Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh Abiedestar (Kontrib • Log) 244 hari 606 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004 yang diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk periode tahun 2004 hingga 2009. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan umum ini diselenggarakan selama 2 putaran pada 5 Juli dan 20 September 2004, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2004 | ||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
5 Juli 2004 (putaran pertama) 20 September 2004 (putaran kedua) | ||||||||||||||||||||
Kandidat | ||||||||||||||||||||
Hasil suara
| ||||||||||||||||||||
Peta persebaran suara
Hasil putaran kedua: calon dengan mayoritas suara di setiap provinsi. SBY-JK: biru; Mega-Hasyim: merah. | ||||||||||||||||||||
|
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Presiden petahana, Megawati Soekarnoputri menduduki jabatan presiden setelah pemakzulan pendahulunya, Abdurrahman Wahid dari posisi tersebut. Pencalonan Megawati dalam pemilihan presiden diikuti oleh empat kandidat lain termasuk wakil presiden petahana, Hamzah Haz. Pada putaran pertama, mantan menteri kabinet dan purnawirawan jenderal Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan hasil terbanyak, diikuti oleh Megawati. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mengalahkan Megawati dengan persentase suara 60.62% dari seluruh surat suara sah pada putaran kedua. Ia kemudian dilantik sebagai presiden keenam Indonesia pada 20 Oktober 2004.
Peraturan
Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum legislatif. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara suara secara nasional atau 3% kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Apabila tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.
Latar Belakang
Pada pemilihan umum legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memenangkan kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan menjadi fraksi terbesar di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), badan legislatif yang bertanggung jawab untuk memilih presiden Indonesia. PDI-P dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Pendukung Megawati memperkirakan bahwa Megawati akan dipilih sebagai presiden oleh MPR, namun Megawati gagal untuk merebut suara dari partai-partai lain kecuali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lawan dari Megawati pada saat itu adalah Presiden B. J. Habibie, yang menjabat sebagai presiden pada Mei 1998, namun membatalkan pencalonannya pada pemilihan tahun 1999 dikarenakan pidato kebangsaannya ditolak oleh MPR.
PKB, yang dipimpin oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU), telah menyatakan dukungannya untuk mendukung Megawati sebagai Presiden. Namun, semakin terlihat bahwa Megawati tidak memiliki dukungan yang cukup terhadap pencalonannya. Ditambah, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais dan koalisi Poros Tengahnya yang berisi partai reformasi dan partai Islam, mulai mendorong pencalonan Gus Dur.[1] Gus Dur pada akhirnya memenangkan pemilihan presiden, sementara Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden.[2] Sebagai presiden, Gus Dur mencabut banyak peraturan yang disahkan pada masa Orde Baru yang mendiskriminasi Orang Tionghoa Indonesia. Peraturan-peraturan yang dicabut diantaranya adalah larangan penggunaan Aksara Han dan gambar pajangan terkait pada kebudayaan Tiongkok. Akibat dari pencabutan peraturan-peraturan tersebut, banyak partai politik mulai mencoba meraup dukungan dari Orang Tionghoa Indonesia dengan menampilkan Aksara Han pada bahan kampanye mereka.[3]
Setelah pemakzulan Abdurrahman Wahid oleh MPR pada Juli 2001, MPR menaikkan posisi Megawati sebagai presiden. Megawati ditugaskan untuk menyelesaikan masa tugas lima tahun Gus Dur yang berakhir pada Oktober 2004.[2] Pada sidang tahunan masa 2002, MPR menambahkan beberapa amandemen pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,[4] termasuk menghapus 38 kursi khusus untuk militer di DPR, dan amandemen untuk memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Proses pemilihan presiden akan melibatkan partai politik yang mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan opsi terdapat putaran kedua.[5]
Kandidat
Kandidat yang mendaftar
Pada Desember 2003 International Foundation for Electoral Systems (IFES) memulai survei pelacakan untuk menilai popularitas kandidat potensial. Survei tersebut berlanjut hingga awal putaran pertama pemilihan pada 5 Juli dan memasukkan tiga belas kandidat calon presiden. Survei IFES pertama mengindikasikan Presiden Megawati Soekarnoputri akan memperoleh suara terbanyak. Namun, pada Pemilihan umum legislatif pada April 2004, purnawirawan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono memimpin setelah Ia mundur dari kabinet Megawati pada bulan Maret. Kandidat potensial lainnya termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung dan Sultan Yogyakarta, Hamengkubuwana X.[7] Hasil dari pemilihan legislatif menunjukkan partai politik mana saja yang dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hanya partai politik dengan suara minimal 5% atau kursi di DPR sebanyak 3% (17 dari 550 kursi) yang diperbolehkan mencalonkan pasangan calon. Partai politik yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi salah satu syarat tersebut. Terdapat tujuh partai politik yang memenuhi kriteria, diantaranya: Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak mencalonkan pasangan calon, namun kemudian memberikan dukungannya kepada PAN.[8]
Sebanyak 6 pasangan calon yang mendaftarkan diri diantaranya adalah:
- Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa);
- Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional);
- Hamzah Haz dan Agum Gumelar (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan);
- Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan);
- Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia); dan
- Wiranto dan Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar final para pasangan calon pada 13 Mei. Setelah pengumuman tersebut, seluruh kandidat diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan medis. Pada 22 Mei, KPU mengumumkan bahwa pasangan calon dari PKB, mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim dinyatakan tidak lolos dari pemeriksaan medis dikarenakan Abdurrahman Wahid gagal pada pemeriksaan mata.[8] Awalnya Ia meminta pendukungnya untuk tidak memilih pada hari pemilihan presiden namun memutuskan untuk meralat pernyataan tersebut setelah adanya desakan dari partai.[9][10]
Kandidat resmi
Wiranto dan Salahuddin Wahid
01 | ||
Pasangan Calon Partai Golongan Karya | ||
Wiranto | Salahuddin Wahid | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (1999–2000)
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (1998–1999) |
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1998–1999) | |
23,82% | ||
Kampanye |
Golkar sebelumnya telah memenangkan pemilihan legislatif setelah kalah dari PDI-P lima tahun sebelumnya. Golkar mencalonkan Jenderal purnawirawan Wiranto dan Salahuddin Wahid, anggota MPR dan wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 1 pada surat suara.[11]
Wiranto merupakan Ajudan mantan Presiden Soeharto di tahun 1989-1993. Pada masa tersebut, Wiranto secara cepat naik pangkat hingga mendapatkan pangkat Jenderal dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).[12] Ketika kerusuhan terjadi di seluruh penjuru negeri di tahun 1998 terhadap kepemimpinan Soeharto, Wiranto menolak untuk mengambil alih kendali untuk menghindari kematian dari para pelajar perguruan tinggi yang sedang berdemonstrasi. Di tahun 1999m selagi Timor Timur mengadakan referendum secara independen, Wiranto dituduh terlibat dalam kekerasan antar warga Timor Timur bersama para perwira lainnya; namun, Interpol tidak pernah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Wiranto.[13] Di bawah Presiden Abdurrahman Wahid, Wiranto menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan namun kemudian diberhentikan. Pada 20 April 2004, Konvensi Golkar memilih untuk mencalonkan Wiranto dibandingkan Ketua DPR Akbar Tanjung dalam pemungutan suara putaran kedua.[12]
Pada 9 Mei, Golkar memilih Salahuddin Wahid (yang juga dikenal sebagai Gus Sholah) sebagai calon wakil presiden setelah didukung oleh kakaknya, Abdurrahman.[14] Dikarenakan Salahuddin juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Nahdlatul Ulama (NU), banyak anggita NU mengkritisi pencalonan Salahuddin yang tidak sesuai dengan khittah NU, yang memastikan status NU sebagai organisasi non politik.[15] Dengan pencalonan tersebut, pimpinan PKB secara resmi mendukung pasangan Wiranto-Salahuddin pada pemilihan presiden.[12]
Posisi Salahuddin dalam Komite Nasional Hak Asasi Manusia juga membantu reputasi Wiranto. Namun, karena kedua calon berlatar belakang Jawa, mereka tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa.[12]
Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi
02 | ||
Pasangan Calon Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan | ||
Megawati Sukarnoputri | Hasyim Muzadi | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Presiden Indonesia Ke-5 (2001–2004) | Ketua Umum Nahdlatul Ulama (1999–2010) | |
Kampanye |
Presiden petahana Megawati Soekarnoputri merupakan kandidat terkuat PDI-P. Megawati dipasangkan dengan calon wakil presiden Hasyim Muzadi, ketua umum organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 2 pada surat suara.[11]
Menurut laporan yang dirilis oleh National Democratic Institute for International Affairs, Megawati memiliki "beban unik karena menjadi satu-satunya kandidat dalam pemilu yang bertanggung jawab atas situasi saat ini yang tidak disukai oleh sebagian besar pemilih" walaupun beberapa calon lain juga merupakan bagian dari pemerintahan tersebut.[16] Namun, ketidakpuasan masyarakat terhadap kepresidenannya terutama disebabkan oleh kegagalan pemerintah mengkomunikasikan pencapaian Megawati dibandingkan dengan keadaan negaran itu sendiri.[17] PDI-P berada di posisi kedua perolehan suara terbanyak pada pemilihan legislatif dengan 18.5% suara, berkurang setengah dari 33.7% yang PDI-P raih di tahun 1999.[18]
Hasyim Muzadi sebelumnya telah disebut sebagai kandidat pasangan bagi Megawati sejak November 2003.[19] Pencalonan Hasyim secara resmi diumumkan oleh Megawati pada 6 Mei.[20] Sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Nahdlalut Ulama, Hasyim juga dikritisi oleh banyak anggota NU karena tidak patuh terhadap khittah organisasi dan prinsip netralitas NU dalam politik.[15] Cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid mendesak Hasyim untuk mundur dari posisi ketua umum setelah pengumuman pencalonannya.[21]
Kedua kandidat memiliki latar belakang Jawa yang tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa.[12] Namun, status pasangan calon sebagai warga biasa menarik dukungan dari masyarakat yang tidak mendukung calon dengan latar belakang militer, dan keduanya diperkirakan dapat menarik suara dari pemilih sekuler dan religius.[22]
Amien Rais dan Siswono Yudo Hudono
03 | ||
Pasangan Calon Partai Amanat Nasional | ||
Amien Rais | Siswono Yudo Husodo | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (1999–2004) | Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (1993–1998) | |
Kampanye |
PAN mencalonkan Amien Rais, ketua MPR, sebagai calon presiden mereka. Amien Rais didampingi oleh Siswono Yudo Husodo. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 3 pada surat suara.[11]
Amien Rais sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua Muhammadiyah. Tetapi, walaupun dengan latar belakang pernah memimpin organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, PAN yang didirikan oleh Amien Rais setelah pengunduran diri Presiden Soeharto sebagai sebuah partai politik bukan berasaskan keagamaan. Amien Rais kemudian menjadi figur berpengaruh pada awal masa reformasi dan pada akhirnya terpilih untuk memimpin MPR.[23] Diantara para pemilih, Amien Rais dipandang sebagai kandidat yang tidak memiliki hubungan dengan korupsi yang menjadi wabah di dalam pemerintahan Indonesia. Para pemilih juga menganggap Amien Rais sebagai seseorang yang ambisius dan dikenal sebagai seorang orator.[16] Partai PAN pimpinan Amien Rais menerima 6.4% suara pada pemilihan umum legislatif.[18]
Di sisi lain, Siswono Yudo Husodo merupakan figur baru dalam dunia politik. Ia menjabat sebagai ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan beberapa posisi menteri pada akhir masa kepresidenan Soeharto.[22] Siswono merupakan kandidat dengan kekayaan terbanyak di antara kandidat calon presiden dan wakil presiden menurut laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).[24]
Seperti Megawati dan Hasyim, Amien dan Siswono tidak diharapkan dapat menarik banyak pemilih yang bukan orang Jawa. Kedua pasangan calon tersebut juga didukung oleh PKS, partai ketujuh yang berhak untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden namun tidak mencalonkan, bersama dengan partai politik kecil lainnya.[22]
Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
04 | ||
Pasangan Calon Partai Demokrat | ||
Susilo Bambang Yudhoyono | Jusuf Kalla | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (2001–2004) | Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2001–2004) | |
Kampanye |
The rapid rise in Susilo Bambang Yudhoyono's (center) popularity helped the Democratic Party garner 7.45% of votes during the April 2004 legislative election.
The Democratic Party, supported by PKPI and PBB, nominated retired General Susilo Bambang Yudhoyono for its presidential candidate. He was later joined by Jusuf Kalla as running mate, and the pair was assigned the number 4 for its ballot.[26]
Susilo Bambang Yudhoyono served in the cabinets of two previous administrations. While serving as Coordinating Minister for Political, Social and Security Affairs under Abdurrahman Wahid, he refused an order to declare a state of emergency that would have stopped the parliamentary process to impeach the President and was subsequently dismissed.[27] Yudhoyono was nominated for vice president after the MPR selected Megawati to succeed Abdurrahman Wahid, but he lost the election to PPP Chairman Hamzah Haz and DPR Speaker Akbar Tanjung.[28] He reprised his prior cabinet position in Megawati's administration but resigned on 1 March 2004 to join the race for the presidency.[29] The Democratic Party, established as a vehicle for Yudhoyono's political career by secular nationalists who saw the potential of his leadership,[28] received 7.45% of votes and 10% of DPR seats in the April legislative election.[30]
Yudhoyono's running mate was Jusuf Kalla, a wealthy Bugis businessman and member of Golkar who served as Coordinating Minister for People's Welfare under Megawati.[31] He mediated two separate peaceful resolutions to inter-religious conflicts between Christians and Muslims in his native Sulawesi in 2001 and Maluku in 2002.[32][33] Kalla joined Golkar's selection process for the party's presidential nominee in August 2003 but withdrew his candidacy days before the party convention the following April.[34][35] Several days later, he resigned his cabinet position and announced his alliance with Yudhoyono.[31] Kalla was also seen as a potential vice-presidential candidate for the incumbent Megawati.[36]
The combination brought together two men with very different backgrounds that added to the attractiveness of their ticket. Yudhoyono, who was raised in densely populated Java, is seen as more secular and has a military background. On the other hand, Kalla is a devout Muslim who grew up in the outer province of South Sulawesi and came from a civilian background.[31]
Hamzah Haz dan Agum Gumelar
05 | ||
Pasangan Calon Partai Persatuan Pembangunan | ||
Hamzah Haz | Agum Gumelar | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Wakil Presiden Indonesia Ke-9 (2001–2004) | Menteri Perhubungan (2001–2004) | |
Kampanye |
Incumbent Vice President Hamzah Haz was the presidential nominee of the PPP. He was joined by Minister of Transportation Agum Gumelar for the vice-presidential candidate. The pair was assigned the number 5 for its ballot.[37]
Hamzah Haz was elected vice president by the MPR after defeating DPR Speaker Akbar Tanjung when it removed President Abdurrahman Wahid from office in 2001. Although the BBC reported him once stating that "no woman was fit to head the world's leading Muslim nation", he came into office as the deputy to Indonesia's first female president. Haz served in the cabinet of President B. J. Habibie and was the first minister to resign from the Abdurrahman Wahid administration. He was accused of graft and nepotism but was never subjected to an investigation.[38] As Vice President, Haz had been a proponent of an amendment to the Constitution which would impose Islamic law on Muslims in the country. However, other political parties and the Islamic organisations Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah opposed such amendment for fear of more extreme forms of Islam.[39]
A relatively unknown figure in the political scene, Agum Gumelar served as Minister of Transportation under Abdurrahman Wahid and Megawati.[40] In September 2003, Agum had recommended Susilo Bambang Yudhoyono or Jusuf Kalla as Megawati's running mate in the presidential election after predicting that the PDI–P would lose a significant number of votes in the April legislative election. However, both men eventually formed their own ticket, and Agum declined a vice-presidential candidate offer from Amien Rais in order to remain on the cabinet. He eventually accepted an offer from the PPP leadership to become Haz's running mate and resigned from Megawati's administration.[41]
Neither candidate was of Javanese origin; hence, they might have attracted constituencies of the outer provinces.[40]
Pemilihan umum putaran pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No. | Pasangan calon | Jumlah suara | Persentase |
---|---|---|---|
1. | Wiranto Salahuddin Wahid |
26.286.788 | 22,15% |
2. | Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
31.569.104 | 26,61% |
3. | Amien Rais Siswono Yudo Husodo |
17.392.931 | 14,66% |
4. | Susilo Bambang Yudhoyono Muhammad Jusuf Kalla |
39.838.184 | 33,57% |
5. | Hamzah Haz Agum Gumelar |
3.569.861 | 3,01% |
Suara menurut wilayah[42][43][44] | Total suara | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wiranto Salahuddin Wahid |
Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
Amien Rais Siswono Yudo Husodo |
Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla |
Hamzah Haz Agum Gumelar | |||||||||
Suara | % | Suara | % | Suara | % | Suara | % | Suara | % | ||||
Sumatra | Nanggroe Aceh Darussalam | 204.534 | 9,61% | 120.226 | 5,65% | 1.195.823 | 56,18% | 519.197 | 24,39% | 88.836 | 4,17% | 2.128.616 | |
Sumatera Utara | 934.213 | 16,69% | 2.233.777 | 39,92% | 798.790 | 14,27% | 1.523.612 | 27,23% | 105.687 | 1,89% | 5.596.079 | ||
Sumatera Barat | 610.847 | 29,80% | 121.254 | 5,92% | 741.811 | 36,19% | 518.648 | 25,30% | 57.228 | 2,79% | 2.049.788 | ||
Riau | 504.017 | 24,19% | 460.328 | 22,09% | 397.761 | 19,09% | 677.761 | 32,52% | 44.092 | 2,12% | 2.083.959 | ||
Jambi | 364.651 | 27,15% | 273.925 | 20,39% | 155.974 | 11,61% | 520.145 | 38,73% | 28.437 | 2,12% | 1.343.132 | ||
Sumatera Selatan | 640.294 | 18,82% | 1.127.608 | 33,15% | 341.716 | 10,05% | 1.241.095 | 36,49% | 50.644 | 1,49% | 3.401.357 | ||
Bengkulu | 253.986 | 34,34% | 155.657 | 21,04% | 121.483 | 16,42% | 196.057 | 26,51% | 12.480 | 1,69% | 739.663 | ||
Lampung | 881.715 | 24,31% | 896.581 | 24,72% | 359.285 | 9,91% | 1.430.729 | 39,45% | 58.297 | 1,61% | 3.626.607 | ||
Bangka-Belitung | 82.250 | 16,51% | 179.777 | 36,09% | 58.759 | 11,80% | 165.657 | 33,26% | 11.656 | 2,34% | 498.099 | ||
Kepulauan Riau | 81.816 | 13,70% | 153.138 | 25,64% | 128.551 | 21,52% | 224.334 | 37,56% | 9.437 | 1,58% | 597.276 | ||
Jawa | Banten | 922.299 | 19,25% | 1.193.414 | 24,90% | 796.758 | 16,63% | 1.706.548 | 35,61% | 172.971 | 3,61% | 4.791.990 | |
DKI Jakarta | 499.455 | 9,61% | 1.172.891 | 22,56% | 1.415.582 | 27,23% | 1.988.306 | 38,25% | 121.924 | 2,35% | 5.198.158 | ||
Jawa Barat | 5.341.526 | 24,38% | 5.095.705 | 23,26% | 3.562.173 | 16,26% | 7.100.175 | 32,41% | 810.519 | 3,70% | 21.910.098 | ||
Jawa Tengah | 3.943.032 | 21,60% | 5.807.127 | 31,81% | 2.409.138 | 13,20% | 5.276.432 | 28,90% | 820.273 | 4,49% | 18.256.002 | ||
Daerah Istimewa Yogyakarta | 334.067 | 16,27% | 557.133 | 27,13% | 558.068 | 27,18% | 576.012 | 28,05% | 28.293 | 1,38% | 2.053.573 | ||
Jawa Timur | 5.076.454 | 24,25% | 5.896.278 | 28,17% | 1.902.254 | 9,09% | 7.458.399 | 35,63% | 599.806 | 2,87% | 20.933.191 | ||
Sumber: Komisi Pemilihan Umum |
Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim. Pemilihan umum putaran kedua
Pemilihan umum putaran kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon.
|
|
Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No. | Pasangan calon | Jumlah suara | Persentase |
---|---|---|---|
2. | Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
44.990.704 | 39,38% |
4. | Susilo Bambang Yudhoyono Muhammad Jusuf Kalla |
69.266.350 | 60,62% |
Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih
Berdasarkan hasil pemilihan umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang juga dihadiri sejumlah pemimpin negara sahabat, yaitu: Perdana Menteri Australia John Howard, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.
Galeri
-
Pasangan Nomor Urut 1 Wiranto-Salahuddin
-
Pasangan Nomor Urut 2 Megawati-Hasyim
-
Pasangan Nomor Urut 3 Amien-Siswono
-
Pasangan Nomor Urut 4 SBY-JK
-
Pasangan Nomor Urut 5 Hamzah Haz-Agum Gumelar
Referensi
- ^ Thompson, Eric C. (December 1999). "Indonesia in Transition: the 1999 Presidential Elections" (PDF). National Bureau of Asian Research. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 September 2012. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 11
- ^ Setiono, Benny G. (February 2003). "Etnis Tionghoa dan Partai Politik". Indonesia Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 December 2008. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ Langit, Richel (16 August 2002). "Indonesia's military: Business as usual". Asia Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2002. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ Aglionby, John (11 August 2002). "Indonesia takes a giant step down the road to democracy". The Observer. Diakses tanggal 10 June 2009.
- ^ "Results from Wave XIV of Tracking Surveys" (PDF). International Foundation for Electoral Systems. 1 July 2004: 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 November 2008. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 67–69
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 70
- ^ "Gus Dur Tuntut KPU Rp 1 Triliun". Suara Merdeka. 23 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 July 2011. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ "Gus Dur Batal Ajak Golput". Suara Merdeka. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 June 2007. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ a b c "5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut". Kompas. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ a b c d e Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 71
- ^ Chew, Amy (22 December 2003). "Wiranto emerges as 2004 contender". CNN. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ "Golkar picks Gus Solah as VP candidate". The Jakarta Post. 10 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ a b Fealy, Greg (2007). "The political contingency of reform-mindedness in Indonesia's Nahdlatul Ulama: interest politics and the Khittah". Dalam Reid, Anthony; Gilsenan, Michael. Islamic Legitimacy in a Plural Asia. London: Routledge. hlm. 163. ISBN 978-0-415-45173-4.
- ^ a b "The People's Voice: Presidential Politics and Voter Perspectives in Indonesia" (PDF). National Democratic Institute for International Affairs. June 2004. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 November 2008. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ Ananta & Arifin Suryadinata, hlm. 91
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 22
- ^ Pereira, Derwin (7 November 2003). "Who will be Mega's running mate?". The Straits Times.
- ^ "Megawati Memilih Hasyim Muzadi Sebagai Calon Wakil Presiden". Voice of America. 6 May 2004. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ Arvian, Yandhrie (6 May 2004). "Cak Nur: Hasyim Muzadi Khianati Khitah NU". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 September 2008. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ a b c Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 72
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 12
- ^ Sri Saraswati, Muninggar (3 July 2004). "Siswono the richest, Amien poorest candidate". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 29 June 2009.
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 56
- ^ "5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut". Kompas. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 395
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 23
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 72
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 22
- ^ a b c Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 73
- ^ Muannas; Amir, Syarief (20 December 2001). "Deklarasi Malino Mengakhiri Pertikaian di Poso". Tempo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 November 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ Hadi, Syamsul (2007). Disintegrasi Pasca Orde Baru: Negara, Konflik Lokal dan Dinamika Internasional. Jakarta: Centre for International Relations Studies. hlm. 179. ISBN 978-979-461-624-6.
- ^ "Wiranto dan Kalla Maju, Agum Gumelar Mundur". Kompas. 7 August 2003. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 August 2003. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ "Kalla Mundur Sebelum Konvensi". Radar Sulteng. 16 April 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 October 2011. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ "Blow to Megawati re-election bid". BBC. 19 April 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ "5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut". Kompas. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ "Profile: Hamzah Haz". BBC. 26 July 2001. Diakses tanggal 12 September 2009.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 400
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 73
- ^ Cahyana, Ludhi; Parlan, Tri Mariyani. "Hamzah Haz dan Agum Gumelar". Institute for the Studies on Free Flow of Information. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 July 2011. Diakses tanggal 12 September 2009.
- ^ Hasil Pemilihan Umum Presiden 2004
- ^ Yudhoyono dan Megawati Lolos Pilpres Putaran Dua
- ^ Hasil Perhitungan Suara Sah Pemilu Presiden/Wakil Presiden Putaran Pertama Tahun 2004