Keratuan Balaw ialah salah satu kerajaan tertua di Lampung, kerajaan ini terletak di Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Indonesia.

Keratuan Balaw

Jawi : كيراتوان بلاو
1101–sekarang
Ibu kotaKedamaian
Bahasa yang umum digunakanSaibatin (resmi)
Agama
Islam
PemerintahanMonarki
Sultan 
• 1101
Radin Kunyayan
• 1980–2011
Sultan Choldin Ismail Balaw
Sejarah 
• Berkembangnya Islam
1101
• Lampung dijajah Belanda
1850
• Pembubaran Daerah Istimewa Sumatra Selatan
sekarang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Asal Mula

Keratuan Balaw didirikan oleh Radin Kunyayan dan istrinya yang bernama Putri Kuning pada tahun 1101. Radin Kunyayan merupakan keturunan Keratuan Pugung Sekala Bekhak dari daerah Ranau. Radin Kunyayan setelah mendirikan keratuan, bergelar Ratu Sai Ngaji Saka. Keratuan Balaw mula-mula berada di daerah Krui pada ujung muara Way Balaw Krui. Pada suatu ketika kemudian pindah ke muara Way Balaw yang sekarang termasuk di dalam wilayah Tiyuh Kedamaian[1].

Tradisi lisan mengenai Keratuan Balaw sebagaimana catatan Marwansyah Warganegara berbeda dengan keterangan Khaldin Balaw. Menurut catatan Marwansyah Warganegara [2], bersamaan dengan masuknya Islam ke Lampung ada tiga orang dari Kerajaan Pajajaran yaitu Ratu Alangkara, Ratu Mungkuk, dan Ratu Jangkung datang di Lampung. Kedatangan mereka dalam rangka mengejar anak gadisnya yang dilarikan orang Lampung. Kata “mengejar” dalam bahasa Lampung adalah bualaw. Anak gadis yang mereka cari tidak ditemukannya. Karena di Pajajaran sudah beralih ke Islam, mereka tidak mau kembali ke Pajajaran tetapi menetap di sekitar Way Awi, Telukbetung. Mereka mendirikan keratuan yang tetap beragama Hindu. Oleh orang Lampung keratuannya disebut Keratuan Balaw.[3]

Tradisi lisan masyarakat keturunan Keratuan Pugung Sekala Berak juga menyebut keberadaan Keratuan Balaw. Di dalam silsilah mengenai keturunan Bujang Ringkeh disebutkan bahwa Bujang Ringkeh Gelar Karai Handak mempunyai empat anak yaitu Raja Sucungkup Alam, Pangeran Raja Mas Unang Dalom, Sang Nata, dan Putri Bungsu Ratu Liba Haji. Pangeran Raja Mas Unang Dalom mempunyai tiga anak yaitu Penyabungan, Putri Dewi, dan Pangeran Nata Diraja. Putri Dewi dikenal juga dengan nama Sangun Kuning atau Putri Kuning. Radin Kunyayan kemudian menikah dengan Putri Kuning. Setelah menikah kemudian mendirikan Keratuan Balaw [4]. Dalam tradisi lisan ini, yang disebutkan keturunan Keratuan Pugung adalah Putri Kuning. Radin Kunyayan mungkin juga merupakan keturunan Keratuan Pugung namun bukan berasal dari garis Bujang Ringkeh.

Radin Kunyayan[5] juga dikenal beberapa pemimpin pengganti Radin Kunyayan yaitu Ratu Mungkuk, Ratu Jang Kuna, Ratu Pujaran, dan Ratu Lengkara. Ratu Lengkara berkuasa pada sekitar abad ke-16. Suatu ketika Ratu Lengkara diajak Raja Banten berkunjung ke Temasik (Singapura). Pada saat itu di Keratuan Balaw terjadi kekacauan yang diakibatkan oleh beberapa putra ratu dari daerah lain untuk memperebutkan putri Ratu Lengkara. Akibat dari peristiwa itu putri Ratu Lengkara dipersunting oleh putra ratu dari Selagai, Lampung Tengah dan Minak Patih Pejurit dari Tulang Bawang. Setelah kekacauan tersebut, beberapa keturunan Ratu Balaw berpencar. Ratu Wira Saka (Rulung Balak/Gedung) mendirikan kampung di Way Sulan. Ratu Minangsi mendirikan kampung di Way Handak (Kalianda, Binting Penengahan), Rulung Ketibung bermukim di Tanjungan (Lampung Selatan), dan Rulung Balaw bermukim di Way Kunang.

Pada sekitar abad ke-18 terjadi perpindahan lagi. Keturunan Ratu Wira Saka di Way Sulan pindah ke Tanjung Iman, keturunan Rulung Ketibung mendirikan pemukiman di Tanjung Agung, dan keturunan Rulung Balaw menetap di Tanjung Hening. Pada tahun 1870 atas prakarsa Pangeran Raja Saka, salah satu keturunan Ratu Balaw, keturunan tersebut bersatu mendirikan perkampungan di Tiyuh Kedamaian.

Peristiwa Balaw tidak hanya diceritakan oleh masyarakat keturunan Keratuan Balaw. Tradisi lisan masyarakat Tulangbawang juga mengisahkan peristiwa Balaw. Pada masa Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Abdulkadir (1596 – 1651), Minak Kemala Bumi dan Minak Paduka menghadap Sultan Banten untuk menyatakan kedaulatan di bawah Banten (siba). Oleh Sultan Banten, Minak Kemala Bumi diperintahkan untuk mengislamkan Balaw. Pada tahun 1645 Minak Kemala Bumi dibantu klan Abung dan Sungkai menyerang Balaw. Ratu Pujajaran, Ratu Mungkuk, Ratu Jangkung, dan Sangguroh dapat dikalahkan selanjutnya Balaw dapat diislamkan. Puteri Kunang kemudian diperisteri oleh Minak Tumenggung Aji Kagungan, Puteri Balaw diperisteri oleh Minak Kemala Bumi, dan Puteri Kembang Dadar diperisteri oleh Dalom Paksi Buay Menyata Tanjungan [6]. Minak Kemala Bumi kemudian bergelar Patih Pejurit.

Perkawinan antara Minak Patih Pejurit juga diceritakan oleh tradisi orang Abung. Ketika terjadi perselisihan antar keratuan di Lampung, Minak Paduka, Minak Kemala Bumi, dan seorang kepala lainnya pergi ke Banten menemui Maulana Hasanuddin. Mereka mempersembahkan pengakuan kekuasaan tertinggi dan pemerintahan atas Tulang Bawang. Hasanuddin tidak bersedia selama di Lampung masih ada Raja Balaw. Ketiga penguasa Lampung tersebut kembali ke Lampung dan mengatur siasat akhirnya menyepakati perjanjian bahwa salah seorang putri Balaw dikawinkan dengan Minak Kemala Bumi.

Ketika ada kesempatan baik mereka membunuh Raja Balaw dan mempersembahkan isteri, anak-anak, dan kekayaan Raja Balaw kepada Sultan di Banten. Oleh Sultan Maulana Hasanuddin atau yang juga disebut Sunan Sabakingking, Minak Paduka diberi gelar Patih Jarumbang dan Minak Kemala Bumi diberi gelar Patih Pejurit. Putri Balaw yang diperistri Minak Kemala Bumi atau Patih Pejurit diambil isteri oleh Sunan Sabakingking. Tetapi tidak lama kemudian dikembalikan lagi kepada Minak Patih Pejurit [7]. Peristiwa Balaw dalam tradisi Tulangbawang berbeda dengan tradisi Abung. Tradisi Tulangbawang menyebutkan peristiwa terjadi pada masa Sultan Abdulkadir (1596 – 1651) sedangkan tradisi Abung menyebut terjadinya peristiwa pada masa Maulana Hasanuddin (1552 – 1580). Proses pindahnya Ratu Balaw menjadi Islam juga terdapat sedikit perbedaan antara tradisi Lampung (Abung dan Tulangbawang) dengan Sajarah Banten. Menurut Sajarah Banten, Ratu Balaw adalah salah seorang penguasa di Lampung yang dengan sukarela masuk Islam. Setelah masuk Islam turut serta membantu Banten dalam rangka menyerang Pakuwan Pajajaran yang masih Hindu[8]. Islamisasi Ratu Balaw tidak melalui cara kekerasan tetapi secara sukarela.

Referensi

  1. ^ (Djubiantono, 2004: 8)
  2. ^ (Marwansyah Warganegara,1994: 15 – 16)
  3. ^ Sejarah Keratuan Balaw di rosim.id
  4. ^ (Tim Penelitian, 2006: 15)
  5. ^ (Djubiantono, 2004: 8 – 10)
  6. ^ (Warganegara, 1975: 13 – 14; Akip, 1976)
  7. ^ (Djajadiningrat, 1983: 130)
  8. ^ (Djajadiningrat, 1983: 130 – 131)