapat dijelaskan dengan mata manusia biasa.[4]

Terompah panjang

sunting

Permainan tradisional terompah panjang dikenal pula sebagai alas kaki. Terompah panjang terbuat dari kayu yang ringan tetapi kuat. Berbentuk panjang seperti telapak kaki, lalu diberi tali lebih dari satu (jumlah tali disesuaikan dengan jumlah pemain) yang terbuat dari kulit atau karet. Permainan ini mengandalkan ketangkasan kaki dan kekompakan dari masing-masing peserta. Selain itu, permainan tradisional terompah panjang juga dapat melatih koordinasi anggota tubuh, melatih jiwa kepemimpinan, kesabaran dan kerja sama antar tim.[5]

Gobak sodor

sunting

Gobak sodor terdiri dari dua kata, yaitu gobak dan sodor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gobak artinya permainan tradisional yang menggunakan lapangan berbentuk segiempat berpetak-petak. Setiap garis dijaga oleh penjaga. Pemain harus masuk melewati penjaga dan bila tersentuh, pemain harus diganti. Sementara kata 'sodor' artinya menyorongkan ke depan atau mengulurkan tangan. Hal ini merujuk pada penjaga yang menyodorkan badan atau tangannya untuk menyentuh lawan yang mencoba melewati garis.[6]

Permainan ini dimainkan beregu atau tim. Masing-masing tim terdiri dari 3-5 pemain. Gobak sodor dimainkan di lapangan berbentuk segiempat berukuran 9 meter x 4 meter yang dibagi menjadi 6 bagian. Anggota tim yang bertugas menjaga lapangan dibagi menjadi dua, berjaga di garis horizontal dan batas vertikal. Penjaga di garis horizontal bertugas menghalangi lawan agar tidak melewati garis batas. Penjaga di garis vertikal memiliki akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah lapangan. Tim lawan harus melewati setiap baris untuk mencapai baris paling belakang dan kembali lagi melewati penjagaan hingga tiba di baris awal. Permainan ini tidak hanya dikenal di Pulau Jawa, tetapi juga di daerah lain di Indonesia dengan nama yang berbeda, seperti Galah (Kepulauan Natuna), Galah Panjang (Riau), Galah Asin (Jawa Barat), Asing (Makassar) dan Margala (Batak Toba).[6]

Dagongan

sunting

Berkebalikan dengan tarik tambang, dagongan dimainkan dengan cara saling mendorong antar dua regu untuk memperoleh kemenangan. Belum diketahui secara pasti mengenai sejarah dan perkembangan permainan dagongan. Namun, di beberapa wilayah, dagongan telah dimainkan sejak dulu, seperti di Minahasa yang dulu banyak ditemukan pohon bambu. Kemudian masyarakat setempat berinisiatif memanfaatkannya sebagai permainan.[7]

Dagongan dimainkan beregu yang terdiri dari 5 pemain utama dan 2 pemain cadangan. Poin kemenangan ditentukan dari salah satu regu yang dapat mendorong bambu sebanyak dua kali. Interval antara dorongan pertama dan kedua adalah 3 menit. Apabila hasilnya seri, harus dilakukan ulang selama 5 menit. Jika salah satu regu keluar dari garis batas lingkaran, yang bersangkutan akan didiskualifikasi.[7]

Tarik tambang

sunting

Tarik tambang adalah salah satu permainan tradisional yang sangat populer di kalangan masyarakat. Permainan tarik tambang dilakukan di area persegi panjang dengan panjang antara 20-40 meter dan lebar antara 5-8 meter. Di tengah-tengah area diberi garis kapur yang cukup jelas sebagai pembatas dengan area lawan. Dari garis pembatas tengah, dibuatlah garis pembatas peserta terdepan sepanjang 2,5 meter. Cara memainkannya pun sederhana, pemain hanya perlu menarik tali sampai ikatan tengah tali tambang sampai pada garis pembatas. Peserta dinyatakan sebagai pemenang jika salah satu regu dapat mengalahkan regu lain dengan skor 2-0 atau 2-1 jika terjadi seri. Permainan ini dapat mempengaruhi kekuatan otot tangan, tungkai, bahu dan kerja sama kelompok.[8]

Sumpitan

sunting

Sumpit atau sumpitan (bahasa Kalimantan Tengah: sipet) adalah senjata yang dipakai untuk dan dimanfaatkan untuk pembunuhan diam-diam dalam pertempuran terbuka. Permainan sumpitan dapat dimainkan baik secara individu maupun tim dan jumlah anggota tiap tim disesuaikan dengan keadaan atau keputusan penyelenggara. Pada permainan sumpitan yang dicari adalah ketepatan hasil sumpitan, seperti halnya yang terjadi pada olahraga panahan maupun menembak. Peranan fisik, terutama kekuatan otot lengan, dan konsentrasi yang baik diperlukan untuk mendapatkan ketepatan hasil sumpitan secara maksimal.[9]

Olahraga tradisional sebagai sarana pendidikan

sunting

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan merupakan bagian integral pendidikan secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan. Pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan di sekolah, terutama pada anak usia sekolah dasar, dirancang dalam bentuk permainan karena anak-anak di usia tersebut merupakan masanya untuk bermain. Olahraga tradisional sebagai aset negara yang tidak ternilai harganya perlu dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Salah satu caranya adalah dengan dikenalkan dan diajarkan dalam bentuk materi pendidikan jasmani di sekolah dasar berupa permainan. Melalui permainan ini, peserta didik tidak hanya mendapatkan kesegaran jasmani dan rohani, tetapi juga nilai-nilai pendidikan, seperti fair play, sportivitas, kejujuran, kecermatan, kelincahan, ketepatan menentukan langkah dan kemampuan bekerja sama.[10]

Olahraga tradisional sebagai sarana hiburan dan pariwisata

sunting

Perkembangan olahraga saat ini dimanfaatkan oleh beberapa sektor untuk ikut berkembang, termasuk sektor pariwisata, karena adanya perkembangan industri olahraga dan wisata olahraga. Wisata olahraga adalah industri yang relatif baru dan terus meningkat dalam industri pariwisata yang berfokus pada target perencanaan di negara-negara berkembang. Wisata olahraga merupakan jenis perjalanan untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, baik sekadar rekreasi, berkompetisi maupun bepergian ke situs-situs olahraga, seperti stadion. Secara umum, wisata olahraga dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu menonton acara olahraga, mengunjungi situs-situs olahraga dan berpartisipasi aktif dalam acara olahraga. Dengan adanya kegiatan bergengsi olahraga di setiap daerah dapat menjadi peluang untuk meningkatkan kunjungan ke destinasi wisata suatu daerah. Berbagai kegiatan olahraga bergengsi seperti perlombaan balap lari dan sepeda adalah contoh yang saat ini sedang berkembang. Namun, bisa juga dengan memanfaatkan olahraga tradisional sebagai daya tarik wisata.[11][12] Ada pun beberapa manfaat yang dapat diambil dari mengembangkan wisata budaya berbasis olahraga atau permainan tradisional antara lain:

  • membantu pelestarian budaya daerah di Indonesia. Dalam rangka melestarikan budaya Indonesia, pengembangan wisata olahraga tradisional dapat menjadi media yang tepat untuk menarik minat masyarakat Indonesia maupun wisatawan mancanegara untuk kembali mengenal dan mengadopsi budaya sendiri,
  • menumbuhkan kebanggan terhadap budaya bangsa sehingga masyarakat semakin tahu dan berupaya untuk mempertahankan kebudayaan miliknya. Kebanggan tersebut dapat muncul ketika mengetahui bahwa wisatawan mancanegara juga menaruh hormat dan memiliki ketertarikan terhadap budaya bangsa Indonesia,
  • menjadi daya tarik wisata yang unik dan mampu membangun ketertarikan wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Kekayaan budaya bangsa Indonesia yang sangat tinggi akan mampu memberikan gambaran lain perihal pengembangan pariwisata Indonesia, terutama dalam membangun citra Indonesia di mata dunia internasional,
  • menjadi komoditi yang dapat mengembangkan pariwisata dalam rangka menciptakan dampak ekonomi yang posistif dan signifikan. Menurut ketentuan Organisasi Pariwisata Dunia (WTO), kecenderungan wisata budaya saat ini diarahkan pada pengembangan pariwisata berkelanjutan yang memberikan ruang yang luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan meningkatkan kesejahteraan. Mengacu pada tren perkembangan wisata inilah, Indonesia diharapkan dapat mengikuti arah ini dengan menyusun paket-paket wisata berkelanjutan yang banyak memasukkan unsur-unsur budaya di dalamnya. Cara ini dirasa cukup efektif dan efisien dalam mengangkat olahraga tradisional sebagai suatu objek wisata di Indonesia.[11]

Referensi

sunting
  1. ^ Herlambang, Tubagus (2017). "Olahraga Tradisional Sebagai Identitas Budaya Indonesia". prosiding.upgris.ac.id. Diakses tanggal 2 Februari 2022. 
  2. ^ a b c d Nasution, Alwi Fahruzy; Daulay, Dicky Edwar (2021-06-30). "Sosialisasi Kegiatan Permaianan Rakyat Dan Olahraga Tradisional Disekolah SMP Asy Syafi'iyah Internasional Medan". J-LAS (Journal Liaison Academia and Society) (dalam bahasa Inggris). 1 (1): 68–81. ISSN 2798-0871. 
  3. ^ Suprayitno (2014). "Peran Permainan Tradisional dalam Membantu Pertumbuhan dan Perkembangan Gerak Anak Secara Menyeluruh". Jurnal Ilmu Keolahragaan. 13 (2): 7–15. 
  4. ^ a b Malik, Kendall (2019). "Perbedaan Nilai (Value) dan Makna (Meaning) Budaya Permainan Egrang di Empat Negara". Gorga : Jurnal Seni Rupa. 8 (1): 197–202. doi:10.24114/gr.v8i1.13166. ISSN 2580-2380. 
  5. ^ Putri, Azlin Atika; Reswita, Reswita; Andespa, Yelda (2021). "Pengaruh Permainan Tradisional Terompah Panjang terhadap Kemampuan Motorik Kasar pada Anak Usia 4-5 Tahun". KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education (dalam bahasa Inggris). 4 (2): 165–172. doi:10.24014/kjiece.v4i2.12506. ISSN 2621-0770. 
  6. ^ a b Welianto, Ari (2 Januari 2020). Welianto, Ari, ed. "Mengenal Permainan Tradisional Gobak Sodor". Kompas.com. Diakses tanggal 3 Februari 2022. 
  7. ^ a b Traditional Games Returns (13 November 2021). "Mengenal Dagongan, Permainan Tradisional Serupa Tarik Tambang". Traditional Games Returns (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 3 Februari 2022. 
  8. ^ Prananta, I. Gusti Ngurah Agung Cahya (2016). "Pengaruh Permainan Tarik Tambang dalam Peningkatan Kekuatan Otot Tungkai Mahasiswa Putri FPOK Tahun 2016". Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi. 2 (2): 75–79. ISSN 2580-1430. 
  9. ^ "The Journal of Universitas Negeri Surabaya" (dalam bahasa Inggris). 
  10. ^ Septaliza, Dewi; Victorian, A. Richard (2017). "Survei Permainan dan Olahraga Tradisional dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PENJASORKES)". Jurnal Ilmiah Bina Edukasi. 10 (1): 43–54. 
  11. ^ a b Sugito; Allsabah, Akbar Husein (2019). "Permainan Tradisional Sebagai Pengembangan Daya Tarik Parawisata". Prosiding Seminar Nasional IPTEK Olahraga (SENALOG) (dalam bahasa Inggris). 2 (1): Tradisional–Or 1–6. ISSN 2622-0156. 
  12. ^ Pradana, Febryansah Gilang Aris; Asha, Asha; Hidayat, Nurul; Juniarisca, Dwi Lorry; Imron, Ali (2020). "Strategi Pengembangan Wisata Tradisi Ojhung Berbasis Sport Tourism di Kabupaten Sumenep". JOSSAE (Journal of Sport Science and Education) (dalam bahasa Inggris). 5 (2): 83–93. doi:10.26740/jossae.v5n2.p83-93. ISSN 2548-4699. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-04. Diakses tanggal 2022-02-04.