Pencak Dor merupakan kompetensi non formal Bela diri diatas panggung yang berasal dari Jawa Timur. Pencak Dor merupakan pengembangan dari Gelut Sabung atau tarung bebas diatas tanah lapang dari Ponorogo .

Sejarah

 
Gelut sabung atau tarung Bebas di Ponorogo, adu keahlian sebelum Pencak Dor

Dalam tradisi Ponorogo terdapat Gelut Sabung atau Tarung Bebas yang dilakukan oleh kalangan Warok yang dikelilingi para jawara duduk melingkar, semua jawara yang duduk mengelilingi petarung akan turut ikut dalam tarung bebas guna mengasah keahlian. Saat mulai berdirinya pencak silat di Ponorogo seperti Batara Perkasa, Bantaran Angin Jiu Jitsu, Silat Delima dan lainnya yang mengadopsi bela diri dari luar negeri turut mewarnai tarung bebas di Ponorogo, seperti melakukan jatuhan, bantingan dan kuncian untuk mengalahkan lawan.

Sedangkan diluar Ponorogo, pertemuan antar perguruan Pencak Silat sebatas pertunjukan jurus dan kembangan. Namun setelah terjadinya pemberontakan PKI yang menimbulkan banyak korban terutama dikalangan santri, maka para guru besar pendekar dari Ponorogo, Kediri berinisiatif untuk dilakukannya mengasah skil beladiri guna terbiasa menghadapi lawan serangan yang brutal dan mendadak.

Sehingga tahun 1969 diresmikannya pagelaran tarung bebas dengan nama Pencak Dor dilakukan di Kediri, tepatnya di Pondok Pesantren Lirboyo yang menerima peserta dari berbagai kalangan baik pesilat, jawara kampung, preman, gangster sekalipun untuk saling bertarung diatas panggung dengan diirngi musik jidor, maka dari itu disebut fengan Pencak Dor. Biasanya disajikan ubo rampe atau sesaji dan sawur beras pada panggung arena bertarung yang berfugsi melunturkan ilmu-ilmu jimat uang dipawa oleh peserta.[1]

Di tahun 1971 Pencak Dor ini mulai dikenalkan di Ponorogo oleh Kiai Mukrim di Ponpes Al Bukhori Sampung yang merupakan santri dari Gus Maksum. Dalam perkembangannya Sabung Bebas atau Pencak Dor di Ponorogo sudah digemari. Banyak pendekar dari berbagai Perguruan Pencak Silat berdatangan. Bahkan tidak sedikit delegasi para santri dari Ponpes luar kota yang mengajarkan pencak silat di Pondok juga menyertakan santrinya untuk ikut sabung bebas.[2]

Dalam Pencak Dor, selain ada aturan dikenal moto yang harus dipegang oleh para Pesilat yang ikut. Motonya adalah, ”Di Atas Lawan, Di Bawah Kawan”. Moto ini memiliki arti pertarungan atau perkelahian hanya ada di Panggung. Setelah di bawah panggung kita adalah saudara.

Sedangkan Pencak Dor versi Jurus atau kembangan diatas panggung dilakukan di Pantura Gresik, seluruh peserta dari berbagai perguruan pencak menampilan jurus-jurus dan kembangan, biasanya juga menampilkan kesenian Macanan dalam keadaan Trance yang bertujuan mengasah skil menghadapi lawan seperti harimau.