Perang Aceh-Batak (1539)

artikel daftar Wikimedia

Perang Aceh-Batak adalah perang Kesultanan Aceh melawan Raja Batak (Tamiang) yang dimulai pada abad ke-16 lebih tepatnya di tahun 1539.

Perang Aceh-Batak (1539)
Tanggal1539
LokasiTamiang, Aceh Tamiang
Hasil Kemenangan besar Kesultanan Aceh, Kesultanan Aceh menganeksasi wilayah Kerajaan Batak sampai perbatasan di sekitar Danau Toba.
Pihak terlibat
Kesultanan Aceh Kesultanan Aceh Kerajaan Batak
Tokoh dan pemimpin
Kesultanan Aceh Sultan Alauddin al-Qahhar Anggi Sory Timur Raya

Kemenangan Aceh

Hancurnya kapal-kapal Aceh di suatu tempat antara Sei Kuruk (Tondacur) dan Peunaga (Penacao) akibat serangan dari Raja Batak, menjadi titik balik yang menentukan bagi pasukan Aceh. Ketiadaan moda transportasi air yang memungkinkan mereka mundur ke wilayah Aceh melalui jalur perairan membuat pasukan Aceh untuk bertahan habis-habisan di satu benteng di Peunaga (Penacao). Posisi pasukan Aceh yang strategi, kerajaan Batak Menanggapi serangan Kesultanan Aceh melemah tampaknya membuat pasukan Batak sangat percaya bahwa kemenangan akan segera bisa diraihnya. Keyakinan yang berlebihan itu kiranya yang menjadikan pasukan Batak berkurang kewaspadaannya. Hingga akhirnya mereka dikejutkan oleh perangkap ranjau dan serangan balik pasukan Aceh yang telah terkepung di Benteng Peunaga (Penacao) selama 23 hari yang menyebabkan kedua belah pihak mengalami masa-masa tenang.

Kemudian sampai disuatu pagi mata-mata batak menangkap empat nelayan yang mengaku melihat bahwa setidaknya ada 68 kapal layar yang diselimuti dengan bendera dan panji-panji sutra dari tengah sungai menuju ke samping Penacao adalah armada yang sama dengan yang di kirim Sultan Aceh dalam perang melawan Sornau, Raja Siam. Raja Batak menyadari bahwa kekuatan negeri Aceh tumbuh lebih cepat dibanding kekuatan negerinya, sehingga Raja Batak disarankan untuk menarik bala tentaranya dan tidak perlu membuang-buang waktu lagi karena kekuatan Raja Aceh yang saat itu jauh lebih besar dari kekuatan Raja Batak. Akhirnya Raja batak kembali ke Panaju dan membubarkan seluruh pasukannya. Lalu berangkat ke hulu sungai menaiki kapal lanchara kecil menuju kota Pachissaru. Ia mengasingkan diri selama 14 hari dan tinggal di sebuah pagoda kecil yang didedikasikan bagi Dewa Guinassero (dewa kesedihan), seolah-olah ia sednag menjalankan novena.[1]

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0