Nugini Belanda

wilayah sengketa di Oseania
Revisi sejak 12 Desember 2023 17.51 oleh Nononia01 (bicara | kontrib)

Nugini Belanda (bahasa Belanda: Nederlands-Nieuw-Guinea) atau Papua Belanda mengacu pada wilayah Papua yang sebelumnya adalah bagian dari Hindia Belanda hingga tahun 1949, kemudian menjadi wilayah seberang laut dari Kerajaan Belanda dari tahun 1949 hingga 1962. Wilayahnya meliputi apa yang sekarang merupakan enam provinsi paling timur Indonesia, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Barat Daya, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Selatan, yang sebelum tahun 2000 merupakan satu provinsi bernama Provinsi Irian Jaya.

Nugini Belanda

Nederlands-Nieuw-Guinea
1949–1962
Bendera Papua Barat
Bendera Belanda
Bendera Bintang Kejora (1961–1962, sebagai landvlag)
{{{coat_alt}}}
Semboyan"Setia, Djudjur, Mesra"
Lagu kebangsaan"Wilhelmus"

noicon

Hai Tanahku Papua (lagu rakyat, volkslied)
Lokasi Papua Barat
StatusKoloni Kerajaan Belanda (1949–1954)
Wilayah seberang laut Kerajaan Belanda (1954–1962)
Ibu kotaHollandia
Bahasa yang umum digunakanBahasa Belanda (resmi)
Bahasa Melayu Papua (lingua franca)
Bahasa asli Papua
Agama
Kristen (resmi)
Animisme (agama rakyat)
PemerintahanPemerintahan kolonial
Monarki 
• 1949–1962
Juliana
Gubernur 
• 1950–1953 (pertama)
Stephan Lucien Joseph van Waardenburg
• 1958–1962 (terakhir)
Pieter Johannes Platteel
Era SejarahPerang Dingin
• Didirikan
27 Desember 1949
• Dibubarkan
1 Oktober 1962
Luas
420.540 km2 (162.370 sq mi)
Mata uangGulden Nugini Belanda
Didahului oleh
Digantikan oleh
Hindia Belanda
Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sekarang bagian dari Indonesia (Diklaim oleh  Republik Papua Barat)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Sejarah

Latar belakang

Pada tahun 1945, wilayah Hindia Belanda memproklamirkan dirinya menjadi negara Republik Indonesia dan mengklaim seluruh wilayah dari Sumatra hingga Nugini Barat menjadi wilayahnya. Selama Revolusi Indonesia, Belanda melancarkan 'aksi polisi' untuk mengambil wilayah dari Republik Indonesia. Namun, cara yang keras dari Belanda telah menarik ketidaksetujuan antarnegara. Dikarenakan dukungan antarnegara berpindah ke Republik Indonesia, Belanda pada tahun 1949 berhasil untuk bernegosiasi dengan agenda pemisahan Nugini Belanda dari permukiman Indonesia yang lebih luas, dengan nasib wilayah yang disengketakan akan diputuskan oleh penutupan 1950. Namun, Belanda pada tahun-tahun berikutnya bisa berdebat dengan sukses di PBB bahwa penduduk asli Nugini Belanda mewakili kelompok etnis yang terpisah dari masyarakat Indonesia dan dengan demikian tidak boleh diserap ke dalam negara Indonesia.

Sebaliknya, Republik Indonesia, sebagai negara penerus Hindia Belanda, mengatakan Belanda Nugini sebagai bagian dari batas teritorial alam. Sengketa Nugini merupakan salah satu hal penting dalam penurunan cepat hubungan antarnegara Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. Sengketa ini meningkat menjadi konflik militer terbatas pada tahun 1962 setelah Belanda pada tahun 1961 bergerak untuk mendirikan Pemerintah Papua otonom.

Menyusul Pertempuran Laut Aru, Indonesia meluncurkan kampanye infiltrasi yang dirancang untuk menekan Belanda. Menghadapi tekanan diplomatik dari Amerika Serikat, dukungan domestik memudar dan ancaman Indonesia yang terus-menerus untuk menyerang wilayah tersebut, Belanda memutuskan menyetujui untuk melepaskan kendali dari wilayah yang disengketakan pada Agustus 1962, dengan syarat bahwa pemungutan suara untuk menentukan nasib akhir wilayah dilakukan di kemudian hari. Wilayah ini dikelola sementara oleh PBB sebelum dipindahkan ke Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963. Sebuah pemilihan umum, yaitu Pepera, akhirnya digelar pada tahun 1969 tetapi kejujuran dalam pemilu disengketakan.

Pembagian administratif

 
Departemen Papua
Departemen Papua
Departemen Ibu kota Jumlah penduduk (1955)
1. Hollandia Hollandia 57.000
2. Geelvinkbaai Biak 78.000
3. Centraal Nieuw-Guinea Biak 52.000
4. Zuid Nieuw-Guinea Merauke 78.000
5. Fak-Fak Fak-Fak 28.000
6. West Nieuw-Guinea Sorong-Doom 95.000
Jumlah: -- 420.000

Lihat pula

Referensi

Bacaan terkait

Bahasa Inggris

  • Bone, Robert C. The Dynamics of the Western New Guinea (Irian Barat) Problem (Cornell U.P. 1958)
  • Finney, B.R. "Partnership in developing the New Guinea Highlands 1948–68," Journal of Pacific History 5 (1970),
  • Henderson, William, West New Guinea. The dispute and its settlement (1973).
  • Lijphart, Arend, The trauma of decolonization. The Dutch and West New Guinea (New Haven 1966).
  • Markin, Terence. The West Irian Dispute (U of Michigan Press, 1996).
  • Penders, C.L.M., The West New Guinea debacle. Dutch decolonisation and Indonesia 1945–1962, Leiden 2002 KITLV
  • Ploeg, Anton. "Colonial land law in Dutch New Guinea," Journal of Pacific History (1999) 34#2 pp 191–203
  • Pouwer, Jan. "The colonisation, decolonisation and recolonisation of West New Guinea," Journal of Pacific History (1999) 34#2 pp 157–79
  • Saltford. John. The United Nations and the Indonesian Takeover of West Papua, 1962–1969 (2003)

Bahasa Belanda

  • Doel, H.W. van den, Afscheid van Indië. De val van het Nederlandse imperium in Azië (Amsterdam 2001).
  • Drooglever, P.J., Een daad van vrije keuze. De Papoea’s van westelijk Nieuw-Guinea en de grenzen van het zelfbeschikkingsrecht (Amsterdam 2005).
  • Huydecoper van Nigteveld, J.L.R., Nieuw-Guinea. Het einde van een koloniaal beleid (Den Haag 1990)
  • Gase, Ronald, Misleiding of zelfbedrog. Een analyse van het Nederlandse Nieuw-Guinea-beleid aan de hand van gesprekken met betrokken politici en diplomaten (Baarn 1984).
  • Geus, P.B.R. de, De Nieuw-Guinea kwestie. Aspecten van buitenlands beleid en militaire macht (Leiden 1984).
  • Jansen van Galen, John, Ons laatste oorlogje. Nieuw-Guinea: de Pax Neerlandica, de diplomatieke kruistocht en de vervlogen droom van een Papoea-natie (Weesp 1984).
  • Klein, W.C. e.a., Nieuw-Guinea, 3 dln. (Den Haag 1953/1954).
  • Meijer, Hans, Den Haag-Djakarta. De Nederlands Indonesische betrekkingen 1950–1962 (Utrecht 1994).
  • Idem, "`Het uitverkoren land'. De lotgevallen van de Indo-Europese kolonisten op Nieuw-Guinea 1949–1962", Tijdschrift voor Geschiedenis 112 (1999) 353–384.
  • Schoorl, Pim (red.), Besturen in Nederlands-Nieuw-Guinea 1945 -1962 (Leiden, 1996).
  • Smit, C., De liquidatie van een imperium. Nederland en Indonesië 1945–1962 (Amsterdam 1962).
  • van Holst-Pellekaan, R.E., de Regst, I.C. and Bastiaans, I.F.J. (ed.), Patrouilleren voor de Papoea's: de Koninklijke Marine in Nederlands Nieuw-Guinea 1945–1960 (Amsterdam, 1989).
  • Vlasblom, Dirk, Papoea. Een geschiedenis (Amsterdam 2004).
  • Wal, Hans van de, Een aanvechtbare en onzekere situatie. De Nederlandse Hervormde Kerk en Nieuw-Guinea 1949–1962 (Hilversum 2006).

Pranala luar