Manajemen kinerja

Revisi sejak 11 Desember 2023 07.16 oleh DSultan01 (bicara | kontrib) (menambahkan faktor faktor manajemen kinerja)

Manajemen kinerja (MK) adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan efisien. Manajemen kienrja bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemen, karyawan, atau bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain.

Baik di tingkatan organisasi ataupun individu, salah satu fungsi kunci dari manajemen adalah mengukur dan mengelola kinerja. Antara gagasan, tindakan dan hasil terdapat suatu perjalanan yang harus ditempuh. Dan barangkali istilah yang paling sering digunakan di keseharian yang menggambarkan perkembangan dari perjalanan tersebut dan juga hasilnya adalah "kinerja" (Brudan 2010).

Kinerja sendiri adalah suatu hal yang berorientasi ke masa depan, disesuaikan spesifik berdasarkan kondisi khusus dari setiap organisasi/individu dan didasarkan atas suatu model kausal yang menghubungkan antara input dan output (Lebas 1995).

Karakteristik Prioritas Kinerja

Makna dan isi dari istilah kinerja secara komprehensif didiskusikan oleh Folan et al (2007), yang menegaskan tiga prioritas dari kinerja:

  • Pertama, kinerja butuh dianalisis berdasarkan setiap entitas di dalam lingkup lingkungan di mana dia beroperasi. Sebagai contoh kinerja suatu perusahaan harusnya dianalisis di lingkup target pasar di mana dia beroperasi dan bukannya yang tidak relevan dengan wilayah operasinya.
  • Kedua, kinerja selalu terkait dengan satu atau lebih tujuan organisasi yang ditentukan oleh organisasi yang mana kinerjanya dianalisis. Oleh karenanya, suatu organisasi mengevaluasi kinerjanya berdasarkan pada tujuan dan target yang ditentukan dan diterima secara internal dan bukannya atas target yang digunakan oleh entitas di luar dirinya.
  • Ketiga, kinerja disaring menjadi karakteristik yang relevan dan bisa dikenali.

Aspek Kinerja

Blumenthal (2003) menyatakan bahwa peningkatan kinerja bisa merupakan hasil perbaikan dari salah satu atau lebih aspek berikut ini:

* Stabilitas organisasi yang terkait apakah layanannya bisa secara konsisten dihantarkan dan organisasi bisa terus bertahan.

* Stabilitas finansial yang terkait dengan kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, semisal, kemampuan untuk membayar tagihan-tagihan. Stabilitas finansial sering kali kurang dihiraukan sebagai perihal yang penting dalam pembangun kapasitas.

* Kualitas program (produk dan layanan) yang didasarkan pada indikator dampak, termasuk riset memadai tentang bagaimana program yang efektif serta sistem pengelolaan hasil keluaran.

* Pertumbuhan organisasi yang didasarkan pada kemampuan mendapatkan sumberdaya dan menyediakan lebih banyak layanan. Secara sendiri, pertumbuhan bukanlan suatu indikator kerja.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Manajemen Kinerja

Pada akhir 1980-an, sistem manajemen kinerja muncul sebagai tanggapan terhadap kelemahan penentuan nilai berdasarkan peringkat. Sebagaimana dinyatakan oleh Amstrong (1984), komponen yang mempengaruhi sistem manajemen kinerja adalah;[1]

  1. Manajemen sumber daya manusia muncul sebagai suatu pendekatan yang strategis dan terpadu terhadap pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia yang bertanggung jawab atas manajemen lini.
  2. Perlunya menemukan suatu pendekatan yang strategis, namun fleksibel untuk mengelola suatu organisasi Perusahaan.
  3. Menyadari bahwa kinerja hanya dapat diukur dan dinilai dengan menggunakan suatu model input-proses-output-outcome, dan fokus pada salah satu.
  4. Perhatian yang diberikan akan ide-ide perbaikan dan pengembangan yang berkelanjutan serta organisasi pembelajaran.
  5. Kesadaran bahwa proses pengelolaan kinerja harus dilakukan oleh manajer lini sepanjang tahun, bukan sebagai acara tahunan yang diatur oleh departemen personalia.
  6. Meningkatkan Kesadaran tentang pentingnya budaya organisasi dan pentingnya memberikan daya dongkrak yang membantu mengubah budaya dan proses organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan.
  7. Meningkatnya kesadaran bahwa mengelola kinerja adalah tanggung jawab setiap anggota organisasi, bukan hanya para manajer, dan bahwa tujuan individu harus diintegrasikan dengan tujuan organisasi.
  8. Mengembangkan konsep kompetensi dan metode untuk menganalisis kompetensi, dan menggunakan analisis ini sebagai dasar untuk menentukan dan mengukur standar kinerja dalam perilaku.
  9. Menyadari bahwa mengelola kinerja adalah tanggung jawab setiap anggota organisasi, bukan hanya manajer.
  10. Ketidakpuasan terhadap hasil yang diperoleh dari pendekatan untuk membayar pekerja berdasarkan kinerja dan meningkatnya keyakinan bahwa sumber masalahnya seringkali adalah sistem yang tidak memadai untuk menilai kinerja

Referensi

  • Brudan, A (2010). "Rediscovering performance management: systems, learning and integration". Measuring Business Excellence. 14 (1). 
  • Folan, P (2007). "Performance: Its meaning and content for today's business research". Computers in Industry. 58 (7). 
  • Lebas, M (1995). "Performance measurement and performance management". International Journal of Production Economics,. 41 (1-3). 
  1. ^ Dharma, Surya (2014). Manajemen Kinerja (dalam bahasa Inggris). 1. Jakarta: Universitas Terbuka. hlm. 29–30. ISBN 978-979-011-658-0.