Pertja Barat
Pertja Barat adalah surat kabar berbahasa Melayu yang terbit pertama kali di Padang pada 1890. Pendirinya adalah Lie Bian Goan.[1] Percetakannya dilakukan di Snelpersdrukkerij Insulinde. Pada 1 Januari 1898, Dja Endar Moeda bergabung sebagai editor, lalu membeli surat kabar ini berikut percetakannya pada 1905. Ia dibantu oleh Dja Endar Boengsoe di meja redaksi dan H.A Gani di bagian administrasi. Mereka berkantor di Pondok, Padang.[2]
Organ dari Segala Bangsa | |
Tipe | Surat kabar harian |
---|---|
Pendiri | Lie Bian Goan |
Pemimpin redaksi | Dja Endar Moeda |
Didirikan | 1890 |
Bahasa | Bahasa Indonesia |
Berhenti publikasi | 1912 |
Pusat | Administratie Pondok, Padang |
Negara | Indonesia |
Kota | Padang |
Meski terbit di Padang, Pertja Barat punya agen di beberapa negara, seperti "Agent boeat Nederland Algemeen Exp. B.J. Rubben & Co. Amsterdam-Boeat Frankrikl, Engeland, Belgia en kolonien: John F Jones & Co. Parijs, Rue Du Faubourg Montmartre 31 bis."[2]
Surat kabar ini terbit tiap Selasa, Kamis, dan Sabtu, kecuali pada hari besar. Pertja Barat dijual dengan harga langganan satu tahun f8, enam bulan f4, tiga bulan f2, dan satu bulan f0,75.[2] Surat kabar ini mengusung jargon "Organ dari Segala Bangsa". Pada 1911, Pertja Barat tersandung oleh kasus delik pers dan kepemimpinannya diambil alih oleh Dja Endar Bongsoe. Pada 11 Agustus 1911, Dja Endar Bongsoe mendadak meninggal. Redaksi Pertja Barat dipegang oleh anak Dja Endar Moeda, Kamaruddin, yang hanya mampu menyelamatkan surat kabar ini sampai 1912.
Menurut buku Seabad Pers Kebangsaan, 1907–2007, kekuatan surat kabar ini adalah kritik yang tersisip pada tiap-tiap artikel dan beritanya. Kritik ditulis dengan gaya satire dan sindiran, mulai dari kebijakan pemerintah, keadaan masyarakat, budaya, dan hal-hal yang jamak dalam hidup sehari-hari.[2]
Pada edisi 27 Juni 1911, misalnya, surat kabar mengkritik nasib guru atau engku di Padang pada zaman itu yang gajinya kecil dan mengalami kesulitan ekonomi. Padahal, guru pada saat itu merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah. Pertja Barat mengkritik pemerintahan saat itu yang tidak memberi para guru fasilitas yang layak.[2]
Referensi
- ^ Yamamoto, Nobuto (2019-09-16). Censorship in Colonial Indonesia, 1901–1942 (dalam bahasa Inggris). BRILL. ISBN 978-90-04-41240-8.
- ^ a b c d e Rahzen 2007, hlm. 17-19.
Daftar pustaka
- Rahzen, Taufik; et al. (2007). Seabad Pers Kebangsaan: Bahasa Bangsa, Tanahair Bangsa. Jakarta: I:Boekoe. ISBN 978-979-1436-02-1.