Indonesia Raya
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
"Indonesia Raya" merupakan lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini menjadi salah satu titik kelahiran pergerakan nasionalis di seluruh Nusantara yang mendukung ide "Indonesia" yang satu sebagai penerus Hindia Belanda, daripada dipecah belah menjadi beberapa koloni.
Lagu kebangsaan Indonesia | |
Alias | Indonesia Raja (pra-EYD) |
---|---|
Penulis lirik | Wage Rudolf Supratman, 1924 |
Komponis | Wage Rudolf Supratman, 1924 |
Penggunaan | 17 Agustus 1945 |
Sampel audio | |
Indonesia Raya
(tataan simfoni Jozef Cleber) |
Lagu ini digubah oleh Wage Rudolf Soepratman pada tahun 1924 dan kemudian diperkenalkan di depan khalayak pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta).[1] Koran Tionghoa berbahasa Melayu, Sin Po, edisi 10 November 1928 diterbitkan.[2] Setelah beberapa kali mengalami perubahan, lagu "Indonesia Raya" diputar dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seusai pembacaan Teks Proklamasi oleh Soekarno.[3] Lagu "Indonesia Raya" yang gubahannya sempat ditinjau ulang kemudian diatur keabsahannya sebagai lagu kebangsaaan dalam PP No. 44 Tahun 1958. Keabsahannya sebagai lagu kebangsaan dikukuhkan lebih jauh dengan ditetapkannya amandemen kedua UUD 1945 yang memasukkan butir "Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya" dalam Pasal 36B, dan juga disahkannya UU No. 24 Tahun 2009.
"Indonesia Raya" selalu dimainkan dan dinyanyikan pada upacara bendera, yaitu pada saat pengibaran atau penurunan Bendera Sang Merah Putih, terutama pada upacara Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Bendera Negara harus dinaikkan atau diturunkan dengan khidmat serta dengan tarikan dan uluran yang diatur sedemikian agar bendera mencapai puncak tiang bendera ketika lagu berakhir. Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.[4] Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" juga wajib diputar di setiap stasiun televisi dan radio[5] sebelum pembukaan stasiun televisi dan radio, atau antara pukul 04:00 WIB dan 06:00 WIB.
Sejarah
Ketika mempublikasikan "Indonesia Raya" tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan "lagu kebangsaan" di bawah judul "Indonesia Raya". Teks lagu "Indonesia Raya" dipublikasikan pertama kali oleh suratkabar Sin Po, sedangkan rekaman pertamanya dimiliki oleh seorang pengusaha bernama Yo Kim Tjan.
Setelah dikumandangkan tahun 1928 di hadapan para peserta Kongres Pemuda Kedua dengan biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda segera melarang penyebutan lagu kebangsaan bagi "Indonesia Raya". Meskipun demikian, para pemuda tidak gentar. Mereka menyanyikan lagu itu dengan mengucapkan "Mulia, Mulia!" (bukan "Merdeka, Merdeka!") pada refrein. Akan tetapi, tetap saja mereka menganggap lagu itu sebagai lagu kebangsaan.[6] Selanjutnya lagu "Indonesia Raya" selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu Kebangsaan perlambang persatuan bangsa.
Naskah pada koran Sin Po (1928)
Lagu "Indonesia Raya" diciptakan oleh WR Supratman dan dikumandangkan pertama kali di muka umum pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 di Jakarta (pada usia 25 tahun), dan disebarluaskan oleh koran Sin Po pada edisi bulan November 1928. Naskah tersebut ditulis oleh WR Supratman dengan Tangga Nada C (natural) dan dengan catatan Djangan Terlaloe Tjepat, sedangkan pada sumber lain telah ditulis oleh WR Supratman pada Tangga Nada G (sesuai kemampuan umum orang menyanyi pada rentang a - e) dan dengan irama Marcia, Jos Cleber (1950) menuliskan dengan irama Maestoso con bravura (kecepatan metronome 104).[7]
Aransemen simfoni Jos Cleber (1950)
Secara musikal, lagu ini telah dimuliakan — justru — oleh orang Belanda (atau Belgia) bernama Jos Cleber (pada waktu itu ia berusia 34 tahun) yang tutup usia tahun 1999 pada usia 83 tahun. Setelah menerima permintaan Kepala Studio RRI Jakarta adalah Jusuf Ronodipuro sejak pada tahun 1950, Jos Cleber pun menyusun aransemen baru, yang penyempurnaannya ia lakukan setelah juga menerima masukan dari Presiden Soekarno.
Rekaman asli (1950) dan rekam ulang (1997)
Rekaman asli dari Jos Cleber sejak pada tahun 1950 dari Jakarta Philharmonic Orchestra dimainkan perekaman secara bersuara stereo di Bandar Lampung sejak peresmian oleh Presiden Soeharto sejak pada tanggal 1 Januari 1992 dan direkam kembali secara digital di Australia sejak bertepatan pada Kerusuhan Mei 1998 yang diaransemen oleh Jos Cleber yang tersimpan di RRI Jakarta oleh Victoria Philharmonic Orchestra di bawah konduktor oleh Addie Muljadi Sumaatmadja yang berkerjasama oleh Twilite Orchestra yang diletak debut album pertama oleh Simfoni Negeriku yang durasi selama 1-menit 47-detik.[7]
Lirik asli, ejaan 1958, dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Lirik asli (1928)INDONESIA RAJA[6] I Indonesia, tanah airkoe, II Indonesia, tanah jang moelia, III Indonesia, tanah jang soetji, Refrain Indones', Indones', |
Lirik resmi (1958)INDONESIA RAJA[8] I Indonesia tanah airku, II Indonesia, tanah jang mulia, III Indonesia, tanah jang sutji, Refrain Indonesia Raja, |
Lirik modernINDONESIA RAYA[9] I Indonesia tanah airku, II Indonesia, tanah yang mulia, III Indonesia, tanah yang suci, Refrain Indonesia Raya, |
Notasi
Berikut adalah notasi lagu versi aransemen Jos Cleber yang termuat pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958.
Aturan lagu Kebangsaan
Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958[10] dan Undang-Undang Nomor: 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Namun kewajiban untuk memperdengarkan lagu kebangsaan tersebut hanya berlaku untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dimana seluruh warga diwajibkan untuk mendengarkan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" untuk menghormati jasa pahlawan pada jam 10:00 WIB sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 29/SE/V/2021 dan lagu kebangsaan tersebut disiarkan dua kali di seluruh jaringan TV dan radio di seluruh DI Yogyakarta. Lalu, lagu kebangsaan didengarkan pada saat upacara bendera di seluruh ruang publik DIY seperti tempat kerja, sekolah dan fasilitas umum.[11] Di sisi lain, lagu kebangsaan ini wajib disiarkan pukul 10:00 waktu setempat di seluruh stasiun RRI di Indonesia, selain memutar lagu kebangsaan itu baik saat memulai siaran (pukul 05:00 waktu setempat) maupun pukul 06:00 WIB (khusus untuk RRI Programa 3 dan stasiun RRI lain yang bersiaran 24 jam).
Protokol
"Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat"
- Pasal 62 UU Nomor 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
Yang dimaksud dengan ”berdiri tegak dengan sikap hormat” pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/dinyanyikan adalah berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan merapat pada paha disertai pandangan lurus ke depan.[12] Mereka yang berpakaian seragam dari sesuatu organisasi, memberi hormat dengan cara yang telah ditetapkan untuk organisasi itu.[13]
Penggunaan
Lagu kebangsaan "Indonesia Raya" diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:
a. Untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia
b. Untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara;
c. Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah;
d. Dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah;
e. Untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi;
f. Dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan
g. Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.[14]
Lagu kebangsaan juga dapat diperdengarkan/dinyanyikan untuk keperluan lain selain yang disebut diatas. Diantaranya yaitu untuk mengekspresikan rasa kebangsaan, patriotisme, dan/atau nasionalisme.
Lagu kebangsaan juga dapat diperdengarkan/dinyanyikan saat memulai acara yang diadakan oleh organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, partai politik, dan/atau instansi/yayasan/kelompok masyarakat lainya. Yang dimaksud dengan "acara" yaitu seperti Wisuda, kompetisi ilmu pengetahuan, debat, rapat, acara peresmian, dan pada saat memulai acara atau kegiatan lainya yang secara signifikan lokasinya/situasinya layak untuk diperdengarkan/dinyanyikan lagu kebangsaan tersebut.
Larangan
DILARANG:
a. Mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, katakata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;
b. Memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.[15]
Kontroversi
Pada saat menjelaskan hasil Festival Film Indonesia (FFI) 2006 yang kontroversial dan pada kompas tahun 1990-an, Remy Sylado, seorang budayawan dan seniman senior Indonesia mengatakan bahwa lagu "Indonesia Raya" merupakan jiplakan dari sebuah lagu yang diciptakan tahun 1600-an berjudul "Lekka Lekka Pinda Pinda". Kaye A. Solapung, seorang pengamat musik, menanggapi tulisan Remy dalam harian Kompas tanggal 22 Desember 1991. Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam sastra musik, ada lagu "Lekka Lekka Pinda Pinda" di Belanda, begitu pula "Boola-Boola" di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya, lagu "Boola-boola" dan "Lekka Lekka" tidak sama persis dengan "Indonesia Raya", karena hanya delapan ketukannya yang sama. Begitu juga dengan penggunaan akor yang jelas berbeda. Oleh karena itu, ia menyimpulkan bahwa "Indonesia Raya" tidak menjiplak dari mana pun.[16]
Lihat pula
Referensi
- ^ "Indonesia – Indonesia Raya". NationalAnthems.me. Diakses tanggal 27 November 2011.
- ^ "National Geographic Indonesia Pewarta Melayu-Tionghoa di era pergerakan nasional". Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2011.
- ^ Tim Detikcom (16 Agustus 2021). "Lagu Indonesia Raya: Sejarah Singkat dan Lirik Lengkap". detikcom. Diakses tanggal 8 Januari 2022.
- ^ Pasal 62 UU Nomor: 24 tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.
- ^ "Televisi dan Radio Wajib Memutar Lagu "Indonesia Raya"".
- ^ a b Panitia Penyusun Naskah Brosur Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1972, hlm. 28–30
- ^ a b Lagu Indonesia Raya
- ^ Panitia Penyusun Naskah Brosur Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1972, hlm. 54–55
- ^ Sularto 1982, hlm. 44–46
- ^ "Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1958". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-10. Diakses tanggal 2007-01-31.
- ^ Karya pewarta (18 Mei 2021). "Sultan HB X Terbitkan Edaran Wajib Dengarkan Indonesia Raya". CNN Indonesia. Jakarta: Warner Bros. Discovery Asia-Pacific – via Trans Media.
- ^ Romawi II, Penjelasan atas UU RI nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
- ^ Pasal 9 Bab V Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
- ^ Pasal 59 UU nomor 24 tahun 2009
- ^ Pasal 64 UU 24 tahun 2009
- ^ Remy Silado, Debat Lama Indonesia Raya Menjiplak[pranala nonaktif permanen], surya.net
Pranala luar
- Indonesia Raya oleh Orkestra Twilite dan Korsik TNI dengan konduktor: Addie MS
- Indonesia Raya versi Lembaga Propaganda Militer Jepang 1945 di YouTube
- Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
- Undang-undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan