Lakilaponto
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Lakilaponto berasal dari Kerajaan Muna (sekarang Pulau Muna), ia adalah putra Raja Muna VI Sugi Manuru dengan pasangannya Wa Tubapala. Ia menjadi Raja Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh La Bolontio (Kapitan dari Banggai, sebuah kabupaten kepulauan di Sulawesi Tengah sekarang).
Lakilaponto | |
---|---|
Lahir | La Kilaponto 1488 Muna |
Meninggal | 1584 Bau-bau |
Gelar | Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatul Khamis ; Murhum |
Masa jabatan | 1538-1584 |
Suami/istri |
|
Anak |
|
Orang tua | Sugi Manuru(ayah) Wa Tubapala (ibu) |
Kerabat | La Posasu (Raja Muna VIII - gelar: Kobangkuduno)(adik Laki-laki) |
Seorang warga negara Kerajaan Buton, maka wajib bahinya untuk mengabdi pada negerinya. Dari sumber sejarah Selayar diketahui bahwa saat kedatangan La Bholontio, Lakilaponto sedang dalam masa pembuangan di wilayah Selayar akibat masalah internal keluarga. kedatangan Lakilaponto ke Buton atas permintaan Raja Mulae (Raja Buton V); dan selain La Kilaponto, turut pula membantu Opu Manjawari (Raja Selayar). Cerita rakyat menyebutkan bahwa La Bolontio hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan terbuka, La Kilaponto sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu dilakukan di pantai). Dalam situasi itu Lakilaponto kemudian menendang pasir langsung mengenai mata La Bolontio dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, Lakilaponto kemudian dinobatkan sebagai Raja Buton VI.
Setelah menjadi Raja Buton, dengan pertimbangan para petinggi kerajaan Buton,dengan mempertimbangkan konsep pertahanan negara mirip perahu bercadik (sayap), maka dipertimbangkan untuk membuka wilayah militer dan perwakilan pemerintahan, maka dia memutuskan untuk mengakhiri masa pemerintahan Kino di Bombonawulu, dan membuka wilayah baru di wilayah lain Pulau Pancana, yaitu di wilayah Wuna (Moena), dan mengabadikan nama wilayah tersebut menjadi nama kerajaan baru, yakni Kerajaan Muna, dan menunjuk adiknya La Posasu menjadi pimpinan di wilayah tersebut sebagai Lakina (Raja Wilayah Federasi Kesultanan Buton)
Di kemudian hari La Kilaponto kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan Buton I dengan gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis atau lebih dikenal dengan Sultan Murhum dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia memeluk agama Islam. Sejak itu Islam berkembang pesat di Buton.
Silsilah Lakilaponto
Lakilaponto adalah Raja Muna VII, putra Raja Muna VI Sugi Manuru dengan pasangannya Wa Tubapala, dan merupakan keturunan para sugi. Sebagai anak yang tercerdas dan berwibawa dari seorang raja dengan sistem Monarki Absolutisme, sudah jelas bahwa Lakilapontolah yang menjadi putera mahkota untuk kelak menggantikan Sugi Manuru sebagai Raja Muna.
Sepak terjang
Saat menjadi Raja Muna, laki la ponto dikenal sebagai raja masyhur penuh kharisma, seorang pendekar, sang jenderal, berjiwa pejuang, bahkan terbilang cerdas dibidang ketatanegaraan. Kehebatannya dibidang pemerintahan juga dibuktikan dengan kemampuannya menyatukan beberapa kerajaan di Sulawesi Tenggara, yang sebelumnya saling berseteru. Laki la ponto pun memiliki pertalian yang longgar menurut keturunan maupun perkawinan.
Setiap kerajaan yang ia kunjungi, laki la ponto kerapkali mengalami pergantian nama. Penyebutan namanya tergantung pada pemberian masyarakat setempat, yang didasarkan pada latar belakang kehadirannya. Laki la ponto mengakhiri masa pemerintahannya karena wafat tahun 1584 setelah memerintah lebih kurang 46 tahun, sebagai raja Buton VI selama 3 tahun dan sebagai Sultan I selama 43 tahun. Setelah ia meninggal dunia, Sara Kesultanan Buton memilih La Tumparasi (Sangi Boleka) sebagai sultan Buton II dan dilantik pada tahun itu juga. Laki La Ponto merupakan salah satu tokoh besar yang berasal dari Sulawesi Tenggara.
sebagai mana kutipan berikut ‘Adapun tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala dikaruniai Murhum, maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La Kilaponto membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum”.
Lakilaponto sebagai Raja Muna VII
Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru sebagai raja muna. Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa Lakilaponto adalah putra sulung Sugi Manuru dan Wa Tubapala. sebagai anak sulung, dari seorang raja dengan sistem Monarchi Absolutisme, sudah jelas bahwa Lakilaponto-lah yang menjadi putera mahkota untuk kelak menggantikan Sugi Manuru sebagai raja muna.
Lakilaponto pada saat memerintah Kerajaan Muna, menanamkan falsafa atau nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang diajarkan oleh SUGI MANURU yaitu:
- Pobini-biniti kuli, (saling tengang rasa)
- Poangka-angka tau, (Saling harga-menghargai)
- Poma-masigho, (Saling sayang- menyayangi)
- Poadha-adhati. (Saling menghormati)
Keempat prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap warga kerajaan muna dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan lainnya. Lakilaponto juga menyebar luaskan konstitusi Negara kerajaan Muna pada kerjaan-kerajaan yang dipimpinnya Yaitu:
- Hansuru –hansuru badha Sumano kono hansuru liwu (Biarlah badan binasa asal Negara tetap berdiri).
- Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati (kalaupun Negara harus bubar adat tetap harus dipertahankan).
- Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama (Kalupun adat tidak bisa lagi dipertahankan, agama harus tetap ditegakkan).
Falsafah dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh Ayahandanya Raja Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan pada kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh Lakilaponto berikutnya.
Rujukan
Buku sejarah Buton (arsip)